Hadits Shahih Al-Bukhari No. 570-571 – Kitab Adzan

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 570-571 – Kitab Adzan ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Adzan Dua Kali-Dua Kali” Hadis-hadis ini menjelaskan bahwa Bilal diperintahkan untuk menggenapkan adzan dan mengganjilkan iqamat.  Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 4 Kitab Adzan. Halaman 16-19.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ سِمَاكِ بْنِ عَطِيَّةَ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ أُمِرَ بِلَالٌ أَنْ يَشْفَعَ الْأَذَانَ وَأَنْ يُوتِرَ الْإِقَامَةَ إِلَّا الْإِقَامَةَ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Sulaiman bin Harb] berkata, telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Zaid] dari [Simak bin ‘Athiyyah] dari [Ayyub] dari [Abu Qalabah] dari [Anas bin Malik] berkata, “Bilal diperintahkan untuk mengumandangkan kalimat adzan dengan genap (dua kali dua kali) dan mengganjilkan iqamat, kecuali kalimat iqamat ‘Qad qaamatish shalah (shalat telah dikumandangkan)’.”

حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ هُوَ ابْنُ سَلَامٍ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ الثَّقَفِيُّ قَالَ أَخْبَرَنَا خَالِدٌ الْحَذَّاءُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ لَمَّا كَثُرَ النَّاسُ قَالَ ذَكَرُوا أَنْ يَعْلَمُوا وَقْتَ الصَّلَاةِ بِشَيْءٍ يَعْرِفُونَهُ فَذَكَرُوا أَنْ يُورُوا نَارًا أَوْ يَضْرِبُوا نَاقُوسًا فَأُمِرَ بِلَالٌ أَنْ يَشْفَعَ الْأَذَانَ وَأَنْ يُوتِرَ الْإِقَامَةَ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad] -yaitu Ibnu Salam- berkata, telah mengabarkan kepada kami [‘Abdul Wahhab Ats Tsaqafi] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Khalid Al Hadza’] dari [Abu Qilabah] dari [Anas bin Malik] berkata, “Ketika manusia sudah banyak (yang masuk Islam), ada yang mengusulkan cara memberitahu masuknya waktu shalat dengan sesuatu yang mereka bisa pahami. Maka ada yang mengusulkan dengan menyalakan api dan ada juga yang mengusulkan dengan memukul lonceng. Lalu diperintahlah Bilal untuk mengumandangkan kalimat adzan dengan genap (dua kali dua kali) dan mengganjilkan iqamat.”

Keterangan Hadis: Bab adzaan maisna (bah adzan dua kali-dua kali). Dalam riwayat Al Kasymihani disebutkan, “Dua kali-dua kali.” Lafazh “matsna” itu sendiri pada dasarnya mengandung makna dua kali-dua kali. Untuk itu kata “matsna” yang kedua pada riwayat Al Kasymihani adalah sebagai peuguat kata yang pertama, sebab lafazh “matsna” sudah mengandung makna bahwa setiap lafazh adzan diucapkan dua kali, dan lafazh kedua mempertegas hal itu.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 420 – Kitab Shalat

Lafazh judul bab ini disebutkan dalam hadits Ibnu Umar dengan jalur maifu’ (langsung kepada Nabi SAW) seperti diriwayatkan oleh Abu Daud Ath-Thayalisi dalam kitabnya Al Musnad, dimana dikatakan, “matsna-matsna” ( dua kali-dua kali). Riwayat ini juga dinukil oleh Abu Daud dan An-Nasa’i serta di-shahih-kan oleh Ibnu Khuzaimah dan selainnya melalui jalur yang sama, namun dengan lafazh, “marratain-marratain” (dua kali-dua kali).

أَنْ يَشْفَع (menggenapkan) Yakni mengucapkan setiap lafazh adzan dalam jumlah genap. Ibnu Al Manayyar berkata, “Maksud menggenapkan adzan telah ditafsirkan oleh perkataan, matsna-matsna (dua kali-dua kali)’. Hal itu berkonsekuensi bahwa seluruh lafazh adzan harus diucapkan dua kali-dua kali. Akan tetapi tidak ada perbedaan bahwa kalimat tauhid di akhir adzan hanya diucapkan satu kali. Untuk itu kalimat ‘dua kali’ hanya berlaku untuk selain kalimat terakhir. Seakan-akan Imam Bukhari melakukan hal ini untuk mendukung pandangannya yang tidak mengucapkan takbir empat kali di awal adzan. Sementara bagi mereka yang berpendapat bahwa takbir di awal adzan diucapkan sebanyak empat kali dapat mengajukan argumentasi yang sama, karena hal itu tercantum pula dalam riwayat. Pada bagian iqamah akan dijelaskan bahwa mereka yang berpandangan demikian tidak perlu menyatakan bahwa hal itu merupakan sesuatu yang bersifat khusus.”

وَأَنْ يُوتِرَ الْإِقَامَة إِلَّا الْإِقَامَة (mengganjilkan qamat kecuali iqamah) Kata iqamah yang pertama tidak sama dengan kata lqamah yang kedua. Iqamah yang pertama adalah seluruh lafazh adzan yang disyariatkan untuk diucapkan saat qamat untuk shalat, sedangkan yang dimaksud dengan lqamah yang kedua adalah khusus perkataan, “Qad qaamat ash-shalaah” sebagaimana yang akan dijelaskan.

Catatan: Ibnu Mandah mengklaim bahwa perkataan إِلَّا الْإِقَامَة (kecuali iqamah) termasuk perkataan Ayyub dan tidak termasuk lafazh musnad (langsung dari Nabi SAW) seperti pada riwayat Ismail bin Ibrahim. Dia menyebutkan bahwa dalam riwayat Simak bin Athiyah terdapat ldraj (kalimat yang disisipkan oleh perawi). Hal serupa dikemukakan pula oleh Abu Muhammad Al Ashili, bahwa kalimat “kecuali lqamah” adalah perkataan Al Ayyub dan tidak termasuk bagian hadits. Tetapi apa yang dikatakan oleh keduanya perlu diteliti, karena Abdurrazzaq telah meriwayatkannya dari Ma’mar dari Ayyub dengan sanadnya. Kalimat tersebut bersambung dengan hadits beserta tafsirannya, yaitu dengan lafazh كَانَ بِلَال يُثَنِّي الْأَذَان وَيُوتِرُ الْإِقَامَة ، إِلَّا قَوْلَهُ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاة (Bilal biasa menggenapkan adzan dan mengganjilkan qamat kecuali perkataannya qad qaamat ash-shalaah {Sungguh shalat telah ditegakkan}).

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 148 – Kitab Wudhu

Abu Awanah meriwayatkan dalam kitabnya Ash-Shahih, As­Sarraj dalam kitabnya Al Musnad, dan demikian pula Abdurrazzaq dalam kitabnya Al Mushannaf, serta Al lsmaili melalui jalur yang sama dengan riwayat di atas, وَيَقُول قَدْ قَامَتْ الصَّلَاة مَرَّتَيْنِ (Dan dia mengucapkan ‘qad qaamat ash-shalaah’ dua kali).

Menurut kaidah dasar bahwa apa yang tersebut dalam hadits termasuk bagian hadits selama tidak ada dalil lain yang menyatakan sebaliknya. Sementara dalam hal ini tidak ada dalil yang menyatakan sebaliknya. Hal itu karena riwayat Ismail tidak dapat dijadikan sebagai dalil untuk menyatakan bahwa lafazh إِلَّا الْإِقَامَة (kecuali lqamah) tidak termasuk bagian hadits. Sebab, kesimpulan yang diberikannya hanya menyatakan bahwa Khalid tidak menyebutkan tambahan lafazh. tersebut sedangkan Ayyub menyebutkannya. Padahal keduanya telah meriwayatkan dari Abu Qilabah, dari Anas. Tambahan dalam riwayat Ayyub berasal dari perawi yang tsiqah (terpercaya), maka harus diterima.

Kemudian timbul pertanyaan tentang tidak adanya pengecualian takbir dalam qamat. Sebagian ulama madzhab Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya ucapan takbir dua kali dalam qamat adalah satu kali dibanding ucapan takbir dalam adzan.” Imam Nawawi berkata, “Oleh sebab itu, maka bagi seorang muadzdzin dianjurkan untuk mengucapkan dua takbir saat adzan dengan satu kali bernafas.”

Saya (Ibnu Hajar) katakan, bahwa apa yang dikatakan oleh Imam Nawawi tersebut adalah sesuai dengan takbir yang diucapkan di awal adzan dan tidak demikian halnya dengan takbir di akhir adzan. Berdasarkan perkataan Imam Nawawi, maka bagi muadzdzin hendaknya mengucapkan kedua takbir di akhir adzan masing-masing dengan satu kali tarikan nafas. Dengan demikian, tampak bahwa pendapat yang menyatakan empat kali takbir di awal adzan adalah lebih kuat daripada pendapat yang menyatakan dua kali takbir. Sementara lafazh “genap” mencakup dua kali takbir maupun empat kali takbir. Maka tidak ada lafazh hadits di bab ini yang menyalahi hal itu, berbeda dengan asumsi perkataan Ibnu Baththal. Adapun mengenai tarji’ (pengulangan) pada dua kalimat syahadat, maka gambarannya yang paling benar adalah mengucapkan kalimat persaksian tentang keesaan Allah sebanyak dua kali, lalu mengucapkan kalimat persaksian tentang kerasulan sebanyak dua kali. Kemudian kembali mengucapkan kalimat persaksian tentang keesaan Allah sebanyak dua kali, lalu mengucapkan kalimat persaksian tentang kerasulan sebanyak dua kali. Hal ini meskipun dari segi jumlah masing-masing adalah empat kali, namun dari segi gambarannya hanya dua kali-dua kali.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 197-198 – Kitab Wudhu

قَالَ لَمَّا كَثُرَ النَّاس ، قَالَ ذَكَرُوا (la berkata, “Ketika manusia telah banyak” la berkata, “Mereka menyebutkan … “) Lafazh قَالَ (la berkata) yang kedua merupakan tambahan yang berfungsi sebagai penguat kata yang pertama.

أَنْ يُورُوا نَارًا (menyalakan api) Dalam riwayat Imam Muslim menggunakan lafazh, أَنْ يُنَوِّرُوا نَارًا yakni menampakkan cahaya api. Adapun naquus (lonceng) adalah kayu yang dipukul dengan kayu sehingga mengeluarkan suara, dan ini termasuk syiar agama Nasrani.

وَأَنْ يُوتِر الْإِقَامَة (dan menggaryilkan qamat) Lafazh ini dijadikan dalil oleh mcreka yang mengatakan bahwa lafazh قَدْ قَامَتْ الصَّلَاة hanya diucapkan satu kali. Namun hadits sebelumnya telah menolak pandangan mereka berdasarkan keterangan yang telah kami sebutkan. Apabila mereka berhujjah dengan apa yang dilakukan penduduk Madinah, maka hal itu dapat dibantah dengan apa yang dilakukan penduduk Makkah, dimana amalan penduduk Makkah dalam hal ini telah didukung oleh hadits shahih.

M Resky S