Tubuh Perempuan Itu (Bukan) Fitnah

Perempuan Itu (Bukan) Fitnah

Pecihitam.org – Lebih banyaknya anggota tubuh yang menjadi aurat dan harus ditutupi pada perempuan daripada laki-laki secara aturan syariat, bukan berarti menandakan bahwa tubuh perempuan itu adalah fitnah. Aurat ya aurat, bukan fitnah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Aurat yang terbuka mungkin bisa dikatakan fitnah, tapi kalau terlalu mengeneralisir sampai mengatakan “tubuh perempuan itu fitnah”, “perempuan itu sumber fitnah”, ya tidak bisa dong. Kalau aurat yang terbuka bisa jadi fitnah, maka tubuh laki-laki pun saya rasa juga bisa berpotensi untuk jadi fitnah. Bukan cuman tubuh perempuan.

Makanya kenapa saya pribadi menolak pemahaman bahwa tubuh perempuan adalah fitnah. Kok bisa tubuh yang diciptakan Tuhan dengan sedemikian indahnya itu malah kita sebut fitnah? Atau mungkin itu yang sebenarnya bisa kita sebut sebagai diskriminasi gender bermoduskan ajaran-ajaran syariat?

Marilah kita coba tinggalkan penafsiran-penafsiran terhadap ajaran agama yang berkesan diskriminatif dan misoginis itu. Bukan anggota tubuhnya yang saya rasa pantas jadi aurat, tapi perilaku kita saja yang sebenarnya lebih patut untuk dijadikan aurat. Bukan auratnya yang jadi fitnah, tapi perilaku buruk lah yang sebenarnya bisa lebih fitnah daripada aurat.

Baca Juga:  Jilbab, Antara Kewajiban Beragama, Tradisi dan Gaya

Perkara agama mau menetapkan proporsi aurat itu berbeda-beda antara laki-laki dan perempuan, bahkan cenderung lebih banyak yang harus ditutup pada perempuan, ya anggap saja itu adalah sisi ta’abbudiyah dalam Islam. Dimensi yang harus kita patuhi dan diterima sebagai sebuah ajaran atau dogma. Tak perlu lantas mengartikan hal tersebut sebagai sebuah fitnah, godaan, atau apalah segala macam narasi-narasi negatif itu.

Sangatlah tidak berakal bila kemudian lebih menyalahkan perempuan hanya karena anggota badannya. “Ya salahnya sendiri aurat diumbar-umbar” adalah contoh ungkapan pembelaan yang diskriminatif dan memanfaatkan agama sebagai sebuah batu loncatan untuk membenarkan perilaku yang sebenarnya salah.

Toh kita ini manusia, tidak hanya bertindak berdasarkan hasrat. Tapi di sana juga ada akal dan pikiran. Buat apa otak kalau masih tetap kalah sama hawa nafsu. Iya kalau hewan.

Bukan mau membenarkan perilaku mengumbar-umbar aurat. Tetap salah secara paradigma fiqih meski toh itu memang tergantung atas komitmen keagamaan masing-masing individu. Tapi mari, tak usah melemparkan kesalahan secara berlebihan bila suatu saat terjadi tindakan pelecehan. Akui saja kedua belah pihak sama-sama salah tanpa harus berpihak.

Baca Juga:  Sepak Terjang Gus Dur, Mengatasi Masalah Tanpa Masalah

Menutup aurat adalah sesuatu yang terlembaga dalam agama. Namun perkara apakah seseorang akan bersikap bagaimana itu adalah ranah pilihan personal. Entah nanti akan menerima efek seperti apa, maka itu adalah tanggungan masing-masing. Tinggal mau mengakui atau tidak tentang kesalahannya.

Perihal perintah menutup aurat, hal itu juga sejalan dengan perintah untuk memperbaiki akhlak. Sejalan dengan anjuran agar bersikap sopan santun kepada orang lain.

Bila kemudian perbandingan proporsi aurat ini bisa membuat kita berpikiran bahwa tubuh perempuan itu fitnah atas dasar lebih banyak yang harus ditutup, kan deskrimitif tuh namanya. Santunkah yang demikian? Sopan? Secara sikap sudah tentu tidak, kan.

Aurat perempuan ya segitu. Begitupun aurat laki-laki ya udah segitu. Gak usah ditafsiri macem-macem. Aurat ya aurat, bukan fitnah. Makanya kenapa lantas tubuh perempuan itu bukan fitnah, sebab kalau memang tubuhnya itu fitnah, maka secara tidak langsung keberadaan perempuan itu sendiri lah yang sebenarnya akan jadi fitnah.

Kalau ujung-ujungnya malah demikian, maka pemahaman tentang tubuh perempuan itu fitnah bisa merusak bangunan ideologi kita. Bisa-bisanya ciptaan Tuhan yang paling sempurna itu kita nilai dengan hal-hal negatif bahkan cenderung bermakna cacat seperti ungkapan “fitnah”!?

Baca Juga:  Tiga Hal yang Semakin Langka di Zaman yang Semakin Maju

Perempuan itu ya juga ciptaan tuhan yang sama seperti laki-laki. Sama-sama bisa membawa potensi baik ataupun buruk tanpa harus ada yang lebih buruk atau lebih baik daripada yang lain. Dan saya pun yakin bahwa tidak ada satu pun dari anggota-anggota tubuh yang sudah tuhan ciptakan itu cacat ataupun jelek.

Kata laki-laki perempuan itu sumber fitnah. Kata perempuan laki-laki tukang fitnah. Lebih baik, mari kita hilangkan kata “fitnah” yang melekat pada tubuh kita.

M. Fakhruddin Al-Razi
Latest posts by M. Fakhruddin Al-Razi (see all)