Hadits Shahih Al-Bukhari No. 517-518 – Kitab Waktu-waktu Shalat

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 517-517 – Kitab Waktu-waktu Shalat ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Waktu Ashar” Hadis-hadis ini menjelaskan kapan dan bagaimana Rasulullah saw melaksanakan salat Ashar. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 3 Kitab Waktu-waktu Shalat. Halaman 366-370.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ قَالَ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ حَدَّثَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الْعَصْرَ وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ حَيَّةٌ فَيَذْهَبُ الذَّاهِبُ إِلَى الْعَوَالِي فَيَأْتِيهِمْ وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ وَبَعْضُ الْعَوَالِي مِنْ الْمَدِينَةِ عَلَى أَرْبَعَةِ أَمْيَالٍ أَوْ نَحْوِهِ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Abu Al Yaman] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Syu’aib] dari [Az Zuhrii] berkata, telah menceritakan kepadaku [Anas bin Malik] berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melaksanakan shalat ‘Ashar saat matahari masih meninggi. Dan jika ada seseorang pergi menemui keluarganya kemudian kembali, maka ia akan mendapati matahari masih tinggi. Sedangkan sebagian desa jaraknya dengan Madinah ada yang berjarak sampai empat mil atau sekitar itu.”

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كُنَّا نُصَلِّي الْعَصْرَ ثُمَّ يَذْهَبُ الذَّاهِبُ مِنَّا إِلَى قُبَاءٍ فَيَأْتِيهِمْ وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [‘Abdullah bin Yusuf] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Malik] dari [Ibnu Syihab] dari [Anas bin Malik] berkata, “Kami pernah melakanakan shalat ‘Ashar, dan jika salah seorang dari kami pergi ke Quba mendatangi mereka (penduduk), maka matahari masih tinggi.”

Keterangan Hadis: وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ حَيَّةٌ (dan matahari meninggi dan masih panas berwarna putih bersih), kalimat ini menunjukkan sinar matahari tersebut masih panas.

فَيَأْتِيهِمْ وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ (dan tiba kembali di tempat semula ketika matahari masih tinggi) Artinya di bawah ketinggian itu, tapi tidak sampai batas rendah. Ini menunjukkan bahwa Rasul bersegera dalam menunaikan shalat Ashar.

Imam Nasa’i dan Thahawi meriwayatkan dari jalur Ubay dari Anas, dia berkata, كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِنَا الْعَصْرَ وَالشَّمْسُ بَيْضَاءُ مُحَلِّقَةٌ ، ثُمَّ أَرْجِعُ إِلَى قَوْمِي فِي نَاحِيَةِ الْمَدِينَةِ فَأَقُولُ لَهُمْ قُومُوا فَصَلُّوا فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ صَلَّى (Rasul SAW shalat Ashar dengan kami, dan matahari putih. Lalu saya pulang ke kaumku di ujung kota. Lalu saya berkata, “Berdirilah kalian dan shalatlah sebab Rasul SAW telah shalat.”)

Imam Ath-Thahawi berkata, “Kita tahu bahwa kaum Anas tidak shalat Ashar kecuali sebelum matahari menguning. Itu menunjukkan bahwa Rasul SAW menyegerakan shalat Ashar .

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 596-597 – Kitab Adzan

وَبَعْضُ الْعَوَالِي (sebagian ‘Awali) Artinya jarak antara sebagian ‘Awali dan Madinah seperti yang telah disebutkan.

Imam Bukhari dalam kitab tentang Al I’tisham menyebutkan secara mu’allaq, dan Al Baihaqi menyebutkannya secara bersambung dari jalur Al-Laits, dari Yunus, dari Zuhri, tapi dia mengatakan, “Empat atau tiga mil”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Awanah dalam Shahih-nya dan Abu Abbas dari Ahmad bin Al Faraj Abu Utbah, dari Muhammad bin Abu Humair, dari Ibrahim bin Abu Ublah, dari Zuhri dengan lafazh, (jarak ‘Awali dan Madinah adalah tiga mil). Imam Daruquthni meriwayatkan dari Al Muhamili, dari Abu Utbah yang telah disebutkan, dimana dikatakan, (berjarak enam mil). Sedangkan Abudurrazzaq meriwayatkan dari Ma’mar, dari Zuhri, dia mengatakan (berjarak dua atau tiga mil). Dengan demikian dapat diketahui bahwa jarak ‘Awali yang paling dekat dari Madinah adalah dua mil, sedangkan jarak yang paling jauh adalah enam mil, jika riwayat Al Muhamili tersebut akurat. Namun riwayat dari Malik menyebutkan, (jarak -perkampungan yang terletak di dataran tinggi- yang paling jauh adalah tiga mil).

Al Qadhi Iyadh mengatakan, “maksudnya adalah sebagian besar perkampungan tersebut, karena yang paling jauh adalah berjarak delapan mil.” Untuk itu, Ibnu Abdil Barr menegaskan demikian. Dimungkinkan juga bahwa yang dimaksud adalah tempat yang didatangi seseorang dalam kondisi seperti ini.

Adapun maksud ‘awali adalah perkampungan yang ada di sekeliling Madinah dari Arah Najed. Sedangkan perkampungan yang ada di sekeliling Madinah dari arah Tihamah dinamakan safilah ( dataran rendah).

Catatan: Kalimat وَبَعْضُ الْعَوَالِي adalah perkataan Zuhri yang disisipkan dalam hadits Anas. Hal itu diterangkan Abdurrazzaq dari Ma’mar, dari Zuhri dalam hadits ini. Dia berkata -setelah kalimat وَالشَّمْسُ حَيَّةٌ Zuhri berkata, وَالْعَوَالِي مِنْ الْمَدِينَةِ عَلَى مِيلَيْنِ أَوْ ثَلَاثَةٍ Imam Al Karmani tidak mengetahui secara pasti tentang hal ini, maka dia mengatakan bahwa kalimat tersebut mungkin perkataan Imam Bukhari, Anas, atau Zuhri.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 555-558 – Kitab Waktu-waktu Shalat

Dalam riwayat lain dikatakan كُنَّا نُصَلِّي الْعَصْرَ (Kita shalat Ashar) Maksudnya bersama Nabi SAW, sebagaimana yang nampak dari jalur lain. Khalid bin Makhlad meriwayatkan dari Malik seperti di atas, dimana Imam Daruquthni juga menegaskan dalam kitab Gharaib-nya.

ثُمَّ يَذْهَبُ الذَّاهِبُ مِنَّا إِلَى قُبَاءَ (kemudian salah seorang dari kami pergi ke Quba’) Seolah-olah Anas memaksudkan Adz-Dzahib (orang yang pergi) adalah dirinya sebagaimana diriwayatkan oleh Ubay Al Abyadh.

Ibnu Abdil Barr berkata, “Tidak ada perbedaan tentang Malik yang mengatakan dalam hadits ini إِلَى قُبَاءَ Namun pengikut Zuhri tidak ada yang menguatkan lafazh ini, karena mereka semua mengatakan إِلَى الْعَوَالِي dan inilah yang kuat menurut ahli hadits. Dia juga mengatakan, bahwa perkataan Imam Malik إِلَى قُبَاءَ adalah merupakan keraguan. Namun pemyataan ini dikritik, ‘ karena telah diriwayatkan dari lbnu Abu Dzi’b dari Zuhri إِلَى قُبَاءَ sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Malik. Al Baji telah menukil dari Daruquthni dan menisbatkan keraguan tersebut kepada Imam Malik, yaitu jika benar keraguan itu, maka mungkin berasal dari Malik atau dari Zuhri ketika meriwayatkan hadits tersebut kepada Malik.

Khalid bin Makhlad meriwayatkan dari Malik. Dia mengatakan, إِلَى الْعَوَالِي sebagaimana yang dikatakan oleh Jama’ah. Namun perbedaan terhadap Malik, tapi dikuatkan dari Zuhri yang berbeda dengan apa yang ditegaskan oleh lbnu Abdil Barr.

Adapun ungkapan yang mengatakan bahwa yang benar adalah الْعَوَالِي maka dianggap shahih dari segi lafazh. Meskipun demikian, maknanya saling berdekatan. Namun riwayat Malik lebih khusus, karena Quba’ termasuk ‘awali (perkampungan yang terletak di dataran tinggi sekitar Madinah) dan bukan semua ‘awali termasuk Quba’. Seolah-olah ketika Malik melihat bahwa dalam riwayat Zuhri disebutkan secara ringkas, maka dia berpegang pada riwayat yang telah ditafsirkan, yaitu riwayatnya dari Ishaq dimana dia mengatakan, (kemudian orang-orang keluar ke perkampungan Bani Amru bin ‘Auj) dan telah dijelaskan bahwa mereka adalah penduduk Quba’. Untuk itu Malik berpegang bahwa kisah tersebut hanya satu, karena keduanya meriwayatkan dari Anas dan artinya sangat berdekatan. Pendapat yang mengompromikan riwayat ini lebih baik daripada memastikan bahwa Malik telah ragu dalam hal ini.

Baca Juga:  Mengenal Fungsi Hadis Terhadap AlQuran Menurut Para Ulama

Adapun Ibnu Baththal yang berdalil bahwa keraguan tersebut bersumber dari orang-orang yang meriwayatkan dari Malik dengan riwayat Khalid bin Makhlad di atas yang sesuai dengan riwayat Jama’ah, adalah pendapat yang perlu dikaji kembali, karena Imam Malik telah menegaskan dalam kitabnya Al Muwaththa’ dengan lafazh yang diriwayatkan pengikutnya darinya, maka riwayat Khalid bin Makhlad adalah riwayat syadz (menyalahi perawi yang lebih kuat). Lalu bagaimana dapat menjadi dalil yang menyatakan bahwa riwayat Jama’ah itu terdapat keraguan? Bahkan seandainya kita menerima keraguan tersebut, maka keraguan tersebut berasal dari Malik, sebagaimana yang ditegaskan oleh Al Bazzar dan Daruquthni atau dari Zuhri ketika meriwayatkannya kepada Malik.

Cara yang lebih baik adalah mengompromikan riwayat yang ada, sebagaimana yang telah kami jelaskan. lbnu Rasyid mengatakan, bahwa Imam Bukhari telah membenarkan Malik dengan isyarat dan ungkapan yang singkat, karena dia mendahulukan riwayat yang mujmal (global) kemudian menyebutkan riwayat Malik yang menafsirkannya.

إِلَى قُبَاءَ فَيَأْتِيهِمْ (ke Quba’ dan mendatangi mereka) maksudnya kepada penduduk Quba’.

Imam Nawawi mengatakan bahwa dalam hadits terdapat penjelasan tentang bersegera melaksanakan shalat Ashar pada awal waktunya, karena mungkin -dalam teks yang lain “tidak mungkin”­pergi setelah shalat Ashar dengan jarak dua mil atau lebih sedangkan matahari tidak berubah. Dalam hal ini jumhur ulama telah berdalil bahwa awal waktu shalat Ashar adalah bayang-bayang suatu benda sama dengan panjangnya, berbeda dengan pendapat Abu Hanifah. Hal ini telah diterangkan dalam bab sebelumnya.

M Resky S