Beda Mahram dan Muhrim, Dua Istilah Yang Sering Keliru Dipahami Umat

beda mahram dan muhrim

Pecihitam.org – Mahram dan muhrim adalah dua istilah yang sering terbolak-balik di masyarakat. Terutama bagi mereka yang kurang mengerti dengan bahasa arab. Padahal dua kata ini punya arti yang jauh berbeda. Memang teks arabnya sama, tapi harakatnya beda. Berikut ini akan sedikit kita bahas tentang beda mahram dan muhrim agar tidak terjadi salah pemahaman yang berketerusan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Muhrim ialah kata subjek (pelaku) dari “Ihram” yaitu orang yang telah mengenakan pakaian ihram untuk melaksanakan haji atau umrah. Dari sini sudah bisa kita lihat ternyata jauh sekali arti yang sebenarnya dari apa yang sudah menjadi kebiasaan di masyarakat. Sedangkan Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi baik karena nasab (keturunan) atau persusuan.

Muhrim

Jangan dekat-dekat, kita bukan muhrim. Dosa!” Kalimat-kalimat di atas sekedar contoh penggunaan kata muhrim yang sering di jumpai atau dengar di kalangan masyarakat. Makna muhrim yang kita yakini selama ini ternyata salah dan tidak sesuai. Bahkan arti sesungguhnya sangat jauh berbeda.

Muhrim dalam arti sebenarnya bukanlah bermakna seperti itu, melainkan orang yang melakukan ihram. Ketika jamaah haji atau umrah telah memasuki daerah miqat, kemudian seseorang mengenakan pakaian ihramnya, serta menghindari semua larangan ihram, maka orang itu adalah disebut muhrim.

Baca Juga:  Guys, Jangan Cuma Mengomentari Perempuan, Ini Lho Batasan Aurat Laki-Laki yang Harus Kamu Jaga

Mahram

Penggunaan istilah yang benar adalah mahram bukan muhrim. Karena muhrim artinya orang yang melakukan ihram, baik untuk umrah atau haji. Sedangkan mahram, Imam an-Nawawi memberikan penjelasan berikut:

“Setiap wanita yang haram untuk dinikahi selamanya, disebabkan sesuatu yang mubah, karena statusnya yang haram. (Syarah Shahih Muslim, An-Nawawi, 9:105)

Imam Nawawi memberikan keterangan tambahan dari definisi diatas yaitu:

  • Haram untuk dinikahi selamanya: Artinya ada wanita yang haram dinikahi namun tidak selamanya. Seperti adik istri atau bibi istri. Mereka tidak boleh dinikahi, tetapi tidak selamanya. Karena jika istri meninggal atau dicerai, suami boleh menikahi adiknya atau bibinya.
  • Disebabkan sesuatu yang mubah: Artinya ada wanita yang haram untuk dinikahi selamanya dengan sebab yang tidak mubah. Seperti ibu wanita yang pernah disetubuhi karena dikira istrinya, atau karena pernikahan syubhat. Ibu wanita ini haram untuk dinikahi selamanya, namun bukan mahram. Karena menyetubuhi wanita yang bukan istrinya, karena ketidaktahuan bukanlah perbuatan yang mubah.
  • Karena statusnya yang haram: Ada wanita yang haram untuk dinikahi selamanya, namun bukan karena statusnya yang haram tetapi sebagai hukuman. Misalnya, wanita yang melakukan mula’anah dengan suaminya. Setelah saling melaknat diri sendiri karena masalah tuduhan selingkuh, selanjutnya pasangan suami-istri ini dipisahkan selamanya. Meskipun keduanya tidak boleh nikah lagi, namun lelaki mantan suaminya bukanlah mahram bagi si wanita.
Baca Juga:  Persentuhan Kulit Suami Istri, Apakah Batal Wudhu? Ini Pendapat Ulama

Terkait perempuan yang tidak boleh dinikahi telah disebutkan dalam surat an-Nisa ayat 23, yang artinya:
“diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya, (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau, sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha Penyanyang.”

Karena ada pengharaman yang ditujukan kepada beberapa perempuan pada ayat tersebut, maka beberapa perempuan itu statusnya adalah mahram. Kemudian diperinci lagi oleh Imam Abu Syuja’i dalam kitab al-Ghayah wat Taqrib terkait beberapa perempuan yang haram dinikaihi. Beliau menjelaskan tentang beberapa perempuan yang haram (dinikahi) berdasarkan nash Al Quran ada empat belas orang sebagaimana keterangan di bawah ini:

  • Yang pertama tujuh orang sebab nasab (jalur keturunan). Mereka adalah ibu dan terus ke atas (seperti nenek, ibunya nenek, dan seterusnya), anak dan terus ke bawah, saudara perempuan kandung, kholah (bibi, saudara perempuan ibu), ammah (bibi, saudara perempuan ayah), anak perempuan saudara laki-laki kandung (keponakan), dan anak perempuan saudara perempuan kandung (keponakan).
  • Yang kedua sebab tunggal susunan. Yaitu ibu susunan dan saudara perempuan karena susuan.
  • Yang ketiga sebab jalinan pernikahan. Yaitu ibu istri (ibu mertua), anak tiri, jika ibunya sudah dijimak (disenggama), istri ayah (ibu tiri), dan istri anak (menantu). Selain itu, ada 1 orang karena sebab menggabungkannya yaitu saudara perempuan istri, maka tidak boleh menggabungkan pernikahan istri dan saudara perempuannya (menikahi sekaligus keduanya).
Baca Juga:  Pandangan Gus Dur Terhadap Gagasan Negara Islam

Itulah sedikit penjelasan mengenai beda mahram dan muhrim, semoga dengan penjelasan ini dapat membuka wawasan kita dan bermanfaat bersama. Wallahua’lam Bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *