Memahami Hadis ‘Sampaikanlah Walau Satu Ayat’, Baca Ini Wahai Sahabat Hijrah

Hadis Sampaikanlah Walau Satu Ayat yang Sering Disalahpahami Sobat Hijrah

PeciHitam.orgDunia digital menjadikan dakwah Islam menjadi kreatif dan lebih berwarna karena menggunakan media yang sangat beragam. Penggunaan media digital mendorong pegiat dakwah menyapaikan dalil-dalil Islam dengan meme, Quote Islami, Cuplikan Pesan Islam, Kanal YouTube atau bahkan TikTok Islami.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Seluruhnya adalah sebuah usaha untuk memenuhi pesan dari Rasulullah SAW untuk berdakwah kepada orang lain. Pegangan dalil untuk berdakwah kepada siapapun adalah sebuah gerakan syiar Islam yang harus dilestarikan dan dikembangkan. Karena dengan syiar Islam akan berjaya.

Hadis Sampaikanlah walau Satu Ayat adalah hadis yang sangat terkenal yang menjadi embrio spirit berdakwah kreatif dan menarik. Pesan sederhana Rasul ini sering salah makna ketika dipahami orang yang menjadikan dakwah sebagai panggung pendapatan orang bodoh.

Hadis Sampaikanlah walau satu ayat

Dakwah adalah sebuah ajaran Islam untuk mengajak seseorang kejalan yang benar, walaupun tidak secara eksplisit menyebutkan ayat al-Qur’an atau Hadis Nabi SAW.

Dimensi dakwah sangat luas, karena memang jalan menuju kebaikan tidak harus membacakan ayat dan hadis.

Spirit dakwah dalam Islam sering merujuk kepada Hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan sanad Sahih sebagai berikut;

بلغوا عني ولو آية

Artinya; ‘Sampaikan tentang Aku walaupun hanya satu ayat. (HR. Bukhari)

Hadis di atas menjelaskan bahwa kewajiban dakwah untuk semua orang walaupun hanya sebuah ayat. Term ‘ولو آية’ bisa dimaknai untuk menyampaikan kebaikan walaupun hanya sedikit menurut kadar keilmuan yang  dimiliki. Namun jangan sampai melampaui batasan menyampaikan ayat/ kebaikan tentang sesuatu yang  tidak diketahuinya.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 49 – Kitab Iman

Hadis menjadi ‘bancakan’ atau langganan Ustadz yang biasa bercokol ditelevisi atau industri berdakwahan. Kalangan penceramah, da’i, muballigh, khatib, termasuk ustadz sangat ‘doyan’ menggunakan hadis ini walaupun banyak dari mereka tidak memahami cara menempatkan hadis tersebut.

Pemahaman Hadis ini ditangan orang berhasrat berat untuk tampil di panggung ceramah, makna hadis ini jadi berbelok 180 derajat. Makna berubah arah dengan hukum ‘wajib berdakwah walaupun kita baru tahu satu ayat saja’.

Pola pikir ini akan meminggirkan keilmuan Islam lainnya yang mana harus dimiliki seseorang sebelum menyampaikan dakwah secara massif.

Perangkat ilmu-ilmu Islam, baik dari khazanah keilmuan, sejarah,  yang begitu luas dan dalam, dianggap tidak perlu dipelajari dan ditinggalkan. Poinnya adalah asalkan bisa sedikit ‘cuap-cuap’ di depan mikrophone, selipkan disana-sini lawakan, ditambah yel-yel kreatif, maka dianggap sudah bisa berdakwah.

Pola ini sangat disukai dan banyak menjadi rujukan dakwah yang berorientasi nilai kuantitatif.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 157 – Kitab Wudhu

Hadis ini banyak disalah artikan dengan gerakan massif berdakwah namun minim dalam belajar. Seyognyanya harus memperhatikan hadis sebagai berikut;

وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Artinya; “Dan apa yang diperintahkan bagi kalian, maka lakukanlah semampu kalian” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka dalam kasus Evie Effendi dan beberapa Ustadz ‘Gaul/ Milenial’ jangan terlebih dahulu dakwah melampaui kemampuan. Jika ia membaca al-Qur’an saja masih gagap, merasa mampun untuk menafsirkan Al-Qur’an dan berkata Nabi Muhammad SAW sesat pada saat kecil. Naudzubillah

Kritik terhadap Pola Dakwah

Ketika mencari seorang Ustadz atau guru belajar Islam harus memperhatikan aspek-aspek yang menunjukan kepantasan dijadikan seorang panutan.

Jangan asal sudah berjenggot lebat, celana cingkrang, baju gamis, bisa mengutip sepotong ayat atau hadis, lalu sudah merasa berhak menganulir para ulama yang jauh lebih luas ilmunya.

Fenomena ini sangat banyak dikalangan orang hijrah yang hanya bermodal ketenaran sebagai public figure. Tuduhan kepada Ulama mapan sebagai tukang taqlid yang harus diperangi, sementara dirinya justru termasuk jagoan taqlid nomor wahid.

Bekal public figure dan kemampuan retorika khas dunia hiburan menjadi obat bius yang  menyihir. Allah SWT sendiri dengan jelas menyuruh manusia untuk bertanya orang berilmu bukan orang terkenal;

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 103 – Kitab Ilmu

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ 

Artinya; “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (Qs. An-Nahl: 43)

Term ‘أَهْلَ الذِّكْرِ’ adalah merujuk orang yang bersungguh-sungguh belajar Islam dengan baik. ia memiliki track records baik dalam beragama dan memiliki kecakapan keilmuan mumpuni.

Jika era modern ada nama profesional yang sangat diagungkan, jangan menjadikan Islam mundur karena orang-orang bodoh, jahil berfatwa dan diikuti. Ash-Shawabu Minallah

Mohammad Mufid Muwaffaq