Pecihitam.org – Menikah memang sesuatu yang dianjurkan dalam agama islam, karena didalamnya mengandung banyak kebaikan. Salah satunya yaitu menjauhkan dari zina. Seperti yang kita tahu bahwa zina adalah dosa besar dan termasuk dalam perbuatan yang hina. Namun dalam kasus ini jika kita menikah dengan keponakan sendiri, lantas bolehkah hal tersebut?
Dalam Al-Qur’an telah diterangkan akan keharamannya:
وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلًا
Artinya: ”Dan janganlah kamu mendekati zina sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Isra’: 32)
Dalam Al-Qur’an dan sabda Rasulullah banyak diterangkan mengenai pernikahan. Baik dari segi perintah maupun larangan-larangan yang terkandaung didalamnya. Salah satunya aturan dengan siapa pernikahan itu dilaksanakan.
Untuk menjawab pertanyaan bolehkah seseorang menikah dengan keponakan maka terlebih dahulu kita harus tahu dengan siapa saja kita dilarang untuk menikah. Dalam Al Qur’an telah disebutkan ada beberapa sebab terjadi hurmah mu’abbadah atau perempuan-perempuan yang diharamkan untuk dinikahi selamanya. Sebab terjadinya hurmah mu’abbadah antara lain, sebab susuan, sebab hubungan permantuan (mushaharah) dan sebab kekerabatan.
Perempuan yang haram untuk kita nikahi karena sebab hubungan susuan ada tujuh yaitu, ibu yang menyusui, saudara perempuan susuan, bibi susuan (saudara susuan ayah), saudara susuan ibu dan anak perempuan susuan (yang menyusu pada istri).
Adapun perempuan yang haram kita nikahi yang disebabkan oleh hubungan permantuan ada empat yaitu istri ayah, istri anak laki-laki, ibunya istri (mertua) dan anak perempuannya istri (anak tiri)
Sedangkan perempuan yang haram untuk kita nikahi yang disebabkan oleh hubungan kekerabatan ada tujuh yaitu Ibu, anak perempuan, saudara perempuan, anak perempuannya saudara laki-laki (keponakan), anak perempuannya saudara perempuan (keponakan), bibi dari ayah, dan bibi dari ibu.
Dalam Al-Qur’an disebutkan:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ اْلأَخِ وَبَنَاتُ اْلأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ
Artinya: “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan seper susuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya, (diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua permpuan bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 23)
Dalam penjelasan surat An Nisa diatas merupakan ketentuan bagi laki-laki. Adapun bagi perempuan berlaku sebaliknya, yaitu haram untuk menikahi ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, anak laki-laki saudara laki-laki (keponakan), anak laki-laki saudara perempuan (keponakan), paman dari ayah, dan paman dari ibu.
Dapat kita ketahui bahwa menikah dengan keponakan adalah hal yang tidak diperbolehkan dalam agama islam. Sedalam apapun rasa cinta tetap tidak bisa mengalahkan hukum.
Apabila pernikahan dengan perempuan yang menjadi mahram tetap dilakukan maka pernikahannya menjadi batal. Bahkan apabila tetap dilanggar dan dilanjutkan akan bisa mengakibatkan beberapa kemungkinan yang lebih berat. Wallahua’lam.
Sumber: KH.MA. Sahal Mahfudh dalam buku beliau Dialaog Problematika Umat.