Belajar Memahami Ilmu Agama dari Buah Manggis

buah manggis

Pecihitam.org – Suatu hari seorang turis asal Norwegia, sebuah daerah dekat Kutub Utara berkunjung ke Indonesia dalam rangka mengisi masa liburannya. Ini adalah kunjungan pertama kalinya dia ke luar negeri.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Negara yang ingin ia kunjungi adalah daerah tropis yang terletak di khatulistiwa dengan keunukan iklim yang mengalami musim panas sepanjang tahun dan tentu amat berbeda sekali dengan negeri asalnya yang sepanjang tahun diselimuti musim dingin.

Sebelum berkunjung dia sudah terlebih dahulu membaca dan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan Indonesia. Seluruh pengetahuan tentang Indonesia, baik karakteristik masyarakatnya yang ramah tamah, makanan khas serta berbagai jenis buah-buahan ia pelajari dengan sempurna.

Tentu si Turis ini merasa yakin sekali pengetahuan tentang Indonesia sudah sangat sempurna dalam benaknya menurut dia. Salah satu yang membuat dia penasaran dan ingin sekali menikmatinya adalah buah manggis yang diceritakan sebagai buah amat manis rasanya, berbuah sepanjang tahun tanpa mengenal musim, bentuknya seperti buah apel namun manisnya beratus kali lipat lebih manis dari apel.

Si Turis ini menginap di sebuah hotel. Hari pertama kedatangannya di Indonesia dia langsung memesan sekeranjang buah manggis kepada pelayan hotel. Setelah menerima pesanannya kemudian dia bertanya kepada si pelayan tadi.

Baca Juga:  Fungsi Hadist Terhadap AlQuran, Peran Penting Yang Tak Bisa Dipisahkan

“Benar ini buah manggis yang terkenal sangat manis itu?”,

“Benar tuan, inilah buah manggis” jawab pelayan hotel.

Kemudian turis tadi segera saja membawa buah manggis itu ke kamarnya. Dengan tidak sabar langsung saja dia memakan buah manggis seperti memakan buah apel, dimakanlah kulitnya, dan tentu saja rasanya sangat pahit dan dia langsung memuntahkannya.

Kemudian dia panggil pelayan hotel, sambil marah-marah: “Kamu telah menipu saya, ini bukan buah manggis”

Dengan gugup pelayan hotel menjawab: “Benar tuan, inilah buah manggis, memang kenapa tuan ragu?”

Dengan wajah kesal turis itu berkata: “Kalau benar ini buah manggis, berarti semua orang Indonesia itu penipu, profesor yang ngarang buku tentang manggis juga penipu, katanya manis dan enak, ini kok pahit?”

“Sebentar, bagaimana cara tuan memakannya?”

“Ya seperti makan buah apel, saya cuci langsung dimakan, memangnya kenapa?”

Pelayan hotel lantas tersenyum, “Bukan begitu tuan, buah manggis itu tidak sama seperti buah apel, jangan tuan makan kulitnya, yang dimakan itu isi dalamnya”

Pelayan hotel lalu memberikan contoh cara makan manggis dengan dikupas kulitnya, dan sang turis mencontohnya. Setelah buah manggis dimakan dengan cara yang benar maka dia berkata,

Baca Juga:  Inilah Dalil Tahlilan 3,7,25,40,100, & 1000 Hari Yang Perlu Anda Tahu

“Luar biasa, ternyata buah manggis itu memang benar-benar sangat manis dan enak”

Nah, hikmah dari cerita di atas adalah memberikan gambaran kepada kita, bahwa pengetahuan tentang sesuatu itu tidak lah cukup hanya sekedar membaca. Karena terkadang apa yang kita baca dan kita bayangkan jauh berbeda dengan kenyataan. Bahkan bisa kesasar kemana-mana seperti orang yang makan manggis tadi.

Makan buah manggis yang terkenal manis kalau tidak tahu caranya malah jadi pahit. Pun demikian dengan agama. Bagaimana kita akan paham ilmu agama kalau hanya “makan” kulitnya?

Jika hanya sekedar membaca saja, bagaimana kita akan memahami hadist-hadits berikut,

“Berapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga saja.” (HR. Ibnu Majah)

“Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan: kegembiraan tatkala berbuka, dan kegembiraan tatkala berjumpa dengan Rabb-nya”. (Mutafaqun’alaih)

Bagi yang tidak yakin Tuhan bisa dijumpai di dunia sudah pasti hanya dapat nikmat berbuka saja. Hadits-hadits diatas jika dipahami tekstual saja makan kita sulit menemukan esensinya. Itu sebabnya kita butuh figur guru pembimbing.

Baca Juga:  Perkembangan Ilmu Qiraat di Zaman Sahabat dan Tabi'in

Kemudian, bagaimana memahami tentang ancaman Neraka bagi orang yang lalai dalam shalat, padahal shalat adalah media dialog yang sangat khusus dengan Tuhan, lewat shalat lah kita bisa mengakrabkan diri dengan-Nya. Tapi justru jika tak tahu ilmunya bisa menjadi bala yang berujung neraka.

Maka dari itu sudah saatnya kita memperbaiki cara makan buah manggis, jangan terlalu asik dengan keindahan kulit. Tujuan kulit itu tidak lain untuk membungkus isi yang sangat berharga, kalau anda tetap juga makan kulitnya jangan salahkan kalau semakin anda makan semakin terasa pahit.

Wallahua’lam

*Dikutip dari kisah sufi dengan penyesuaian yang diperlukan.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik