Celana Cingkrang Itu Sah-sah Saja, Tapi Benarkah Itu Sunnah Nabi?

celana cingkrang

Pecihitam.org – Selama beberapa waktu lalu celana cingkrang pernah menjadi trend dikalangan tertentu. Mereka beranggapan bahwa memakai celana tersebut merupalan sunnah Nabi. Hal ini juga berkaitan dengan hadits tentang larangan isbal yaitu memanjangkan kain dibawah mata kaki. Lantas benarkah bahwa celana cingkarang itu sunnah Nabi? Berikut ulasannya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Daftar Pembahasan:

Celana Cingkrang Sunnah?

Sebelum membahas lebih jauh mengenai celana cingkrang, agar tidak keliru pemahamannya, terlebih dahulu kita harus membedakan antara dua jenis ‘sunah’. Pertama, sunnah yang pengertiannya adalah ‘apa-apa yang dilakukan Rasulullah Saw’.

Yang kedua, adalah sunah yang pengertiannya terkait hukum Fiqh: sebagai sesuatu yang dianjurkan untuk dilakukan. Yaitu ketika sesuatu lebih baik untuk dilakukan (berpahala), namun jika ditinggalkan tidak apa-apa (tidak berdosa).

Nah, mengenai celana cingkrang ini berarti kaitannya adalah tentang apa-apa saja yang dilakukan atau dicontohkan Rasulullah Saw, bukan mengenai hukum fiqih.

Memang terdapat riwayat yang mengatakan bahwa dalam kesehariannya pakaian Rasulullah Saw selalu berada di atas mata kaki. Hal ini berdasarkan keterangan hadist sari Al-Asy’ats bin Sulaim, ia berkata :

سَمِعْتُ عَمَّتِي ، تُحَدِّثُ عَنْ عَمِّهَا قَالَ : بَيْنَا أَنَا أَمْشِي بِالمَدِيْنَةِ ، إِذَا إِنْسَانٌ خَلْفِي يَقُوْلُ : « اِرْفَعْ إِزَارَكَ ، فَإِنَّهُ أَنْقَى» فَإِذَا هُوَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّمَا هِيَ بُرْدَةٌ مَلْحَاءُ) قَالَ : « أَمَّا لَكَ فِيَّ أُسْوَةٌ ؟ » فَنَظَرْتُ فَإِذَا إِزَارَهُ إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ

Saya pernah mendengar bibi saya menceritakan dari pamannya yang berkata, “Ketika saya sedang berjalan kaki di kota Madinah, tiba-tiba seorang laki-laki di belakangku berkata, ’Angkat kainmu, karena itu akan lebih bersih.’ Ternyata orang yang berbicara itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku berkata, Sesungguhnya yang kukenakan ini tak lebih hanyalah burdah yang bergaris-garis hitam dan putih”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau tidak menjadikan aku sebagai teladan?” Aku melihat kain sarung beliau, ternyata ujung bawahnya di pertengahan kedua betisnya.” (Lihat Mukhtashor Syama’il Muhammadiyyah, hal. 69, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan)

Dari Hudzaifah bin Al-Yaman, ia berkata, “Rasulullah Saw memegang salah satu atau kedua betisnya. Lalu beliau bersabda:

هَذَا مَوْضِعُ الإِزَارِ فَإِنْ أَبِيْتَ فَأَسْفَلَ فَإِنْ أَبِيْتَ فَلاَ حَقَّ لِلإِْزَارِ فِي الْكَعْبَيْنِ

“Di sinilah letak ujung kain. Kalau engkau tidak suka, bisa lebih rendah lagi. Kalau tidak suka juga, boleh lebih rendah lagi, akan tetapi tidak dibenarkan kain tersebut menutupi mata kaki.” (Mukhtashor Syama’il Al Muhammadiyyah, hal.70)

Dari dua hadits ini saja terlihat bahwa IZAR yang disebutkan (kain/sarung) yang dikenakan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berada di atas mata kaki sampai pertengahan betis. Boleh bagi seseorang menurunkan kainnya, namun dengan syarat tidak sampai menutupi mata kaki.

Baca Juga:  Bagaimana Hukum Ziarah Kubur Bagi Wanita Menurut Islam, Betulkah Dilarang?

Selain itu Izar dalam hadits diatas juga menyebutkan makna kain bukan celana. Sebab belum ditemukan keterangan bahwa Nabi Saw pernah mengenakan celana. Wallahua’lam.

Adapun mengenai pakaian apa yang disukai Rasulullah Saw terdapat keterangan yaitu pakaian gamis. Hal ini berdasarkan keterangan hadits dari Ummu Salamah ra., ia berkata,

كَانَ أَحَبَّ الثِّيَابِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم – الْقَمِيصُ

“Pakaian yang paling disukai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu gamis.” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Hadits di atas disebutkan oleh Imam Nawawi dalam Riyadhus Sholihin di mana hadits tersebut menunjukkan bahwa pakaian yang paling disukai oleh Nabi Muhammad Saw adalah pakaian gamis.

Dengan demikian jika berdasarkan hadits tersebut dan juga keterangan dari Imam Nawawi, sunnah Nabi ternyata adalah memakai gamis bukan celana. Maka cukup jelas disini bahwa celana cingkrang bisa dikatakan bukanlah sunnah Nabi.

Meskipun pada dasarnya bagi kita memakai celana pun tetap diperbolehkan dan tidak menjadi masalah. Hal ini juga ada dasarnya yaitu hadist Nabi berikut:

عن ابن عباس رضي الله عنهما قالسمعت النبي صلى الله عليه وسلم يخطب بعرفات من لم يجد النعلين فليلبس الخفين ومن لم يجد إزارا فليلبس سراويل للمحرم

Dari Ibnu ‘Abbas ra berkata: ”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah kepada kami saat dipadang ‘Arafah. Beliau bersabda: ”Barang siapa yang tidak mempunyai sepasang sandal maka pakailah sepasang sepatu. Barang siapa yang tidak mempunyai sarung maka pakailah celana bagi yang berihrom.” (Shahih Al-Bukhari)

Imam Al-Qurthubi mengatakan bahwa jika melihat dhahir hadits ini menjelaskan tentang kebolehan memakai sepatu jika tdk punya sandal dan boleh memakai celana jika tdk memiliki kain bagi yang sedang ihrom.

Hukum Isbal Benarkah Masuk Neraka?

Mengenai celana cingkrang yang katanya sunnah nabi ini memang banyak yang mengkaitkan dengan Isbal. Isbal sendiri artinya adalah menjulurkan pakaian ke bawah hingga melewati mata kaki atau hingga menyentuh tanah.

Baca Juga:  Wudhu dengan Segelas Air, Apakah Hukumnya Sah?

Nah dari sini sebagian ada yang mengatakan bahwa barang siapa yang Isbal maka akan masuk neraka. Itu sebabnya kalangan tertentu sangat suka mengkampanyekan celana cingkrang agar tidak Isbal katanya.

Setelah pembahasan Celana cingkrang yang ternyata bukan sunnah nabi. Karena ternyata yang lebih sunnah adalah gamis, maka selanjutnya kiita akan membahas mengenai hukum memakai celana Isbal.

Hukum memakai celana di bawah mata kaki (isbal) khususnya bagi kaum lelaki hingga kini masih menjadi perdebatan di sebagian masyarakat. Perdebatan ini muncul karena ada sebagian ulama ada yang memahami hadis terkait isbal dengan menggunakan satu riwayat hadis saja, sedangkan ulama yang lain memahami persoalan isbal dengan menggunakan banyak riwayat hadits.

Itu sebabnya, ulama yang memahami isbal dengan merujuk pada satu riwayat saja cenderung melarang bahkan mengharamkan isbal. Sedangkan ulama lainnya ada yang membolehkan isbal selama tidak dengan rasa sombong dalam hati.

Berikut adalah riwayat hadis tentang isbal:

عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال ما أسفل من الكعبين من الإزار ففي النار

“Dari Abu Hurairah Rasulullah SAW bersabda: Orang yang memakai sarung di bawah mata kaki, akan berada di dalam api neraka. (HR. Al-Nasa’i)

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال بينما رجل يجر إزاره إذ خسف به فهو يتجلجل في الأرض إلى يوم القيامة

“Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Ketika seorang lelaki menyeret kainnya karena rendah (menutupi mata kaki), maka dia berbuat sombong di muka bumi hingga hari kiamat”. (HR. Al-Bukhari)

Dalam riwayat hadits di atas terkait Isbal konteksnya masih umum, bahwa siapapun di antara umat muslim laki-laki yang memakai pakaian panjang melebihi mata kaki maka tempatnya di neraka.

Hadits tersebut tidak menjelaskan motif dan larangan pakaian isbal. Maka, sekilas bila dua hadis di atas dipahami secara tekstual, yang muncul adalah seseorang yang memakai sarung atau celana yang panjangnya melebihi mata kaki, dia akan dimasukkan ke dalam neraka.

Akan tetapi jika kita lebih mendalami dengan membaca dan mengumpulkan hadits-hadits yang berkenaan dengan isbal tersebut, maka kita akan mengetahui apa yang ditarjihkan oleh Imam an-Nawawi, Ibnu Hajar dan ulama lainnya.

Bahwa sesungguhnya yang dimaksud dari hadits di atas adalah motivasi sombong dari menjulurkan kain yang dikenakannnya. Itulah yang diancam dengan hukuman neraka.

Baca Juga:  Betulkah Tabarruk Merupakan Perbuatan Bid'ah atau Syirik, Seperti Tuduhan Minhum?

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ ثَوْبِي يَسْتَرْخِي إِلاَّ أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ لَسْتَ تَصْنَعُ ذَلِكَ خُيَلاَءَ (صحيح البخاري، 3392)

Dari Abdullah bin Umar ra berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang memanjangkan pakaiannya hingga ke tanah karena sombong, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan melihatnya (memperdulikannya) pada hari kiamat” Kemudian sahabat Abu Bakar bertanya, sesungguhnya bajuku panjang namun aku sudah terbiasa dengan model seperti itu. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya engkau tidak melakukannya karena sombong.” (HR. Bukhari)

Sehingga intinya adalah, perihal isbal yang menyebabkan orang masuk neraka yaitu karena sifat sombong pemakainya. Akhirnya baik orang yang memakai pakaian isbal atau celana cingkrang sekalipun, lalu disertai dengan kesombongan ketika memakainya, maka tetap saja neraka juga tempatnya. Intinya isbal atau tidak dalam berpakaian sama saja dibolehkan asal tidak disertai kesombongan.

Kesimpulan

Setidaknya dari semua penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan sederhana yaitu:

  • Sunnah memakai izar (kain/sarung) setengah betis atau diatas mata kaki.
  • Boleh memakai sirwal (celana panjang). Namun pakaian kesukaan Rasulullah Saw adalah qamish (baju kurung panjang) dan inilah yang sunnah nabi.
  • Belum ditemukan riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw pernah memakai celana panjang, apalagi celana cingkrang.
  • Hukum Isbal masih terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama
  • Boleh Isbal selama tidak ada kesombongan dalam hatinya

Inti yang paling penting lagi adalah, beragama bukanlah sekedar formalitas dhohir saja namun kualitas hatinya. Bukan berarti mengesampingkan penampilan, karena itu juga ada dalam anjuran agama. Maksudnya adalah, terkadang banyak yang terlalu mementingkan penampilannya hingga lupa substansinya.

Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik