Hukum Uang Kembalian Diganti dengan Permen, Bolehkah?

uang kembalian diganti permen

Pecihitam.org– Baik di perkotaan maupun di warung-warung kecil di kampung, kita sering mendapati uang kembalian diganti dengan permen. Artinya, uang sisa atau uang kembalian itu tidak diberikan dalam bentuk uang. Bagaimanakah transaksi yang demikian, apakah sah?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Kita ambil contoh. Misalnya, untuk membayar beras satu kilo yang harganya Rp. 10.500, pembeli memberikan uang Rp. 11.000. Berarti masih ada sisa Rp. 500. Kemudian sisa yang Rp. 500 tidak dikembalikan melainkan diganti dengan permen.

Nah, bagaimana hukum prihal memberikan kembalian sebagaimana yang dilakukan penjual di atas? Bila penjual dalam memberikan mabi’ (beras) dan permen (pengganti kembalian) dalam waktu yang sama, apakah aqad bai’ (jual-beli) tersebut sah, padahal permen tidak ikut dalam bagian aqad?

Pada prinsipnya, pelaksanaan jual-beli sebagaimana model di atas, yang mana si penjual memberikan kembalian berupa permen dan/atau barang sejenisnya sebagai pengganti kelebihan uang, adalah terjadi setelah akad jual-beli beras seharga Rp. 10.500,-.

Dengan demikian, secara hukum Fiqh, akad jual belinya adalah sah. Permasalahannya adalah tentang permen sebagai ganti unag sisa yang tidak disebutkan secara jelas dalam akad.

Baca Juga:  Zakat Rikaz: Pengertian dan Perhitungannya

Maka dalam hal ini dengan mengikuti qaul ulama yang memperbolehkan bai’ mu’athoh atau istibdal ‘annid-dain dengan tanpa sighat atau ijab-qabul, maka hal tersebut diperbolehkan.

Dalam hal ini, perlu juga diketahui bahwa keterpaksaan pembeli —itu pun kalau memang merasa terpaksa menerima uang kembalian yang diganti dengan permen— di atas, tidak mampu merusak sahnya aqad, sebab pembeli lazimnya masih bisa melakukan khiyar (memilih/meminta apa yang disenangi) sebagai “pengganti uang sisa.

Berikut beberapa keterangan yang bisa dijadikan ibarat dalam menjawab tentang persoalan hukum uang kembalian diganti dengan permen.

وصح استبدال ولو فى صلح عن دين غير مثمن بغير دين كثمن فى الذمة ودين قرض واتلاف، اهـ (قوله وصح استبدال) بشرط ان يكون الاستبدال بإيجاب وقبول والا فلا يملك ما يأخذه قاله السبكى وهو ظاهر وبحث الاذرعى الصحة بناء على صحة المعاطاة اهـ

Baca Juga:  Sujud Sahwi: Pengertian, Hukum, Bacaan dan Tata Caranya

“Sah (boleh) mengembalikan hutang dengan harta yang bukan hutangan (tunggakan, piutang murni atau piutang gantri rugi), meskipun berkaitan dengan akad Shuluh (perdamaian) piutang (yang bukan harga). Aqad seperti ini tentunya dengan beberapa persyaratan seperti Ijab dan Qabul. Bila tidak melalui Ijab Qabul maka apa yang telah di ambil dari penggantian itu tidak dapat di miliki. Pendapat ini di kemukakan oleh Imam Assubki (pendapat yang dzohir), Tapi menurut Al Adzro’i hukumnya sah (meski tanpa Ijab Qabul), hal ini mengacu pada pendapat yang menyatakan transaksi dengan model mu’athoh itu hukumnya sah.” (Hasyiyah alJamal Kuz III halaman 164)

والحاصل المعاطاة هى ان يتفق البائع والمشترى على الثمن والمثمن ثم يدفع البائع المثمن للمشترى وهو يدفع الثمن له سواء كان مع سكوتهما او مع وجود لفظ ايجاب او قبول من احدهما او مع وجود لفظ منهما لكن لا من الالفاظ المتقدمة، اهـ

Baca Juga:  Shalat Tahiyatul Masjid, Ibadah Sunnah yang Sangat Dianjurkan

Kesimpulannya: Mu’athoh itu adalah kesepakatan antara penjual dengan pembeli mengenai harga dan barang jualan, kemudian penjual menyerahkan barang kepada musytari, sebaliknya musytari juga menyerahkan harga sesuai nominal yang telah di tentukan, baik keduanya sam-sama diam atau salah satunya saja, namun dengan kalimat yang tidak biasa berlaku untuk jual beli.” (I’anatut Thalibin, Juz III halaman 4)

Demikian penjelasan tentang hukum uang kembalian diganti dengan permen. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bisshawab.

Faisol Abdurrahman