Hukum Tahlilan Bagi Mayit Menurut Ibnu Taimiyah

Hukum Tahlilan Bagi Mayit Menurut Ibnu Taimiyah

Pecihitam.org – Tahlilan dan yasinan sudah mengakar di tengah masyarakat Indonesia. Tradisi ini sudah turun-temurun terpelihara di pelbagai daerah; perkotaan maupun pedesaan. Pembacaan tahlilan biasanya dilaksanakan di masjid, rumah, atau musala.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dalam majelis itu, biasanya jamaah  bersama-sama membaca tahlil, tahmid dan takbir, serta berdoa. Adapun pahala dari bacaa tersebut diniatkan untuk orang yang sudah meninggal, agar dosanya terampuni. 

Meski begitu, tak semua masyarakat Indonesia yang bersedia melakukan  tahlilan. Terdapat friksi di tengah umat mengenai hukum melaksanakan tahlilan. Ada yang menerima. Tak sedikit pula yang menolak.

Pasalnya, tahlilan dianggap perbuatan bid’ah. Pendapat ini biasanya datang dari kalangan yang mengaku diri sebagai pengikut salaf.

Pembahasan yang menarik terkait hukum tahlilan adalah pendapat dari Ibnu Taimiyah (661-728 H). Seorang ulama yang fatwanya banyak dikutip oleh kalangan salafi. Bisa dibilang, setiap persoalan fikih dan akidah, ulama salafi senantiasa merujuk pada pendapat Ibnu Taimiyah.

Lantas bagaimana pendapat Syeikhul Islam itu tentang hukum tahlilan?

Persoalan hukum pembacaan tahlilan, tahmid, takbir— yang pahalanya dihadiahkan pada mayat—, pernah ditanyakan pada Ibnu Taimiyah. Pertanyaan itu bisa dilihat dalam kitab Majmū’ al Fātawā, Jilid XXIV, halaman 324. Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa pembacaan tahlilan hukumnya boleh. Dan pahalanya yang dihadiahkan juga sampai pada mayat tersebut.

Untuk lebih jelas, simak penjelasan Syeikhul Islam, Ibnu Taimiyah  berikut; 

Baca Juga:  Ini Penjelasan Hukum dan Etika Mandi di Tempat Pemandian Umum (Bag 2)

سئل ; عن قراءة اهل الميت تصل اليه ? والتسبيح والتحميد والتهليل  والتكبير , اذا اهده الى الميت يصل اليه ثوابها ام لا?

الجواب ; يصل الى الميت قراءة اهله  والتسبيحهم وتكبيرهم  وسائر ذكرهم  الله تعالى , اذا اهوه الى الميت , وصل اليه. والله اعلم

Artinya: Ibnu Taimiyah ditanya tentang bacaan ahli mayit (keluarga jenazah) apakah sampai pada mayit tersebut? Baik itu bacaan tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir, apabila dihadiahkan pahalanya  kepada mayit, apakah pahala tersebut sampai atau tidak?

Jawab Ibnu Taimiyah:  Adalah sampai bacaan tahlil, tahmid, takbir, semua zikir pada Allah, pun  apabila pahalanya dihadiahkan kepada mayit, maka itu tetap akan sampai. 

Tak hanya itu, Ibnu Taimiyah juga sempat diajukan pertanyaan lebih spesifik, terkait seorang anak mengirim bacaan ayat Al-Qur’an, tahlil, hadiah puasa, dan ibadah lain—yang hadiah pahalaya diniatkan pada mayat—, apakah itu akan sampai atau tidak pada jenazah yang telah meninggal?

Menurut Ibnu Taimiyah, pahala bacaan tersebut sampai kepada mayat  menurut mazhab Hanbali, Abu Hanifah, Syafi’i dan ulama dari kalangan mazhab Maliki, dan juga dari kalangan Syafi’i.

Meski demikian, ada juga ulama dari kalangan Syafi’i dan  Maliki yang mengatakan tidak sampai. Sedangkan Ibnu Taimiyah sendiri menyebutkan bacaan tersebut sampai pada mayat. 

سئل : هل القراة تصل الى الميت من الولد او لا? على المذهب الشافعي 

الجواب ; اما وصول ثواب العبادة البدنية ; كالقرأة  والصلاة  والصوم فمذهب احمد  و ابي حنيفة و طائفة من اصحاب مالك  و الشافعي  الى انها تصل  وذهب اكثر اصحاب مالك والشافعي , الى انها لا تصل . والله اعلم

Baca Juga:  Hukum Menggelengkan Kepala Saat Dzikir Dan Pelajaran Dari Secangkir Kopi

Artinya: Ibnu Taimiyah ditanya;Apakah bacaan dari seorang anak itu sampai kepada mayat atau tidak? Menurut Mazhab Syafi’i. 

Ibnu Taimiyah menjawab; adapun kesampaian pahala ibadah badaniyah; seperti pahala bacaan Qur’an, shalat, puasa, maka menurut Ahmad  bin Hanbal, Abi Hanifah, dan sekelompok dari Mazhab Malik, dan Syafi’i bahwa pahala itu sampai pada mayit. Pun ada juga kebanyakan dari kalangan Malik dan Syafi’i, bacaan itu tidak sampai (Majmū’ al Fātawā, Jilid XXIV, halaman 324). 

Selain itu, Ibnu Taimiyah pun membolehkan pelaksanaan talqīn di dalam kuburan. Pasalnya, pembacaan talqīn , senantiasa dilakukan oleh sekelomok sahabat Nabi. Di samping itu, beliau juga menilai pembacaan talqīn,  akan memberikan manfaat bagi mayat, karena ia mendengar panggilan orang yang men- talqīn-kan. Ibnu Taimiyah berkata; 

.فَأَجَابَ:هَذَا التَّلْقِينُ الْمَذْكُورِ قَدْ نُقِلَ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْ الصَّحَابَةِ: أَنَّهُمْ أَمَرُوا بِهِ كَأَبِي أمامة الْبَاهِلِيِّ وَغَيْرِهِ..  فَلِهَذَا قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَد وَغَيْرُهُ مِنْ الْعُلَمَاءِ: إنَّ هَذَا التَّلْقِينَ لَا بَأْسَ بِهِ فَرَخَّصُوا فِيهِ وَلَمْ يَأْمُرُوا بِهِ، وَاسْتَحَبَّهُ طَائِفَةٌ مِنْ أَصْحَابِ الشَّافِعِيِّ وَأَحْمَد وَكَرِهَهُ طَائِفَةٌ مِنْ الْعُلَمَاءِ مِنْ أَصْحَابِ مَالِكٍ وَغَيْرِهِمْ.

Artinya: Ibnu Taimiyah menjawab; Talqīn ini yang disebutkan itu sesungguhnya dipraktikkan sekelompok sahabat Nabi— mereka menyuruh melaksanakan talqīn—, seperti Abi Umamah Al Bahili dan selainnya.  Maka karena ini berkata Imam Ahmad dan selainnya dari ulama; bahwa talqīn, tidak apa-apa dilaksanakan , maka mengizinkan mereka pelaksanaannya, tetapi hukumnya tidak mewajibkan mereka. 

Baca Juga:  Benarkah Muktamar NU Mengharamkan Tahlilan? (Bagian 1)

Pun ada juga sekelompok ulama dari kalangan Syafi’i dan Ahmad yang mengatakan hukumnya sunah.   Di samping itu, ada juga yang mengatakan makruh hukumnya melaksanakan talqīn— ini kebanyakan disebutkan oleh ulama dari kalangan mazhab Maliki dan selainnya (Majmū’ al Fātawā, Jilid XXIV, halaman 296).

Sebagai kesimpulan, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa hukum tahlilan bagi mayit adalah boleh. Pun pahala yang dihadiahkan keluarga, terutama anaknya mayit maka akan sampai pada mayit tersebut. Meskipun ia telah meninggal dunia. Terakhir, Syeikhul Islam juga mengatakan diperbolehkan juga melaksanakan  talqīn  untuk mayit.

Penulis: Zainuddin (Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ushuluddin – Alumni Pondok Pesantren Musthafawiyah, Purba Baru)

Redaksi