Kitab Maulid Simthud Durar Karya Habib Ali bin Muhammad al Habsyi

maulid simthud durar

Pecihitam.org – Salah satu kitab maulid yang populer dibaca di Nusantara, selain al-Barzanji, Syaraful Anam, Diba’i, Burdah dan Dhiya’ul Lami’ adalah kitab maulid Simthud Durar.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Secara umum diketahui bahwa kitab maulid Simthud Durar ditulis oleh seorang ulama karismatik asal Hadramaut Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi (w. 1915).

Karena nama pengarang ini pula, banyak yang menyebut kitab ini dengan sebutan ‘Maulid al-Habsyi’. Habib Ali menulis kitab maulid ini pada tahun 1913. Setelah merampungkannya dua tahun kemudian 1915, Habib Ali wafat.

Sejarawan dan antropolog, Linda Boxberger, menyebut bahwa pada masa hidupnya, Habib Ali selalu mengadakan perayaan maulid dengan membaca kitab ini satu minggu sekali di Masjid Riyadh di kota Say’un, Hadramaut. Masjid Riyadh ini didirikan oleh Habib Ali pada tahun 1886.

Dan khusus pada Kamis terakhir bulan Rabiulawal, perayaan maulid ini diadakan secara meriah dan diikuti oleh banyak jamaah.

Maulid Simthud Durar masuk ke Indonesia

Kitab maulid Simthud Durar dipopulerkan di Nusantara melalui dua jalur: pertama melalui murid dan yang kedua melalui keturunan Habib Ali sendiri.

Melalui jalur murid, pertama kali yang membawa Simthud Durar ke bumi Nusantara ialah Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi (w. 1917). Awalnya Habib Muhammad mengadakan maulid di Jatiwangi, Cirebon sebelum memindahkannya ke Bogor.

Sebab suatu hal, Habib Muhammad lalu pindah ke Surabaya dan secara rutin mengadakan kajian maulid di kota tersebut hingga akhir hayatnya pada tahun 1917.

Baca Juga:  Kitab Sullamul Munawraq (Ilmu Mantiq), Karya Syekh Abdurrahman al-Akhdhori

Setelah wafatnya Habib Muhammad, yang melanjutkan tradisi perayaan maulid Simthud Durar adalah Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (w. 1968) atas izin keluarga Habib Muhammad.

Habib Ali Abdurrahman al-Habsyi juga termasuk murid Habib Ali pengarang Simthud Durar itu sendiri. Hal ini dikarenakan sejak umur 11 tahun beliau memperdalam agama di Hadramaut yang mana salah satu gurunya adalah Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi.

Setelah mendapatkan izin dari keluarga Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi, Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi awalnya mengadakan maulid di kantor pusat Jamʿiyyat al-Khayr Jakarta sebelum memindahkannya ke masjid yang beliau dirikan di daerah Kwitang, Jakarta Pusat. Di Masjid inilah, Habib Ali kemudian memulai kajian maulid pada 1918 dan berhasil menarik banyak sekali jamaah.

Menurut catatan Guillaume Frederic Pijper dari Kantor Penasehat Urusan Pribumi pemerintah kolonial Belanda, ketika ia mengobservasi kegiatan tersebut pada 1930-an, peringatan maulid Nabi di Kwitang dipenuhi sesak oleh para jamaah.

Ia memperkirakan, sekira 3.000 orang hadir dalam acara tersebut. Tidak hanya dari sekitar Jakarta Pusat, menurut Pijper, jamaah juga datang dari daerah Tanjung Priok, Jatinegara dan Tangerang. Karena populernya majelis ini, Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi kemudian lebih dikenal dengan sebutan Habib Ali Kwitang

Baca Juga:  Futuh al-Arifin; Terjemah dan Syarah Kitab al-Hikam dari Tanah Banjar

Selain jalur pertama, maulid Simthud Duror juga dipopulerkan melalui keturunan Habib Ali sendiri yaitu Habib Alwi bin Ali al-Habsyi (w. 1953).

Habib Alwi adalah putra Habib Ali yang mengembara ke Nusantara setelah wafatnya sang ayah. Awalnya, Habib Alwi tinggal di Jakarta, sebelum pindah ke Semarang dan akhirnya menetap di Surakarta (Solo).

Pada tahun 1934, Habib Alwi mendirikan masjid di daerah kecamatan Pasar Kliwon. Masjid tersebut diberi nama Masjid Riyadh karenas merujuk pada nama masjid ayahnya di kota Say’un.

Karena beliau merupakan putra pengarang maulid Simthud Durar, banyak orang yang menghormati dan ingin mendapatkan barakah dari Habib Alwi termasuk mengikuti kajian maulid yang beliau dirikan.

Habib Alwi wafat pada 1953 di Palembang tetapi atas wasiatnya, jasad Habib Alwi dimakamkan di samping masjid Riyadh di Surakarta. Pasca wafatnya Habib Alwi, tradisi maulid Simthud Durar dilanjutkan oleh sang putra, Habib Anis bin Alwi al-Habsyi (w. 2006).

Di tangan Habib Anislah, perayaan maulid Nabi dengan kitab Simthud Durar semakin dikenal oleh umat Islam di Surakarta pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya.

Sepanjang hidupnya, Habib Anis dikenal sebagai ulama bani Alawi terkemuka di Indonesia. Untuk mengenang pengarang Simthud Durar (dan juga keturunannya: Habib Alwi dan Habib Anis), setiap bulan Rabiussani masjid Riyadh mengadakan haul Habib Ali.

Baca Juga:  Simpanan Berharga, Warisan Tuan Guru Bangil untuk Aswaja

Haul ini dapat dikatakan merupakan salah satu event haul terbesar di Indonesia. Karena besarnya acara ini pula, sejak 2014, Pemkot Surakarta memasukkannya dalam agenda resmi tahunan pemerintah dalam satu frame kebijakan ‘Solo Kota Sholawat’.

Hingga saat ini maulid Simthud Durar sudah banyak sekali dibaca dimana-mana dan dalam berbagai event. Bisa dikatakan para pecinta shalawat hampir setiap hari dapat mengikuti majelis-majelis shalawat yang melantunkan maulid Shimthud Durar bersama para habaib dimanapun event itu digelar.

Silahkan download kitab tersebut pada link dibawah ini;

Kitab Maulid Simthud Durar

Penting: Kitab ini berbentuk digital, jika anda menemukan link download yang error atau isi kitab yang tidak sesuai dengan teks aslinya silahkan komentar di bawah atau kirimkan email ke redaksi. Dan disarankan lebih baik membeli kitab yang berbentuk cetakan asli dari penerbit terpercaya sebagai bentuk kehati-hatian. Terima kasih.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *