Memahami Makna Wallahu a’lam Bishawab, Hanya Allah Pemilik Kebenaran Sejati

makna wallahu a'lam bishawab

Pecihitam.org – Ketika ngaji dengan para kyai salaf pasti kita akan mendengar beliau mengucapkan wallahua’lam bishawab setelah atau penutupan ngaji kitab maupun ceramah. Wallahu a’lam bishawab secara makna adalah hanya Allah yang lebih mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Namun membaca bacaan tersebut bukan semata karena sekedar jargon saja, sejatinya ini adalah sebagian dari pembiasaan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pembiasaan yang dituju adalah agar kita selalu ingat bahwa penjelasan yang kita sampaikan hanyalah upaya mendekati kebenaran, bukan kebenaran yang sesungguhnya. Juga dapat dikatakan sebagai penjelasan atas sesuatu yang kita ketahui atau yang pernah kita pelajari.

Namun mengucapkan wallahu a’lam bisshawab juga dimaksudkan agar tidak merasa paling benar dan juga bagian dari rendah hati dalam beragama dan mengimani. Selain itu juga sebagai living atau menghidupkan pemilik kebenaran yang sejati ialah Allah SWT.

Karena sebagai manusia biasa kita tidak memiliki otoritas dalam menentukan bahwa pendapat yang kita utarakan mewakili kebenaran Allah. Bisa jadi apa yang kita sampaikan tidak sesuai dengan yang Allah kehendaki, atau ada yang melenceng tanpa kita sadari.

Baca Juga:  Jodoh Menurut Islam Dalam Pandangan al-Quran dan Hadits

Banyak akhlak para ulama dulu yang sebagian dituliskan dalam kitab Ihya Ulumuddin, dimana sebagian ulama menangis dan sedih ketika pendapatnya diikuti dan dipakai orang lain, mereka menangis bukan karena merasa bangga dengan apa yang orang lain lakukan terhadap pendapatnya namun mereka merasa apa yang menjadi pendapatnya tidak pantas untuk diikuti. Sebab mereka takut akan tanggung jawab yang mereka pikul kelak.

Bahkan sebagian ulama yang lainnya juga bersikap ketika ada yang bertanya kepada mereka, mereka tidak langsung menjawabnya, jawaban yang pertama diutarakan ialah “saya belum tahu jawabannya”. kemudian para ulama melakukan kajian, telaah, serta kembali membuka kitab yang mereka kaji, kemudian setelah mantap dengan hasilnya baru disampaikan dalam bentuk jawaban dari apa yang mereka pelajari.

Imam as-Syafii sendiri pernah berkata bahwa pendapatku benar tapi ada kemungkinan mengandung kesalahan. Dan pendapat anda salah tapi ada kemungkinan mengandung kebenaran.

Baca Juga:  Siapakah Ahli Ibadah yang Rugi? Berikut Penjelasannya

Bagi orang yang berilmu, mereka tidak mudah dan lebih kearah kehati-hatian dalam menjawab sebuah pertanyaan atau memberikan pandangan maupun pendapat keagamaan.

Hal ini juga dicerminkan dalam tradisi Islam tradisional, NU. Para ulamanya ketika menjawab satu pertanyaan atau suatu masalah bisa seharian penuh, mereka berkumpul dalam sebuah forum diskusi yang disebut Bahtsul Masail. Apabila jawaban dari diskusi atau Bahtsul Masail tersebut belum mantap maka belum bisa memberikan jawaban atau mauquf kemudian dibahas lagi dihari berikutnya.

Sehingga dari makna kalimat Wallahu a’lam bishawab inilah yang menjadikan Islam sebagai agama yang memiliki kekayaan tafsir, pendapat, pandangan, tradisi, kebudayaan serta khazanah literasi. Dalam Islam ada ruang untuk menyampaikan pendapat tanpa ada rasa takut, karena masing-masing sadar bahwa sebagai manusia biasa butuh yang namanya pendapat serta masukan. Namun hal itu tetap disandarkan kepada kebenaran sejati yaitu Allah SWT.

Baca Juga:  Mau Istri yang Sempurna? Pilihlah Perempuan yang Punya Ciri Ini

Sehingga makna wallahu a’lam bishawab adalah menyandarkan penuh dengan kerendah hatian bahwa apa yang dia sampaikan hanya sebagai perantara bukan sebuah kebenaran. Hanya berusaha menjawab apa yang menjadi pertanyaan atau memecahkan apa yang menjadi masalah.

Bukan merasa bahwa dirinya atau pendapatnya adalah sebuah kebenaran. Tetap sadar diri dan rendah hati, karena tanggung jawabnya lebih berat dari jawaban yang diutarakan. Begitulah yang dicontohkan oleh para ulama-ulama dari zaman dahulu. Wallahu a’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik