Kurban untuk Orang yang Sudah Meninggal, Bolehkah?

kurban untuk orang meninggal

Pecihitam.org – Dalam pandangan para ulama, melaksanakan kurban sendiri hukumnya Sunnah mu’akkad ala kifayah. Artinya, bagi muslim, baligh, berakal dan mampu sangat dianjurkan untuk menunaikan kurban. Dan ika salah satu dari anggota keluarganya telah berkurban, maka kurban tersebut sudah dianggap mencukupi untuk keseluruhan keluarga itu,

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Adapun, hukum berkurban menjadi wajib jika sudah ditentukan (muayyanah) atau dinadzarkan. Penjelasan ini sebagaimana keterangan dalam kitab Fathul Qarib. Lantas, bolehkah melaksanakan kurban untuk orang yang sudah meninggal?

Dalam maslah ini ternyata para ‘ulama berbeda pendapat (khilaf). Menurut mayoritas ‘ulama Syafi’iyyah hukumnya tidak diperbolehkan, sebab kurban adalah ibadah yang hukumnya asalnya tidak boleh dilakukan oleh orang lain tanpa ada dalil yang mendasarinya. Keterangan tersebut terdapat di kitab Mauhibah Dzi al Fadl karya Syaikh Mahfudz at Turmusi Juz 4 halaman 692, sebagai berikut:

لاَ تَجُوْزُ وَلاَ تَقَعُ التَّضْحِيَّةُ مِنْ شَخْصٍ عَنْ غَيْرِهِ الْحَيِّ ِلأَ نَّهَا عِبَادَةٌ وَاْلأَصْلُ مَنْعُهَا عَنِ الْغَيْرِ إِلاَّ ِلدَلِيْلٍ

”Tidak boleh dan tidak akan berhasil kurban seseorang menggantikan orang lain yang masih hidup, karena kurban adalah ibadah, sedangkan hukum asal adalah tercegah beribadah dari orang lain kecuali dengan dalil.”

Selain itu, ternyata orang yang meningal juga tidak berwasiat, sehingga orang lain tidak dapat berkurban menggantikannya. Mereka membedakan antara berkurban dan shadaqah, bahwa kurban menyerupai fida’ {penebusan diri}, sehingga jika dilakukan oleh orang lain harus terdapat izin dari pihak yang akan dilaksanakan kurbannya, berbeda dengan shadaqah. Dalam halaman berikutnya (693) Syaikh Mahfudz at-Tarmasi kembali menerangkan:

Baca Juga:  Bagaimana Cara Wudhu Muslimah di Tempat Terbuka?

وَلاَيُضْحِيْ أَحَدٌ عَنْ مَيّتٍ لَمْ يُوْصِ لِمَا مَرَّ وَفُرِّقَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الصَّدَقَةِ بِأَنَّهَا تُشْبِهُ الْفِدَاءَ عَنِ النَّفْسِ فَتَوَقَّفَتْ عَلَى اْلإِذْنِ بِخِلاَفِ الصَّدَقَةِ وَمِنْ ثَمَّ لاَيَفْعَلُهَا وَارِثٌ وَأَجْنَبِيٌّ عَنِ الْمَيِّتَ وَإِنْ وَجَبَتْ بِخِلاَفِ نَحْوِ حَجٍّ وَزَكَاةٍ وَكِفَارَةٍ ِلأَنَّ هذِهِ لاَ فِدَاءَ فِيْهَا فَأَشْبَهَتِ الْمَدْيُوْنُ وَلاَ كَذلِكَ التَّضْحِيَّةُ

“Seseorang tidak boleh berkurban dari mayit yang tidak berwasiat karena alasan yang telah disebutkan. Ia dan shodaqoh dibedakan dengan; bahwa berkurban menyerupai fida’ (pe-nebusan) diri, maka terkait dengan izin, berbeda dengan shodaqoh. Oleh karenanya, ahli waris dan orang lain tidak boleh menggantikannya, walaupun kurban wajib. Berbeda dengan semisal haji, zakat, dan kafarot, karena di dalamnya tidak terdapat unsur fida’. Hal-hal ini menyerupai hutang, sedangkan berkurban tidak.

Namun sebagian ulama’ seperti Imam ar-Rofi’i membolehkannya karena mengedepankan nilai shodaqohnya. Sebagaimana keterangan beliau dalam Hasyiyyah ‘Umairoh juz VI halaman 256:

Baca Juga:  Begini Bacaan Mandi Wajib yang Sebaiknya Kamu Hafal

وَقَالَ الرَّافِعِيُّ : فَيَنْبَغِي أَنْ يَقَعَ لَهُ وَإِنْ لَمْ يُوصِ لِأَنَّهَا ضَرْبٌ مِنْ الصَّدَقَةِ وَحُكِيَ عَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ السَّرَّاجِ شَيْخِ الْبُخَارِيِّ أَنَّهُ خَتَمَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثَرَ مِنْ عَشَرَةِ آلَافِ خَتْمَةٍ وَضَحَّى عَنْهُ مِثْلَ ذَلِكَ

”Dan ar-Rofi’i berpandapat: “Seyogyanya berkurban dari mayit berhasil baginya, walaupun ia tidak berwasiat, karena ia termasuk varian shodaqoh. Diceritakan dari Abu al-‘Abbas as-Sarroj, guru al-Bukhori, bahwa sungguh ia menghatamkan Al Quran bagi Rosulullah SAW lebih dari sepuluh ribu kali dan berkurban baginya dengan sebandingnya.”

Selain itu dijelaskan juga, dalam fatwa nomer 13884 yang berbunyi sebagai berikut:

الأول: تصح وهو مذهب الجمهور ويصله ثوابها، ويؤيده ما رواه أبو داود والترمذي في سننهما وأحمد في المسند والبيهقي والحاكم وصححه، أن عليا رضي الله عنه كان يضحي عن النبي صلى الله عليه وسلم بكبشين، وقال: إنه صلى الله عليه وسلم أمره بذلك

Baca Juga:  Bagaimana Hukum Menjual Buku yang Disegel?

Berdasarkan penjelasan dalil di atas, menurut mayoritas ‘ulama (jumhurul ‘ulama) berpendapat hukumnya sah melaksanakan kurban untuk orang yang meninggal dan pahalanya sampai kepada mayit tersebut.

Hal ini juga dikuatkan dalam keterangan kitab Sunan Abu Daud dan at Turmudzi, Musnad Ahmad dan Imam Baihaqi serta Imam Hakim menganggap shahih hadis tersebut. Bahwa Ali bin Abi Thalib itu melaksanakan qurban dua kambing kibas dari Rasulullah dan Ali berkata: sesungguhnya Rasulullah memerintahkan hal tersebut.

Demikian semoga bermanfaat. Wallahua’lam bisshawab.

Lukman Hakim Hidayat