Memandang Muslim Sebagai Muslim, Menggugat Purifikasi Radikal ala Salafi Wahabi

Memandang Muslim Sebagai Muslim, Menggugat Purifikasi Radikal ala Salafi Wahabi

PeciHitam.org Jejak Islam masuk di Indonesia sudah ada sejak abad ke-11 Masehi dan baru berkembang dengan pesat pada abad ke-15 dengan hadirnya Walisongo. Metode dakwah Walisongo banyak menjadi rujukan Ulama Khalaf dalam mengembangkan dakwah Islam yang ramah lagi santun.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Tidak dibutuhkan kekerasan dalam berdakwah dengan metode Walisongo, karena menggunakan saluran tradisi dan budaya yang sudah eksis. Penghilangan tradisi dan budaya lokal masyarakat, sama saja mencerabut akar peradaban masyarakat.

Namun kompromi-kompromi yang dilakukan oleh Walisongo tetap memiliki rel dalil dan pembenaran normatif dari Al-Qur’an dan Hadits.

Akan tetapi perkembangan gerakan purifikasi radikal model salafi wahabi, sedikit banyak menciderai perjuangan Walisongo. Bagaimana tidak, orang yang sudah Muslim hanya karena selisih pendapat terkait pengakomodiran tradisi dan budaya dicap sebagai syirik, sesat, bid’ah bahkan kafir.

Gerakan Purikasi Radikal

Alur gerakan Purifikasi Islam atau pemurnian ajaran Islam dari bid’ah, ajaran sesat, dan praktek syirik tidak lain berasal dari kekecewaan terhadap kemunduran Islam. Bahwa anggapan tokoh Purifikasi Islam di Jazirah Arab, Muhammad bin Abdula Wahab, kemunduran Islam tidak lain berasal dari praktek syirik dan bid’ah yang merajalela dalam Islam.

Maka gerakan Purifikasi adalah kunci pemecah untuk mengembalikan kejayaan Islam yang pernah dicapai pada masa lampau. Menurut pandangan beliau, kemajuan Islam akan tercapai jika seluruh aspek kehidupan mundur kebelakang sesuai pada masa Rasulullah SAW, tanpa penyesuaian. Manusia-lah yang harus menyesuaikan dengan konteks masa Rasulullah SAW, bukan dalil yang menyesuaikan perkembangan zaman.

Baca Juga:  Bolehkah Seseorang yang Pernah Menghafal Al Qur'an Berkata “Saya Lupa Ayat Ini”

Gerakan Purifikasi Islam tersebut menjalar ke Nusantara dibawa oleh para Muslim yang Haji ke Makkah. Gerakan ini tumbuh berkembang dan bahkan pernah menimbulkan sebuah gerakan bersenjata untuk menumpas adanya praktek bid’ah dan khurafat di Kerajaan Pagaruyung. Gerakan purifikasi berpandangan bahwa Agama Islam haruslah sama dengan yang  ada di daerah asalnya tanpa perubahan.

Maka pengakomodiran tradisi dan kebudayaan sama sekali tertolak karena termasuk pola ajaran bid’ah dan sesat bahkan syirik. Implikasinya, mereka yang berislam atau masih menggunakan tradisi dan budaya sebagai media – metode dakwah tertuduh sebagai munafik, sesat, syirik akbar bahkan kafir.

Gerakan purifikasi radikal memandang orang islam/ muslim tidak selayaknya muslim pada hakikatnya. Karena mereka telah mengamalkan amalan sesat dan syirik kepada Allah SWT. Hasilnya adalah kebolehan untuk dilawan bahkan diperangi dengan pedang. Penghakiman model gerakan purifikasi tentunya sangat terlarang dalam Islam sesuai dalil;

Baca Juga:  Saat Hamil Ternyata Sunnah Makan Kurma Lho, Ini Khasiatnya

سِبَابُ المُسْلِمِ فُسُوقٌ، وَقِتَالُهُ كُفْرٌ

Artinya; “Mencela seorang muslim adalah kefasikan dan memeranginya adalah kekufuran.” (HR. Bukhari-Muslim)

Kristalisasi Gerakan Purifikasi di Era Modern

Gerakan Purifikasi yang eksis di Nusantara kiranya merunut kepada pemikiran gerakan Muhammad bin Abdul Wahab atau sering dinamakan Wahabisme. Gerakan ini belakang enggan dinamakan dengan wahabi dan merubah diri menjadi gerakan salafi, dakwah sunnah, pejuang sunnah atau Muwahidun.

Namun tidak ragu/ syak bahwa pola gerakan dan perjuangannya sama, yakni memurnikan islam da ri bid’ah khurafat, ajaran sesat dan syirik. Tentunya bid’ah khurafat, ajaran sesat dan syirik berasal dari definisi mereka sendiri. Sebagai contoh yaitu tuduhan kaum Wahabi kepada tradisi Yasinan, Tahlilan, Manaqiban, dan slametan.

Yasinan, Tahlilan tertuduh sebagai perbuatan bid’ah karena tidak memiliki contoh eksplisit dari Nabi SAW. Meskipun isi dari Tahlilan dan Yasinan adalah kalimah thayyibah serta bacaan-bacaan yang dibenarkan oleh para Ulama Salaf terdahulu. Bahkan Manaqiban dan Slametan atau Ziarah Walisongo diklaim sebagai ajaran sesat penyembah kuburan.

Gerakan ini sangat berbahaya karena memandang muslim bukan lagi sebagai saudara seiman, bahkan musuh yang harus dimurnikan. Jika menelisik hadits Rasulullah SAW maka diketemukan dalil;

Baca Juga:  Inilah 5 Hal yang Menjadi Keprihatinan Ulama Terhadap Keilmuan Islam Sekarang Ini

لاَ يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلًا بِالفُسُوقِ، وَلاَ يَرْمِيهِ بِالكُفْرِ، إِلَّا ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ، إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ

Artinya; “Janganlah seseorang menuduh orang lain dengan tuduhan fasik dan jangan pula menuduhnya dengan tuduhan kafir, karena tuduhan itu akan kembali kepada dirinya sendiri jika orang lain tersebut tidak sebagaimana yang dia tuduhkan.” (HR. Bukhari)

Keanenhan gerakan salafi wahabi yakni kesibukan menyalahkan (termasuk menuduh sesat, munafik, penyembah kubur, syirik dan kafir) muslim dengan segala amalannya yang sebenarnya berasaskan Islam. Disisi lain, ada metode dakwah Walisongo dengan menggunakan tradisi dan kebudayaan sebagai media dakwah untuk mengislamkan Nusantara.

Ash-Shawabu Minallah

Mochamad Ari Irawan