Kisah Persahabatan Gus Dur dengan Seorang Yahudi Baghdad

gus dur dan yahudi baghdad

Pecihitam.org – Setelah kecewa dengan Al-Azhar karena harus mengikuti kelas yang terlalu dasar seperti yang pernah dipelajari semasa di Pesantren, Gus Dur akhirnya mengambil kuliah lagi di Baghdad, Irak.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Gus Dur kuliah di Baghdad dibiayai dengan beasiswa. Pengalaman Gus Dur sebagai aktivis di Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) dan bekerja di Kedubes Indonesia di Kairo, turut menjadi pertimbangan pihak kampus untuk memberi beasiswa kepadanya.

Di sela-sela aktivitas perkuliahannya di Baghdad, Gus Dur bekerja di kantor Ar-Rahmadhani, sebuah perusahaan kecil yang mengkhususkan diri di bidang impor tekstil dari Eropa dan Amerika. Karena keahlian bahasa Inggris Gus Dur yang baik, Gus Dur dipercaya untuk menerjemahkan dokumen-dokumen perusahaan.

Greg Barton, penulis Biografi Gus Dur (2016) menuturkan bahwa Gus Dur bekerja di Ar-Rahmadhani selama kurang lebih 3,5 tahun. Adapun jam kantorantor Gus Dur di sana adalah dari jam 11 pagi hingga jam dua siang. Selepas itu, Gus Dur menghabiskan waktu untuk membaca buku di Perpustakaan kampus.

Baca Juga:  Pancasila Sudah Final Bagi Bangsa Indonesia! Tidak Bisa Ditawar-Tawar Lagi

Berkat pekerjaannya di Ar-Rahmadhani itulah Gus Dur memiliki sahabat baru. Greg Barton menyebut pertemanan mereka “bukanlah persahabatan biasa”, sebab temannya itu adalah seorang Yahudi. Ia bernama Ramin, seorang Yahudi Irak, namun memiliki pandangan-pandangan yang cukup liberal.

Gus Dur sering keluar untuk ngopi-ngopi bersama Ramin. Tempat yang sering mereka kunjungi adalah pasar di samping Taman-Taman Bergantung. Di sana ada sebuah tempat sepi dan mereka dapat bertukar pikiran  dengan tenang, tanpa gangguan, dan tanpa pengawasan siapa-siapa.

Dalam pertemuan-pertemuan itu, mereka secara intens membahas maslaah-masalah agama, filsafat, dan politik. Berkat Ramin-lah Gus Dur akhirnya mengetahui seluk-beluk perihal Yudaisme. Kebetulan karena Ramin juga sosok yang sangat mendalami “cabbala”, sebuah tradisi mistik Yahudi. Maka dari sana, ada banyak informasi yang dapat digali oleh Gus Dur dari sahabatnya itu.

Ramin berbicara panjang lebar mengenai pengalaman Diaspora Yahudi, khususnya mengenai cobaan berat yang dialami oleh orang-orang Yahudi yang tinggal di Rusia. Ramin juga bercerita perihal tentang sejarah keluarganya sendiri dan bagaimana keluarganya dapat terjebak di Irak.

Baca Juga:  Rahmah El Yunusiyah; Ulama Perempuan, Pelopor Perguruan Muslim Sumatera Barat

Menurut Greg Barton (2016), berkat Ramin-lah, Gus Dur mulai belajar menghormati Yudaisme dan memahami pandangan agama Yahudi serta keprihatinan politik dan sosial orang-orang Yahudi yang  hidup dalam diaspora sebagai kaum minoritas yang sering disiksa.

Berbagai informasi tentang seluk-beluk Yudaisme dari Ramin itu sangat punya pengaruh terhadap pemahaman Gus Dur sebagai seorang yang lahir dari keluarga Muslim yang taat dan disegani di Indonesia. Sangatlah jarang, seorang Muslim memiliki pengalaman persahabatan yang intens dengan seorang Yahudi.

Seperti yang kita ketahui bahwa dalam kebanyakan pemahaman yang ada dalam benak kuam Muslim bahwa Yahudi adalah musuh bagi Islam. Kisah-kisah tentang keburukan Yahudi biasanya muncul dari sejarah hubungan Islam dengan Yahudi di masa awal-awal Islam.

Namun, belakangan ini kita jarang memperhatikan bahwa kaum Yahudi pernah mengalami persekusi dan pembunuhan massal semasa kekuasaan Nazi di Jerman dan tragedi Yahudi di Rusia. Karena peristiwa tersebut, semua orang Yahudi harus melarikan diri keluar dari Eropa agar tidak dibunuh.

Baca Juga:  Hina Mantan Presiden, Ustadz Maaher Sebut Gus Dur 'Kyai Buta'

Fakta-fakta alternatif seperti itulah penting untuk diketahui oleh banyak kaum Muslim untuk mengoreksi pemahaman sebelumnya yang terlalu stigmatis dan over-generalisasi.

Gus Dur beruntung memiliki teman dekat seperti Ramin. Ramin nampaknya banyak memengaruhi bagaimana Gus Dur memandang agama-agama lain. Sepertinya pengalaman itu turut memengaruhi sikap-sikap dan pandangan Gus Dur tentang pentingnya sikap saling peduli dan menghargai orang yang memiliki agama berbeda. Wallahua’lam.