Mengenal Fungsi Hadis Terhadap AlQuran Menurut Para Ulama

fungsi hadis

“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan sunnah Rasulnya” (HR. Malik).

Pecihitam.org – Tentu dalam pengertian Sunnah atau hadits disini, bisa dikatakan  bahwasanya  apapun yang disandarkan dari Rasulullah Saw., baik dari segi perbuatan, ucapan maupun ketetapannya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Tidak hanya itu, Sunnah atau hadis pun sangat berperan penting dalam melengkapi pemahaman kita terhadap Al Qur’an. Untuk itu berikut pemaparan terkait peran atau fungsi hadis terhadap Al Qur’an menurut para ulama dan contohnya.

Namun sebelumnya yang perlu kita ketahui ialah tidak semua orang yang mengaku mencintai dan mengikuti ajaran Rasulullah Saw., benar benar mengikuti apa yang dilakukan Rasulullah Saw., semasa hidupnya.

Karena faktanya, dari dulu bahkan bisa saja sampai sekarang masih ada yang namanya golongan yang merupakan bagian dari paham ingkar sunnah. Yakni mereka yang sengaja tidak menggunakan sunnah sebagai sumber hukum melainkan hanya fokus pada ajaran dan hukum yang tercantum pada Al Qur’an saja.

Padahal? Dalam memahami Al Qur’an sendiri kita pun perlu dituntut untuk memahami hadis atau sunnah itu sebaik mungkin. Karena bagaimana cara kita memahami ajaran agama itu dengan baik yang jikalau kita sengaja untuk tidak menggunkan sunnah?

Bukankah sunnah sendiri telah ditetapkan sebagai bayan (penjelas) dalam memahami berbagai ayat atau hukum yang masih tidak jelas dalam Al Qur’an atau yang masih bersifat umum? Sehingga memandang fenomena ini, para ulama memiliki pandangan masing-masing terkait fungsi hadis itu terhadap Al Qur’an.

Seperti dalam pandangan Imam Malik bin Anas yang menyebutkan ada lima fungsi hadis yakni diantaranya Bayan al Taqrir, Bayan al tafsir, Bayan al tafshil, Bayan al Ba’ts, dan Bayan al Tasyri’.

Sedangakan Imam Syafi’i menyebutkan beberapa fungsi hadis diantaranya sebagai Bayan al tafshil, Bayan at Takhshish, Bayan al ta’yin, Bayan at Tasyri dan Bayan al nasakh kemudian beliau menambahkannya lagi dalam ‘Al Risalah’ yakni sebagai bayan al Isyarah.

Sedangkan jika kita memandang pendapat dari Imam Ahmad bin Hanbal maka beliau hanya menyebutkan empat fungsi hadis itu, yakni sebagai Bayan al ta’kid, bayan al tafsir, bayan al tasyri, dan bayan al takhshish.

Untuk lebih jelasnya, berikut ulasannya:

Daftar Pembahasan:

1. Bayan at taqrir

Bayan at taqrir ini biasa pula disebut sebagai bayan al ta’kid atau bayan al itsbat. Pengertiannya sendiri ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan dalam Al Qur’an, jadi bisa diibaratkan sebagai dalil yang memperkokoh isi dari ayat Al Qur’an. Contohnya ialah QS. Al Baqarah [2]: 185

Baca Juga:  Dialog antara Teks dan Konteks dalam Studi Al-Qur’an

“Maka barangsiapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa”

Hal ini diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Umar yang berbunyi

“Apabila kalian melihat (ru’yah) bula, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah”

Sama halnya perintah wudhu saat ingin melaksanakan Shalat, hal ini dijelaskan dalam QS. Al Maidah [5]: 6

“Hai orang orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan  siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki,…”

 Kemudian diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah r.a., “Tidak diterima Shalat seseorang yang berhadas sebelum dia berwudhu”

2. Bayan al Tafsir

Pada fungsi ini, hadis dihadirkan guna menafsirkan ayat ayat Al Qur’an yang masih bersifat global (mujmal), memberikan batasan (taqyid) terhadap ayat ayat yang masih bersifat mutlak serta mengkhususkan (takhsish) terhadap ayat ayat yang masih bersifat umum.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 42 – Kitab Iman

Contoh ayat yang masih berisifat global ialah seperti ayat Al Qur’an tentang perintah melaksanakan Shalat, puasa, zakat,nikah, qishah dan lainnya.

Sehingga disinilah hadis kembali berperan sebagai penafsir dari ayat ayat yang masih bersifat global itu. Contoh ayatnya pada QS. Al Baqarah [2]: 43:

“Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’”

Sedangkan terkait contoh dari Shalat itu sendiri diinformasikan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwasanya Rasulullah Saw., bersabda:

“Shalatlah sebagaimana engkau melihat aku Shalat”

Sehingga sebagai umat muslim sepatutnya melaksanakan shalat sebagaimana yang di laksanakan Rasulullah Saw., yang dimana tata cara secara detailnya dijelaskan lagi oleh hadis hadis lainnya.

3. Bayan at Tasyri’

Yaitu hadis dihadirkan guna mewujudkan suatu hukum atau ajaran yang tidak didapati dalam Al Qur’an, atau pun jika ada dalam Al Qur’an hanya mencantumkan pokok pokoknya saja.

Sehingga lebih jelasnya bisa dikatakan bahwa pada bayan ini berusaha menjawab pertanyaan pertanyaan para sahabat yang tidak diketahuinya dengan menunjukkan dan menjelaskan persoalannya kemudian dijawab dan diperjelas lewat hadis Rasulullah Saw.

Beberapa contoh pada bayan at tasyri’ ini ialah tentang penetapan hukum merajam wanita pezina yang masih perawan, hukum tentang hak waris bagi seorang anak maupun tentang takaran zakat yang wajib dikeluarkan oleh umat muslim yang tidak dijelaskan dalam Al Qur’an. Seperti Tasyri dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,

“Bahwasanya Rasulullah Saw., telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan Ramadhan satu sha’ kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki laki atau perempuan muslim”

4. Bayan al Nasakh

Al nasakh sendiri memiliki beberapa definisi, tapi paling tidak bisa dikatakan bahwa al nasakh adalah ketentuan yang datang kemudian menghapus ketentuan yang datang terdahulu karena yang terakhir dipandang lebih luas dan lebih cocok dengan nuansanya. [Dr. H. Munzier Suparta M.A., Ilmu Hadis, (Jakarta: Rajawali Pers] h. 65)

Pada bayan ini sebetulnya terjadi perbedaan pendapat, ada yang mengakui bahwasanya hadis sebagai nasikh terhadap sebagian ayat Al Qur’an dan adapula yang menolaknya.

Baca Juga:  Periode Penulisan Hadis Dimulai Sejak Zaman Rasulullah atau Sahabat?

Diantara kelompok yang membolehkan adanya fungsi bayan al nasakh ialah dari golongan Mu’tazilah (hanya memberlakukan pada hadis-hadis yang mutawatir), Hanafiyah dan Mazhab Ibn Hazm Al Dhahiri.

Contoh hadis yang biasa digunakan para ulama sebagai al nasakh ialah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:

“Tidak ada wasiat bagi ahli waris”

Yang kemudian menurut mereka yang setuju dengan adanya bayan al nasakh beranggapan bahwa hadis diatas digunakan dalam menasakh firman Allah Swt., pada QS. Al Baqarah [2]: 180

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.

Itulah sekilas fungsi hadis terhadap Al Qur’an, semoga bermanfaat!

Rosmawati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *