Sunnah-Sunnah dalam Shalat Menurut Kitab Fathul Mu’in

sunnah dalam shalat

Pecihitam.org – Shalat merupakan ibadah yang wajib dilakukan setiap orang muslim, khususnya bagi orang yang mukallaf dan memenuhi persyaratan shalat.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Meninggalkan shalat adalah perbuatan dosa dan bagi yang meninggalkannya entah disengaja atau tidak wajib untuk mengganti shalatnya (qadha).

Sebagaimana ibadah pada umumnya, dalam istilah fiqih terdapat Rukun shalat, yaitu aturan yang wajib dilakukan dan tidak sah shalat tersebut bila aturannya dilanggar.

Kemudian juga ada sunah shalat. Yaitu perkara sunnah dalam shalat yang tidak berpengaruh pada sah atau tidaknya ibadah, tetapi dianjurkan untuk melakukannya.

Para ulama membagi sunnah shalat dalam dua kategori, dua pembagian ini mungkin sudah sangat umum diketahui yaitu sunah ab’ad dan sunah hai‘at.

Tetapi, Syaikh Zainuddin Al-Malibari dalam kitab Fathul Mu’in menjelaskan beberapa kesunnahan shalat lainnya di luar sunnah ab’ad dan hai‘at. Di antara kesunahan shalat yang disebutkan Zainuddin Al-Malibari adalah:

سن دخول صلاة بنشاط وفراغ قلب وفيها خشوع وتدبر قراءة وذكر وإدامة نظر محل سجوده وذكر ودعاء سرا عقبها

Artinya, “Disunahkan mengerjakan shalat dengan semangat, hati dalam keadaan kosong, khusyuk, menghayati bacaan dan zikir, mengarahkan pandangan ke tempat sujud, dzikir dan doa setelah shalat secara sir (tidak mengeraskan suara),” (Lihat Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in, [Jakarta: Darul Kutub Islamiyyah, 2009], halaman 49).

Merujuk pada penjelasan di atas, ada beberapa kesunnahan yang dianjurkan pada saat mengerjakan shalat:

Baca Juga:  Perkara Sunnah dalam Shalat yang Perlu Diperhatikan

Pertama: Mengerjakan shalat dengan semangat. Hal ini penting karena Allah SWT sendiri menyindir orang-orang munafik yang mengerjakan shalat dengan bermalas-malasan.

Allah SWT berfirman dalam Surat An-Nisa ayat 142:

وإذا قاموا إلى الصلاة قاموا كسالى

Artinya, “Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas.”

Sebagai orang yang beriman tentu kita tidak ingin cara shalat kita disamakan dengan orang-orang munafik. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita jangan bermalas-malasan dalam mengerjakan shalat.

Kedua: Mengkosongkan hati dari segala macam kesibukan dan pikiran. Ketika shalat, usahakan hati dan pikiran fokus pada bacaan-bacaan shalat dan rukun-rukunnya.

Ketika shalat juga jangan memikirkan kegiatan yang dikerjakan sebelum shalat atau yang akan dikerjakan setelah shalat. Mengosongkan hati dan pikirin adalah termasuk salah satu cara untuk melatih kekhusyukan.

Ketiga: Mengerjakan shalat dengan penuh kekhusyukan. Pada saat shalat, usahakan pikiran fokus kepada Allah SWT dan tidak memikirkan yang lain. Memang khusyuk tidaklah mudah, tapi ini perlu dilatih terus menerus.

Baca Juga:  Hukum Melafadzkan Niat ‘Ushalli’ Saat Shalat Benarkah itu Bid'ah?

Keempat: Merenungi setiap bacaan dan dzikir yang dibaca ketika shalat. Merenungi dan menghayati bacaan shalat termasuk salah satu cara untuk meningkatkan kekhusyukan ibadah. Jangan sampai lisan kita membaca bacaan shalat, tetapi pikiran dan hati melayang kemana-mana.

Kelima: Pandangan mengarah ke tempat sujud. Mengarahkan pandangan ke tempat sujud juga termasuk salah satu cara menjaga kefokusan shalat. Hal ini disunahkan bahkan bagi orang buta sekalipun atau orang yang shalat dalam ruangan yang gelap.

Keenam: Disunahkan setelah shalat dzikir dan berdoa dengan tidak mengeraskan suara, khususnya bagi orang yang shalat sendiri. Namun bukan berati dzikir dan doa mengeraskan suara setelah shalat tidak bolehkan. Sebagaimana dijelaskan Syaikh Zainuddin Al-Malibari dalam kitab Fathul Mu’in:

يسن الإسرار بهما لمنفرد ومأموم وإمام لم يرد تعليم الحاضرين ولا تأمينهم لدعائه بسماعه

Artinya, “Disunahkan tidak mengeraskan dzikir dan doa bagi orang yang shalat sendiri, serta bagi makmum dan imam yang tidak ingin mengajarkan makmumnya dan tidak (berharap) mereka mengamini doanya.”

Dengan kata lain, imam yang bertujuan untuk mengajarkan dzikir kepada makmum atau membimbing makmum untuk tetap fokus dalam berzikir dibolehkan mengeraskan suara pada saat dzikirnya. Imam yang ingin berdoa dan diamini bersama-sama oleh makmum juga dibolehkan.

Baca Juga:  Shalat di Pesawat, Apakah Cukup Memenuhi Syarat Sahnya?

Dzikir bersama dengan mengeraskan suara setelah shalat bukanlah bid’ah tercela karena Nabi juga pernah melakukannya dengan para sahabat. Hal ini sebagaimana dikisahkan Ibnu Abbas dalam hadits Bukhari dan Muslim.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوبَةِ، كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه البخاري ومسلم

Artinya, “Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata, ‘Bahwa mengerasakan suara dalam berzikir ketika orang-orang selesai shalat maktubah itu sudah ada pada masa Nabi SAW,” (HR Bukhari-Muslim).

Demikian sunnah-sunnah dalam shalat yang bisa kita praktekkan dalam shalat kita sehari-hari. Semoga kita tetap istiqamah selalu menjaga ibadah shalat kita semua. Amiin. Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *