Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah

perbedaan bank konvensional dan bank syariah

Pecihitam.org – Dalam dunia perbankan Indonesia dikenal dengann dua jenis bank bank, yaitu bank konvensional dan bank syariah, namun banyak masyarakat yang belum mengetahui perbedaan diantara kedua bank tersebut.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Yang masih belum disadari adalah perbedaan sistem yang ada didalam kedua bank tersebut, diantaranya yaitu suku bunga bank. Pelayanan dari keduanya juga berbeda. Seperti pendapat Kiai Haji Ma’ruf Amin, beliau menjelaskan ada perbedaan yang mendasar yang membedakan bank syariah dan konvensional, seperti pada tatanan teknis seperti cara pengelolaan dana dan proses pengolahannya.

Begitupun perbedaan keuntungan antara bank syariah dan bank konvensional, keduanya sama-sama memberikan keuntungan bagi nasabahnya, hanya saja pemberian keuntungan berbeda bentuk.

Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 “Bank konvensional merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan memberi keuntungan berupa suku bunga kepada nasabahnya. Sementara itu, dalam Bank syariah pemberian suku bunga sama sekali dihindarkan.”

Keuntungan pada bank syariah berasal dari pendekatan bagi hasil (Mudharabah) sedangkan bank konvensional keuntungannya berasal dari suku bunga dengan jumlah nominal tertentu. Begitu juga dalam cara pengelolaan dana, keduanya memiliki caranya masing-maasing dalam pengelolaan dana nasabah agar terus berputar.

Bahkan pemutarannya juga melalui produk yang ada pada bank tersebut. Produknya sepertii tabungan, deposito hingga giro. Namun pada bank syariah pengelolaannya tidak bisa sembarangan. Ada sebagian ulama yang memfatwakan bahwa antara bank kinvensiional dengan bank syariah perbedaannya sangatlah tipis yaitu pada akadnya.

Baca Juga:  Mengapa Al-Qur’an Turun secara Berangsur-angsur? Inilah Hikmahnya

Program cicilan yang diterapkan oleh bank syariah jumlahnya akan tetap berdasarkan keuntungan yang telah disetujui, antara pihak bank dan nasabah pada saat akad kredit. Pemberian promosi harus disampaikan secara jelas tanpa ada yang ditutupi dan ambigu.

Sedangkan pada bank konvensional memberikan promosi yang berbeda-beda setiap bulannya dengan tujuan menarik minat nasabah untuk menambah dan membiarkan uangnya di bank tersebut. Promosinya beragam, seperti suku bunga tetap.

Sedangkan sistem bunga pada bank syariah tidak diterapkan sedangkan pada bank konvensional suku bunga dilakukan pada saat akad, dengan pedoman pihak bank yang mendapat keuntungan tanpa sepengetahuan nasabah tersebut.

Namun pada dasarnya anatara bank syariah dengan bank konvensional hakikatnya sama, dimana yang satu berpedoman kata profit atau keuntungan dan yang satunya dengan kata suku bunga. Karena dengan berbagai relasi dan fungsi bank syariah dan bank konvensiional disatukan oleh bank central seperti Bank Indonesia.

Pada bank konvensional ada sistem angsuran flat misalkan, ketika nasabah melakukan kredit sebesar 120 juta dengan tingkat suku bunga 10% pertahun, dengan tenggang waktu 1 tahun maka, nasabah tersebut setiap bulan membayar cicilan secara tetap sebanyak 11 juta dengan masa angsuran 12 bulan, sehingga jumlah uang yang disetorkan nasabah sebanyak 132 juta.

Baca Juga:  Belajar Agama Tanpa Guru, Apakah Dibenarkan dalam Islam? Ini Pendapat Para Ulama

Perhitungan:

Pokok pinjaman: Rp.120.000.000
Bunga per tahun: 10%
Tenior pinjaman: 1 tahun (12 bulan)
Cicilan pokok: Rp.120.000.000 : 12 bulan = Rp. 10.000.000
Bunga: (Rp.120.000.000 x 10%) : 12 bulan= Rp.1.000.000

Jadi angsuran perbulannya adalah Rp.10.000.000 + Rp.1.000.000 = Rp.11.0000.000
Sehingga ketika dijumlahkan selama 1 tahun atau 12 bulan yaitu Rp.11.000.000 x 12 bulan – Rp.132.000.000

Begitupun yang terjadi pada bank syariah dimana mereka menggunakan sistem margin, contoh kasus, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri membutuhkan 2 truk. Sehingga perusahaan tersebut berencana membeliinya harga 1 unit truk yaitu Rp.200.000.000 lalu perusahaan tersebut mengajukan pembiayaan truk tersebut melalui bank syariah, maka begini perhitungannya:

Fasilitas Murabahah dengan wakalah

Harga 2 unit truk: 400.000.000
Margin yang disepakati: 29.750.000
Harga jual: 429.750.000
Uang muka (tabungan): 50.000.000
Harga jual setelah uang muka: 379.750.000
Porsi pembiayaan bank: 350.000.000
Jangka waktu: 12 bulan
Angsuran per bulan: 31.645.833
Jadi ketika dijumlahkan angsuran selama 12 bulan yaitu Rp. 31.645.833 x 12 bulan = Rp.379.749.996

Sehingga dari keduanya memiliiki kesamaan hanya akadnya yang berbeda. Kalau pada bank syariah ada akad jual beli antara nasabah dengan pihak bank. Sedangkan pada bank konvensional tiidak ada akad jual beli. Pada bank syariah ada wasilah yang digunakan, yaitu agar terhiindar dari akad riba menggunakan metode restrukturisasi utang atau penjadwalan kembali.

Baca Juga:  Hukum Menunda Punya Anak Menurut Pandangan Fiqih

Hal ini dilakukan agar terhindar dari riba karena ketidak pastian tersebut. Disitulah dibutuhkan yang namanya negosiiasi. Sedangkan pada bank konvensional menggunakan jalan rescheduling yang artiinya sama. Begitupun penetapan rasio suku bunga dengan rasio margin. Karena pemerintah tidak membedakan antara keduanya karena pemerintah selaku pengelola.

Pada dasarnya keduanya sama, perbedaan hanya akadnya, dimata hukum juga sama perlakuannya antara nasabah bank konvensional dan nasabah bank syariah. Penjaminnya juga sama yaitu LPS dan dibawah OJK (otoritas Jasa Keuangan). Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik