Hadits Shahih Al-Bukhari No. 606-607 – Kitab Adzan

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 606-607 – Kitab Adzan ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Imam Mempunyai Keperluan Setelah Qamat”. Hadis dari Anas bin Malik ini menceritakan bahwa “Qamat untuk shalat telah dilakukan, sementara Nabi SAW sedang berbincang dengan seseorang di sudut masjid. Beliau tidak berdiri melakukan shalat, melainkan hingga orang-orang tertidur.” Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 4 Kitab Adzan. Halaman 132-136.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ صُهَيْبٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُنَاجِي رَجُلًا فِي جَانِبِ الْمَسْجِدِ فَمَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ حَتَّى نَامَ الْقَوْمُ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Abu Ma’mar Abdullah bin ‘Amru] berkata, telah menceritakan kepada kami [‘Abdul Warits] berkata, telah menceritakan kepada kami [‘Abdul ‘Aziz bin Shuhaib] dari [Anas bin Malik] berkata, “Pada suatu hari ketika iqamat sudah dibacakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masih berbicara dengan seseorang di sisi masjid. Beliau belum juga melaksanakan shalat hingga sebagian para sahabat tertidur.”

حَدَّثَنَا عَيَّاشُ بْنُ الْوَلِيدِ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى قَالَ حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ قَالَ سَأَلْتُ ثَابِتًا الْبُنَانِيَّ عَنْ الرَّجُلِ يَتَكَلَّمُ بَعْدَ مَا تُقَامُ الصَّلَاةُ فَحَدَّثَنِي عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَعَرَضَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ فَحَبَسَهُ بَعْدَ مَا أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [‘Ayyasy bin Al Walid] berkata, telah menceritakan kepada kami [‘Abdul A’la] berkata, telah menceritakan kepada kami [Humaid] berkata, “Aku bertanya kepada [Tsabit Al Bunani] tentang seorang laki-laki yang berbincang-bincang setelah iqamat dikumandangan. Maka ia pun menceritakan kepadaku dari [Anas bin Malik] ia berkata, “Ketika iqamah telah dikumandangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dihampiri oleh seorang laki-laki hingga menghalanginya dari menunaikan shalat.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 620 – Kitab Adzan

Keterangan Hadis: (Bab imam mempunyai keperluan setelah qamat) Yakni apakah ia diperbolehkan menyibukkan diri dengan keperluan tersebut sebelum shalat atau tidak diperbolehkan?

أُقِيمَتْ الصَّلَاة (qamat untuk shalat telah dilakukan) Yakni shalat Isya’. Hal ini dijelaskan oleh Hammad bin Tsabit dari Anas yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

يُنَاجِي رَجُلًا (berbincang dengan seseorang) Saya tidak menemukan keterangan tentang nama orang ini, sementara sebagian pensyarah menyebutkan bahwa orang ini adalah pemimpin kaumnya. Oleh karena itu, Nabi SAW hendak mengambil hatinya agar memeluk Islam. Akan tetapi saya tidak menemukan landasan pernyataan ini. Lalu ada pula yang mengatakan bahwa mungkin ia adalah salah satu malaikat yang datang membawa wahyu dari Allah. Tapi pendapat ini lemah.

حَتَّى نَامَ بَعْض الْقَوْم (hingga sebagian orang tertidur) Syu’bah menambahkan dalam riwayatnya dari Abdul Aziz, ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى (Kemudian berdiri lalu shalat). Riwayat ini dinukil oleh Imam Muslim, dan disebutkan pula oleh Imam Bukhari dalam kitab tentang Al Isti’dzan (minta izin). Tercantum dalam riwayat Ishaq bin Rahawaih dalam Musnad-nya, dari lbnu Aliyah, dari Abdul Aziz, sehubungan dengan hadits ini, حَتَّى نَعَسَ بَعْض الْقَوْم (Hingga sebagian orang mengantuk). Demikian juga yang terdapat dalam riwayat Ibnu Hibban melalui jalur lain dari Anas. Hal ini menunjukkan bahwa tidur yang disitir dalam hadits bab ini bukanlah tidur yang nyenyak. Pembicaraan mengenai masalah ini telah diterangkan pada bab “Berwudhu Karena Tidur” dalam pembahasan tentang Thaharah.

Pelajaran yang dapat diambil:

1. Seseorang boleh berbicara (berbisik-bisik) dengan orang lain ketika berada di tengah khalayak ramai. Imam Bukhari menempatkannya sebagai judul tersendiri pada pembahasan tentang Isti’dzan (minta izin).

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 58 – Kitab Ilmu

2. Boleh adanya tenggang waktu (yang cukup lama) antara adzan dan takbiratul ihram, disebabkan adanya keperluan yang mendesak. Namun apabila bukan karena kondisi darurat, maka hukumnya makruh.

3. Hadits ini dijadikan dalil untuk membantah pandangan dalam madzhab Hanafi yang mengatakan bahwa apabila muadzdzin mengucapkan “qad qaamatish-shalaah“, maka imam wajib takbir. Az-Zain bin Al Manayyar berkata, “Imam Bukhari menyebutkan ‘imam’ secara khusus, padahal hukum ini berlaku umum, karena lafazh hadits mengindikasikan bahwa perbincangan saat itu karena kepentingan Nabi SAW, berdasarkan perkataannya, ‘Nabi SAW berbincang dengan seseorang’. Apabila demi kepentingan laki-laki itu, niscaya Anas akan mengatakan, ‘Seorang laki-laki sedang berbincang dengan Nabi SAW’.” Demikian perkataan Ibnu Al Manayyar, namun apa yang dikatakannya bukan merupakan kemestian. Hal ini mengungkap kelalaian beliau atas riwayat yang terdapat pada Shahih Muslim dengan lafazh, “Qamat untuk shalat telah dilakukan, lalu seorang laki-laki berkata, ‘Aku ada keperluan’. Maka, Nabi SAW berdiri lalu berbincang dengannya.”

Menurutku, hukum ini hanya berkaitan dengan imam. Karena apabila makmum mempunyai keperluan, maka tidak ada sangkut pautnya dengan makmum yang lainnya, berbeda dengan imam. Karena masalah berbicara antara qamat dan takbiratul ihram (takbir pertama) mencakup imam dan makmum, maka Imam Bukhari menyebutkan judul dalam masalah ini secara mutlak (tanpa batasan) dan tidak membatasinya dengan imam, dia berkata bab:

فَحَبَسَهُ (menahannya), yakni mencegahnya untuk masuk (memulai) dalam shalat. Husyaim menambahkan dalam riwayatnya, حَتَّى نَعَسَ بَعْض الْقَوْم (Hingga sebagian orang merasa kantuk). Termasuk dalam masalah ini adalah riwayat yang akan disebutkan dalam masalah “imam”, melalui Za’idah dari Humaid, dia berkata, “Anas telah menceritakan kepada kami, dia berkata, ‘Qamat untuk shalat telah dilakukan, maka Rasulullah SAW menghadap kepada kami dengan wajahnya ‘.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 278-280 – Kitab Mandi

Ibnu Hibban menambahkan, “Sebelum takbir, kemudian beliau bersabda, ‘Luruskan shaf-shaf kamu dan rapatkanlah’.” Karena ucapan ini berhubungan dengan masalah shalat, maka menggunakan cara yang pertama untuk menetapkan dalil adalah lebih kuat tentang bolehnya berbicara secara mutlak.

Penutup: Kitab adzan serta masalah-masalah yang menyertainya, memuat hadits-hadits marfu‘ (sampai kepada Nabi SAW) sejumlah empat puluh tujuh hadits. Di antaranya enam hadits mu’allaq (tanpa sanad lengkap). Hadits yang terulang-ulang pada pembahasan ini dan Pada pembahasan sebelumnya sebanyak dua puluh tiga hadits. Adapun yang hanya disebutkan pada bab ini sebanyak dua puluh empat hadits. Hadits ini telah diriwayatkan pula oleh Imam Muslim, kecuali empat hadits, yaitu hadits Abu Sa’id yang berbunyi, لَا يَسْمَع مَدَى صَوْت الْمُؤَذِّن (Tidak ada yang mendengar batas akhir suara muadzdzin…), hadits Mu’awiyah dan Jabir tentang ucapan saat mendengar adzan, dan hadits Bilal mengenai meletakkan jari di telinga. Pada kitab ini pula disebutkan atsar (riwayat) dari para sahabat serta generasi sesudah mereka, yang semuanya berjumlah delapan.

M Resky S