Puasa Asyura, Puasa Nabi Sebelum Turunnya Perintah Puasa Ramadhan

puasa asyura

Pecihitam.org – Puasa Asyura yaitu puasa yang dilakukan pada tanggal 10 bulan Muharram. Puasa ini memiliki sejarah yang panjang bahkan sebelum disyariatkannya puasa Ramadhan. Puasa Ramadhan mulai di syariatkan di tanggal 10 Sya’ban tahun kedua Hijriah atau 2 tahun setelah umat Islam berhijrah dari Mekah menuju Madinah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Rasulullah Saw bersabda: “Puasalah kalian pada hari Asyura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Kerjakan puasa dari satu hari sebelumnya sampai satu hari sesudahnya,” HR. Ahmad.

Menurut hadist yang diriwayatkan oleh Mu’adz bin Jabal, mengatakan bahwa sebelum Rasulullah Saw mendapatkan perintah untuk puasa Ramadhan, Nabi Muhammad SAW telah melaksanakan puasa ‘Asyura dan puasa tiga hari setiap bulannya.

Barulah setelah itu puasa Ramadhan mulai diwajibkan pada tahun ke-2 Hijriah atau 624 Masehi. Hal ini juga bersamaan dengan di syariatkannya shalat Idul Fitri, Zakat Fitrah, dan Qurban.

Daftar Pembahasan:

Sejarah Puasa Asyura

Dalam sejarahnya, puasa Asyura ini sudah dipraktikkan umat Yahudi, jauh sebelum datangnya Islam. Mereka berpuasa pada Hari Raya Yom Kippur, yaitu tanggal 10 bulan Tishri atau 10 Muharram.

Hal ini dikarenakan pada hari itu Allah menyelamatkan Nabi Musa dan Bani Israel dari musuh-musuhnya. Sebagai rasa syukur, Nabi Musa kemudian berpuasa pada hari itu. Dari situlah puasa Asyura menjadi ‘syariat’ bagi umat Yahudi.

Seiring berjalannya waktu, puasa Asyura tidak hanya diamalkan umat Yahudi namun juga kaum Quraisy pada masa Jahiliyah, bahkan sampai dengan masa-masa datangnnya Islam.

Menariknya, Rasulullah Saw dan umat Islam juga menjalankan puasa Asyura. Lantas bagaimana awal mula Nabi dan umat Islam ‘ikut’ berpuasa Asyura? dan bagaimana ‘status’ puasa Assyura setelah datangnya syariat puasa Ramadhan?

Dalam buku Puasa pada Umat-umat Dulu dan Sekarang (Sismono, 2010), sebelum turunnya perintah puasa Ramadhan, Rasulullah Saw dan umat Islam waktu itu menjalankan puasa Asyura dan puasa pada tanggal 13, 14, dan 15 pada tiap-tiap bulan-bulan Qamariyah.

Dalam hadits riwayat Ahmad dijelaskan, Rasulullah Saw dahulu melakukan puasa Asyura. Pelaksanaan tersebut mungkin untuk menyertai kaum Quraisy yang juga berpuasa pada hari itu karena mengikuti syariat umat-umat terdahulu. Atau mungkin juga Nabi Muhammad berpuasa Asyura karena mendapatkan izin dari Allah.

Baca Juga:  Hukum Nikah Mut'ah Menurut Kesepakatan Para Ulama

Mengingat puasa juga merupakan amal kebajikan, sama seperti ibadah haji, Rasulullah dan umat Islam terus menjalankan puasa Asyura. Sampai suatu ketika, beliau hijrah ke Madinah dan mendapati umat Yahudi merayakan hari ke-10 Tishri atau 10 Muharram; mereka meraykan hari itu dengan berpuasa, mengenakan pakaian yang indah, serta berbelanja makanan dan minuman.

Mendapati hal seperti itu, Rasulullah kemudian bertanya kepada umat Yahudi mengapa mereka berpuasa pada hari tersebut.

Mereka menjawab, “Ini adalah hari yang baik bagi kami. Ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan Bani Israel dari gempuran musuh-musuh mereka. Karena itu, sebagai ungkapan rasa syukur, Musa as. berpuasa pada hari ini,” kata mereka.

“Kalau begitu, kita (umat Islam) sangat patut mengikuti jejak Musa as.,” kata Nabi merespons jawaban Yahudi tersebut.

Rasulullah kemudian memerintahkan umat Islam untuk berpuasa pada hari itu; “siapa yang sudah makan, maka berpuasalah pada sisa hari itu dan siapa yang belum hendaklah berpuasa. Agar tidak sama dengan syariat umat Yahudi, Rasulullah juga memerintahkan untuk berpuasa pada tanggal 9 (hari Tasu’a) dan 11 Muharram.

Perintah tersebut beliau sampaikan pada awal tahun kedua beliau tinggal di Madinah (Nabi tiba di Madinah pada bulan Rabiu’ul Awwal). Beberapa bulan kemudian (tujuh bulan setelahnya, atau 18 bulan setelah tinggal di Madinah), turunlah wahyu tentang perintah puasa Ramadhan. Dengan demikian, puasa Asyura dilaksanakan sebagai puasa wajib hanya satu kali saja waktu itu.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Setelah turunnya ayat ini dan puasa Ramadhan telah diwajibkan, maka Rasulullah Saw tidak lagi mewajibkan puasa Asyura bagi umat Islam. Umat Islam boleh berpuasa Asyura dan tidak juga boleh. Akan tetapi, Rasulullah sangat mengajurkan berpuasa Asyura. Hal ini sebagaimaana hadits riwayat Ibnu Abbas,

Baca Juga:  Jawaban untuk Wahabi yang Mengatakan Hadits Qunut Subuh Itu Dhoif

ما علمت رسول الله صلى الله عليه وسلم صام يوما يتحرى صيامه على الأيام إلا هذا اليوم، يعني يوم عاشوراء

“Saya tidak mengetahui Rasulullah SAW bersungguh-sungguh untuk berpuasa kecuali pada hari ini, yakni hari Asyura,”

Niat Puasa Asyura

Puasa Asyura dilakukan pada tanggal 10 bulan Muharam. Amalan ini menjadi lebih sempurna jika dilakukan mulai tanggal 8, 9, (puasa Tasua).

Karena puasa asyura dan tasua adalah puasa sunnah, maka niat bisa dilakukan pada malam hari hingga tergelincirnya matahari, yakni pada waktu siang hari, asalkan belum makan dan minum.

Adapun lafal niat puasa Tasu‘a adalah sebagaimana berikut:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ التَا سُوعَاء لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an ada’i sunnatit Tasu‘a lillahi ta‘ala.

“Aku berniat puasa sunnah Tasu‘a esok hari karena Allah Swt.”

Sedangkan niat puasa sunnah Asyura adalah:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ ِعَا شُورَاء لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an ada’i sunnatil asyura lillahi ta‘ala.

“Aku berniat puasa sunnah Asyura esok hari karena Allah Swt.”

Jika niatnya dilakukan pada saat siang hari, sebelum tergelincirnya matahari maka lafalnya sebagai berikut:

نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ التَا سُوعَاء أو عَا شُورَاء لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma hadzal yaumi ‘an ada’i sunnatit Tasu‘a awil asyura lillahi ta‘ala

“Aku berniat puasa sunnah Tasu’a atau Asyura hari ini karena Allah Swt.”

Keutamaan Puasa Asyura

Sahabat pernah bertanya, “Ya Rasulullah, puasa apakah yang lebih utama setelah puasa Ramadhan?” Nabi menjawab, “Puasa di bulan Muharram,” (HR Ibnu Majah).

Dalam hadits lain, Rasulullah sangat menganjurkan puasa pada tanggal 10 Muharram. Andaikan mampu, alangkah baiknya juga menambah puasa pada tanggal 9 dan 11 Muharram. Ibnu ‘Abbas ra. menuturkan:

Baca Juga:  Hukum Pesugihan dan Sikap Kepada Orang Yang Melakukannya

ما علمت رسول الله صلى الله عليه وسلم صام يوما يتحرى صيامه على الأيام إلا هذا اليوم، يعني يوم عاشوراء

Artinya, “Saya tidak mengetahui Rasulullah SAW bersungguh-sungguh untuk berpuasa kecuali pada hari ini, yakni hari ‘Asyura,” (Musnad As-Syafi’i).

Dari hadits riwayat Ibnu ‘Abbas ini menunjukkan betapa penting dan besarnya hikmah puasa Assyura. Pada hari tersebut, Rasulullah Saw berharap kepada Allah SWT agar dosanya di tahun sebelumnya diampuni. Beliau Saw bersabda:

صيام يوم عشوراء، إني أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله

Artinya, “Puasa hari Asyura, saya berharap agar Allah SWT mengampuni dosa satu tahun sebelumnya,” (HR Ibnu Majah).

Dalam riwayat lain, dalam Musnad Al-Humaidi, Rasulullah SAW bersabda, “Puasa Asyura dapat mengampuni dosa satu tahun sebelumnya.” Adapun dosa yang dimaksud di sini ialah dosa kecil, bukan dosa besar. Sebab dosa besar akan diampuni oleh Allah melalui pertobatan.

Selain diampuni dosanya, pahala mengerjakan puasa ‘Asyura juga sama dengan puasa selama satu tahun. Hal ini sebagaimana riwayat Sa’id bin Jubair yang terdapat dalam kitab Al-Atsar karya Abu Yusuf. Beliau mengatakan:

صوم يوم عاشوراء يعدل صوم سنة

“Puasa ‘Asyura setara dengan puasa satu tahun”

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada dua hikmah bagi siapa saja yang mengerjakan puasa Asyura dengan ikhlas: pertama, dosa satu tahun sebelumnya diampuni Allah dan kedua, puasa pada hari itu disamakan pahalanya dengan puasa satu tahun.

Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik