Hadits Shahih Al-Bukhari No. 228-229 – Kitab Wudhu

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 228-229 – Kitab Wudhu ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Najis yang Jatuh ke dalam Minyak Samin atau Air” hadis ini menjelaskan tentang pertanyaan Maimunah ra kepada Rasulullah saw tentang tikus yang jatuh kedalam minyak samin. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 2 Kitab Wudhu. Halaman 339-343.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Hadits Shahih Al-Bukhari No. 228

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ مَيْمُونَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ فَأْرَةٍ سَقَطَتْ فِي سَمْنٍ فَقَالَ أَلْقُوهَا وَمَا حَوْلَهَا فَاطْرَحُوهُ وَكُلُوا سَمْنَكُمْ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Isma’il] telah menceritakan kepadaku [Malik] dari [Ibnu Syihab Az Zuhri] dari [Ubaidullah bin ‘Abdullah] dari [Ibnu ‘Abbas] dari [Maimunah], bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang bangkai tikus yang jatuh ke dalam lemak (minyak samin). Maka Beliau menjawab: “Buanglah bangkai tikus itu ada apa yang ada di sekitarnya, lalu makanlah lemak kalian.”

Keterangan Hadis: عَنْ مَيْمُونَةَ (Dari Maimunah). Maksudnya adalah Maimunah binti Al Harits, bibi lbnu Abbas RA.

سُئِلَ عَنْ فَأْرَةٍ (Ditanya mengenai tikus) Orang yang bertanya di sini adalah Maimunah sendiri. Sementara disebutkan dalam riwayat Al Qaththan dan Juwairiyah dari Malik sehubungan dengan hadits ini, “Bahwa Maimunah meminta fatwa.” (diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni dan selainnya).

سَقَطَتْ فِي سَمْنٍ (Jatuh ke dalam minyak samin) Dalam riwayat Imam An-Nasa’ i melalui jalur Abdurrahman bin Mahdi dari Malik terdapat tambahan, فِي سَمْنٍ جَامِدٍ (Di minyak samin yang membeku). Kemudian dalam kitab tentang sembelihan, Imam Bukhari menambahkan lafazh فَمَاتَتْ (Lalu tikus itu mati).

وَمَا حَوْلَهَا (Dan apa yang ada di sekitarnya), yakni minyak samin yang ada di sekitar tikus tersebut.

Hadits Shahih Al-Bukhari No. 229

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا مَعْنٌ قَالَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ مَيْمُونَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ فَأْرَةٍ سَقَطَتْ فِي سَمْنٍ فَقَالَ خُذُوهَا وَمَا حَوْلَهَا فَاطْرَحُوهُ قَالَ مَعْنٌ حَدَّثَنَا مَالِكٌ مَا لَا أُحْصِيهِ يَقُولُ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ مَيْمُونَةَ

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 41 – Kitab Iman

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [‘Ali bin ‘Abdullah] berkata, telah menceritakan kepada kami [Ma’n] berkata, telah menceritakan kepada kami [Malik] dari [Ibnu Syihab] dari [Ubaidullah bin ‘Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud] dari [Ibnu ‘Abbas] dari [Maimunah], bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang bangkai tikus yang jatuh ke dalam lemak (minyak samin). Beliau lalu menjawab: “Buanglah bangkai tikus itu dan lemak yang ada di sekitarnya.” [Ma’n] berkata, telah menceritakan kepada kami [Malik] -apa yang aku tidak bisa menghitungnya- ia berkata dari [Ibnu ‘Abbas] dari [Maimunah].”

Keterangan Hadis: خُذُوهَا وَمَا حَوْلَهَا فَاطْرَحُوهُ (Buanglah tikus itu dan minyak yang ada disekitarnya) Maksudnya buanglah tikus tersebut dan semua minyak samin yang berada di dekatnya, lalu makanlah (pakailah) minyak yang tersisa sebagaimana diindikasikan oleh riwayat terdahulu.

قَالَ مَعْن (Ma ‘nun berkata). Ungkapan ini adalah perkataan Ali bin Abdullah, sehingga silsilah periwayatannya bersambung sampai kepada Imam Bukhari.

Hanya saja Imam Bukhari menyebutkan perkataan Ma’nun di samping menyebutkan hadits yang diriwayatkannya, meski silsilah periwayatan di sini jauh lebih panjang daripada riwayat yang pertama, padahal lafazhnya tidak jauh berbeda. Hal itu untuk memberi isyarat adanya perselisihan mengenai Imam Malik dalam jalur periwayatan ini, dimana para penukil kitab Al Muwaththa’ telah meriwayatkan hadits tersebut dari Imam Malik, lalu mereka berbeda penuturan.

Di antara mereka ada yang menukil dari Imam Malik dengan silsilah periwayatan sebagaimana di atas, seperti Yahya bin Yahya dan lain-lain. Di antara mereka ada pula yang tidak menyebutkan Maimunah dalam jalur periwayatannya, seperti Al Qa’nabi dan lainnya. Adapula yang tidak menyebutkan Ibnu Abbas dalam jalur periwayatannya, seperti Asyhab. Ada pula di antara mereka yang tidak menyebutkan Ibnu Abbas atau Maimunah dalam jalur periwayatannya, seperti Yahya bin Bukair dan Abu Mush’ab.

Kemudian tidak ada di antara mereka yang menyebutkan lafazh جَامِد (yang membeku) kecuali Abdurrahman bin Mahdi, sebagaimana hal ini disebutkan oleh Abu Dawud Ath-Thayalisi dalam Musnad-nya dari Sufyan bin Uyainah dari Ibnu Syihab.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 654-655 – Kitab Adzan

Telah diriwayatkan oleh Al Humaidi dan para ahli hadits lainnya dari murid-murid Ibnu Uyainah tanpa menyebut lafazh tersebut -seraya menuturkan silsilah periwayatan yang sangat baik- dimana mereka menyebutkan Ibnu Abbas serta Maimunah, dan ini adalah shahih.

Lalu diriwayatkan pula oleh Abdurrazzaq dari Ma’mar dari Ibnu Syihab dengan silsilah periwayatan yang baik, di samping itu beliau menukil juga dari Ibnu Syihab melalui jalur periwayatan lain dari Sa’id bin Musayyab dari Abu Hurairah RA dengan lafazh, “Rasulullah SAW ditanya tentang tikus yang jatuh ke dalam minyak samm, maka beliau bersabda, إِذَا كَانَ جَامِدًا فَأَلْقُوهَا وَمَا حَوْلَهَا وَإِنْ كَانَ مَائِعًا فَلَا تَقْرَبُوهُApabila minyak samin itu telah membeku. Maka buanglah tikus itu dan minyak yang ada di sekitarnya. Tapi apabila minyak samin tersebut cair maka janganlah kamu mendekatinya (buanglah semua).”

Imam Tirmidzi menceritakan dari Imam Bukhari bahwa beliau berkata sehubungan dengan riwayat Ma’mar, “Riwayat ini kelim.” Sementara Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari bapaknya, “Riwayat ini salah.” Kemudian Imam Tirmidzi mengisyaratkan bahwa riwayat tersebut termasuk syadz (ganjil/cacat). Lalu Adz-Dzuhli berkata dalam kitab Az-Zuhriyat, “Kedua jalur periwayatan itu bagi kami sama-sama akurat, akan tetapi jalur lbnu Abbas dari Maimunah jauh lebih masyhur.” wallahu a ‘lam.

Lalu lbnu At-Tin mempertanyakan sikap Imam Bukhari yang rnenyebutkan perkataan Ma’nun di atas, padahal pernyataan itu sendiri tidak rnenyalahi riwayat Isrna’il. Untuk itu dikatakan, bahwa maksud Imam Bukhari adalah untuk menjelaskan sesungguhnya Isma’il tidaklah menyendiri dalam menuturkan hadits tersebut dengan jalur yang baik. Hanya saja saya melihat ada kesesuaian yang lain, yaitu bahwa riwayat Ma’nun disebutkan pada kitab selain Al Muwaththa’ dengan jalur periwayatan seperti di atas, sementara riwayat beliau yang tercantum dalam kitab Al Muwaththa tidak menyebutkan Ibnu Abbas serta Maimunah.

Demikianlah yang dikutip oleh Al Isma’ili dan selainnya. Maka dari sini Imam Bukhari ingin mengisyaratkan bahwa perbedaan versi tersebut tidaklah mengurangi nilai keakuratan hadits ini, sebab Imam Malik terkadang meriwayatkannya dengan silsilah periwayatan yang lengkap dan pada kali yang lain beliau sengaja tidak menyebutkan sebagian perawinya.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 598 – Kitab Adzan

Riwayat yang disebutkan dengan silsilah periwayat­an yang lengkap lebih didahulukan daripada yang lain, karena riwayat ini telah didengar oleh Ma’nun bin Isa berkali-kali dari Imam Malik serta di­perkuat pula oleh sejumlah ahli hadits lainnya, wallahu a ‘lam.

Pelaajran yang dapat diambil

Mayoritas ulama berpegang dengan hadits Ma’mar yang membedakan antara minyak yang telah membeku dengan minyak yang cair. Telah dinukil oleh lbnu Abdil Barr adanya kesepakatan bahwa zat cair yang membeku dan kejatuhan najis, maka yang dibuang adalah apa yang ada di sekitarnya, jika telah diketahui secara pasti bahwa bagian-bagian najis tersebut hanya tidak mengenai apa yang ada di sekitarnya.

Adapun zat yang masih cair maka para ulama berbeda pendapat, mayoritas mereka mengatakan bahwa zat cair itu berubah menjadi najis secara keseluruhan apabila najis itu jatuh ke dalamnya. Lalu segolongan yang Iain, di antaranya Az-Zuhri dan Al Auza’i, menyalahi pandangan mayoritas tersebut. Penjelasan lebih rinci mengenai hal ini akan diterangkan pada bab “Sembelihan”, demikian juga dengan masalah memanfaatkan minyak yang tercampur najis.

lbnu Munir berkata, “Kesesuaian hadits tentang minyak samin dengan perkataan para ulama yang disebutkan terdahulu adalah untuk menjelaskan pendapat penulis secara pribadi, bahwa yang menjadi pedoman najis tidaknya sesuatu adalah perubahan sifat (rasa, bau dan warna).

Adapun bulu dan tulang bangkai dianggap suci, karena bulu dan tulang tidak berubah setelah hewan tersebut mati. Demikian pula seharusnya hukum yang berlaku pada minyak samin yang terletak jauh dari ternpat jatuhnya bangkai apabila tidak terjadi perubahan apa-apa. Menjadi konsekuensi pemikiran ini, adalah apabila ada air yang kejatuhan najis dan tidak berubah salah satu sifatnya, maka air tersebut tidak berubah menjadi najis.

M Resky S