Hakikat Ikhlas dalam Beramal, Mudah Diucapkan Namun Sulit Dipraktekkan

ikhlas beramal

Pecihitam.org – Tujuan manusia diciptakan oleh Allah Swt tiada lain untuk beribadah atau mempersembahkan hidup hanya karena Allah Swt. Namun, sebagai manusia yang beriman, dalam rangka meningkatkan taqwa kepada Allah tersebut, kita perlu beramal ibadah dengan ikhlas, setulus hati.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Allah berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Artinya: “Dan saya tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS Adz-Dzariyat: 56)

Lantas, apa hakikat dari ikhlas itu sendiri? dan apa ciri orang ikhlas dalam beramal itu?

Daftar Pembahasan:

Makna Ikhlas Beramal

Ikhlas artinya bersih hati; tulus hati. Adapun “keikhlasan” berarti ketulusan hati; kejujuran; kerelaan. Kita sering mendengar orang berkata dengan mudahnya: “Kalau beramal itu harus ikhlas, agar amalnya diterima oleh Allah”.

Memang betul, kata ”Ikhlas” mudah diucapkan, namun susah dipraktikkan. Ikhlas artinya beramla ibadah semata-mata hanya mengharapkan ridha Allah SWT. Karena ikhlas memang merupakan ruhnya ibadah. Tanpa ikhlas setiap ibadah yang kita lakukan hanya akan menjadi hal yang sia-sia belaka.

Imam Abu Hamid al-Ghazali menuturkan, “Setiap manusia binasa kecuali orang yang berilmu. Orang yang berilmu akan binasa kecuali orang yang beramal (dengan ilmunya). Orang yang beramal juga binasa kecuali orang yang ikhlas (dalam amalnya). Namun orang yang ikhlas juga tetap harus waspada dan berhati-hati dalam beramal.”

Dalam hal ini, hanya orang-orang yang ikhlas beramal yang akan mendapat keutamaan dan keberkahan yang sangat besar. Sebagaimana jaminan Allah dalam firman-Nya,

إِلا عِبَادَ اللَّهِ الْمُخْلَصِينَ (٤٠) أُولَئِكَ لَهُمْ رِزْقٌ مَعْلُومٌ (٤١) فَوَاكِهُ وَهُمْ مُكْرَمُونَ (٤٢) فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ (٤٣)

“Tetapi hamba-hamba Allah yang dibersihkan (bekerja dengan ikhlas). Mereka itu memperoleh rezeki yang tertentu, yaitu buah-buahan. Dan mereka adalah orang-orang yang dimuliakan, di dalam surga-surga yang penuh kenikmatan.” (Ash-Shaaffat: 40-43)

Ayat di atas menerangkan tentang keutamaan dan jaminan bagi orang yang beramal dengan penuh keikhlasan. Bukan hanya ibadah saja, ikhlas juga seharusnya menjadi motivasi utama bagi kita dalam menjalankan tugas dan pekerjaan kita sehari-hari, apapun profesi kita baik dalam konteks hablum minallah atau hablum minannas.

Karena hanya orang yang ikhlaslah yang nantinya akan meraih keberuntungan yang besar di hari kiamat, yaitu surga Allah yang penuh dengan kenikmatan. Meskipun orang yang ikhlas juga harus banyak bersabar terlebih dahulu ketika di dunia.

Pondasi dan Ruh Sebuah Amal

Secara prinsip, Islam memandang keikhlasan sebagai pondasi dan ruh sebuah amal, apapun bentuknya amal itu selama termasuk kategori amal saleh. Baik amal tersebut dilakukan dalam skala pribadi maupun secara kolektif (bermasyarakat, berbangsa dan bernegara).

Baca Juga:  Jangan Sembarangan! Ini Lho Adab Bertamu dalam Islam

Keikhlasan juga salah satu syarat diterimanya amal hamba Allah. Adapun kiat kita agar selalu ikhlas dalam beramal, yakinlah bahwa setiap perbuatan yang kita kerjakan semua berkat pertolongan dari Allah Swt.

Tanpa adanya pertolongan dari Allah mustahil kita sebagai manusia dapat melaksanakan sesuatu pekerjaan, meski sekecil apapun pekerjaan itu. Karena kita yakin, “Tidak ada daya upaya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan yang diberikan Allah.”

Ciri-ciri Orang yang Ikhlas Beramal

Imam Qusyairi dalam kitab Arrisalah Al Qusyairiyah menyatakan bahwa ikhlas adalah mengesakan Allah dalam ketaatan dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Ikhlas ini tanpa ada niatan dan embel-embel kepentingan lain yang berkaitan dengan manusia, seperti ingin mencari pujian dan popularitas.

Adapun menurut Dzun Nun Al Misri, ada tiga ciri-ciri orang ikhlas dalam beramal, yaitu:

  • Pertama, ketika dipuji atau dihina orang lain, sikapnya sama saja, tak ada perbedaan dalam perilakunya.
  • Kedua, setelah beramal tidak mengingatingat amalan yang telah dilakukan. Misalnya ketika telah memberi shadaqah atau bantuan kepada orang lain, maka ia tak mengungkit-ungkitnya agar amalnya tak sia-sia
  • Ketiga, berusaha melupakan pahala amal akhirat, sehingga ia berusaha beramal sebanyak-banyaknya, karena selalu merasa kurang, serta tak pernah membanggakan amalnya.

Imam Fudhail bin Iyadh berpendapat: meninggalkan amalan karena manusia maka itu sama saja dengan riya’ (pamer) dan beramal agar dipuji manusia, maka itu masuk kategori syirik. Adapun ikhlas adalah, ketika Allah Swt menyelamatkanmu dari keduanya.

Sahal bin Abdillah saat ditanya tentang perkara nafsu paling berat, beliau langsung menjawab dengan sederhana, yaitu ikhlas. Karena tak ada kedudukan yang lebih tinggi dari hal itu.

Berbeda dengan pendapat Hudzaifah Al Mura’syi, yang menyatakan bahwa ketika perilaku, perbuatan seorang hamba sudah sama lahir dan batinnya, baik di kala sendirian atau dalam suasana keramaian, maka kondisi seperti ini dinamakan ikhlas.

Dari penjelasan di atas, maka dapat kita pahami bahwa untuk mecapai tingkatan (maqam) ikhlas dibutuhkan keyakinan dan keseriusan yang tinggi. Sifat-sifat yang membentuk ciri orang ikhlas ini harus selalu dilatih, dan dirawat tiap saat.

Tujuannya adalah agar kita selalu ingat bahwa shalat, ibadah, hidup dan mati semua hanya tertuju untuk Allah sebagai Dzat yang menciptakan segalanya, serta yang wajib disembah, dan ditaati.

Baca Juga:  Hati-hati! Inilah Bahaya dari Kecintaan Terhadap Dunia

Hikmah dari Sifat Ikhlas

Ada beberapa hikmah jika seseorang ikhlas dalam beramal, di antaranya:

1. Iblis Tidak Mampu Menggoda

Orang yang telah mencapai derajat keikhlasan yang tinggi, maka iblis tak mampu meggodanya, apalagi sampai menyesatkanya. Sebagaimana keterangan dalam Surat Al Hijr 39-40 yang berbunyi:

قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (39) إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (40

Artinya: Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi. Dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,(39) kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka”.(40)

Imam at Thabari dalam tafsirnya menjelaskan bahwa iblis telah bersumpah akan menggoda, dan menyesatkan semua manusia dari jalan kebenaran. Namun iblis merasa berat dan tak mampu menggoda orang-orang yang ikhlas dalam segala amal ibadahnya.

Imam al Qurtubi mengutip hikayat dari Abu Tsumamah, yang mengisahkan bahwa golongan Hawariyyin (para pengikut Nabi Isa yang beriman dan mengikuti ajarannya) bertanya kepada Nabi Isa tentang tipe orang-orang yang ikhlas dalam beramal. Nabi Isa menjawab: “Yaitu orang yang beramal, berbuat kebaikan, tapi ia tak mencari pujian, popularitas dari manusia.”

2. Bertemu dengan Allah

Orang yang ikhlas beramal akan bertemu langsung dengan Allah, sebagaimana penjelasan di Surat Al Kahfi Ayat 110:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا (110)

Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh. Dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya”.

Imam Ibnu Kasir menjelaskan bahwa terdapat dua syarat amal kebaikan akan diterima oleh Allah. Pertama, amal perbuatan yang dilakukan sesuai tuntunan syariat Islam. Kedua, amal perbuatannya harus ikhlas karena Allah, bukan untuk kepentingan lainya.

Hakikat Ikhlas Beramal

Sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih Bukhari riwayat dari Sayyidina Umar bin Khattab ra:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Baca Juga:  Keutamaan Birrul Walidain: Ridha Allah Tergantung Ridha Orang Tua

Artinya: “Sesungguhnya amal-amal itu tergantung dengan niatnya. Dan setiap orang tergantung atas apa yang ia niatkan.”

Abdurrahman bin Abdussalam ash-Shafuriy dalam kitabnya Nuzhatul Majâlis mengisahkan petuah Syekh Ma’ruf al-Karkhi sebagai berikut:

وَقَالَ مَعْرُوفْ الْكَرْخِي مَنْ عَمِلَ لِلثَّوَابِ فَهُوَ مِنَ التُّجَّارِ

Artinya: “Barangsiapa beramal supaya dapat pahala, maka ia bagaikan orang yang sedang berdagang.”

(Maksudnya, ia beramal dengan angan-angan mendapatkan keuntungan itu seolah-olah seperti sedang tukar-menukar, yakni amal dengan pahala)

وَمَنْ عَمِلَ خَوْفاً مِنَ النَّارِ فَهُوَ مِنَ الْعَبِيْدِ

“Barangsiapa melakukan sebuah tindakan karena takut neraka, ia termasuk hamba Allah.”

وَمَنْ عَمِلَ للهِ فَهُوَ مِنَ الْأَحْرَارِ

“Dan barangsiapa yang bertindak karena Allah semata, ia merupakan orang yang merdeka.”

Hakikat orang yang ikhlas, juga diibaratkan dalam hadits qudsi, yaitu seperti tangan kanan memberikan sesuatu, namun tangan kirinya tidak sampai tahu. Maksudnya, yaitu setiap amal baik seharusnya kita sembunyikan serapat mungkin hingga tidak ada yang tahu meskipun kepada orang terdekat.

Uwais al-Qarni, salah satu wali Allah yang hidup pada zaman Nabi namun beliau tidak pernah bertemu secara fisik dengan Rasulullah mengatakan,

“Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan yang didoakan itu lebih baik daripada mengunjungi rumahnya, silaturahim, dan bertemu secara langsung.”

Mengapa bisa demikian? Sebab orang yang bertemu secara langsung, masih ada kemungkinan unsur riya’ (pamer) menyelinap dalam hati ketika mendoakan. Namun jika mendoakan tanpa sepengetahuan orang yang kita doakan, itulah ibadah yang benar-benar ikhlas. Misalnya, ada orang yang rela di tengah keheningan malam, dalam kamar sendirian, menyebut nama-nama saudaranya lalu mendoakan mereka. Inilah contoh ikhlas yang sebenarnya.

Dalam sebuah hadits diriwayatkan, orang yang mendoakan saudaranya seperti demikian, maka ia akan mendapatkan doa sebagaimana yang ia panjatkan dari malaikat. Malaikat mendoakan dengan kalimat وَلَكَ بِمِثْلٍ (kamu juga akan mendapatkan sebagaimana yang kamu panjatkan).

Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik