Strategi Dakwah Rasulullah di Madinah

Strategi Dakwah Rasulullah di Madinah

PeciHitam.org  – Banyak kisah yang menceritakan bahwa Strategi Dakwah Rasulullah di Madinah merupakan suatu pencapaian besar karena berhasil menyatukan keberagaman yang ada disana, benarkah demikian? Mari kita bahas lebih jauh.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sebelum kedatangan agama Islam, Madinah bernama Yatsrib. Kota ini merupakan salah-satu kota terbesar di provinsi Hijaz. Kota ini merupakan kota strategis dalam jalur perdagangan yang menghubungkan antara kota Yaman di selatan dan Syria di Utara. Selain itu, Yatsrib merupakan daerah subur di Arab yang dijadikan sebagai pusat pertanian. Sebagian besar kehidupan masyarakat kota ini hidup dari bercocok tanam, selain berdagang dan beternak.

Karena letaknya yang sangat strategis dan berlahan subur, maka tak heran jika banyak penduduknya yang berasal bukan dari wilayah itu. Hampir bisa dipastikan bahwa sebagian besar dari mereka adalah para pendatang yang bermigrasi dari wilayah utara atau selatan.

Dalam catatan sejarah diketahui bahwa kelompok pertama yang menempati Madinah (Yatsrib) adalah suku Amaliqah. Tidak lama kemudian, beberapa golongan bangsa Yahudi berhasil menguasai mereka dan akhirnya menetap di Madinah. Mereka datang ke kota itu secara bergelombang yang dimulai pada abad ke-1 dan ke-2 M. Kedatangan mereka ke Madinah sebenarnya untuk menghindari serangan bangsa Romawi. Di antara bangsa Yahudi yang bermigrasi dan menetap di Madinah adalah bani Nadhir dan bani Quraizhah.

Baca Juga:  Memahami Ahlul Halli Wal Aqdi dalam Tinjauan Fikih dan Wewenangnya di Era Modern

Kemudian Yatsrib kedatangan bangsa Arab karena pada saat itu negerinya dilanda bencana alam, berupa hancurnya bendungan Ma’arib yang dibangun sejak masa Ratu Balqis ketika kerajaan Saba masih berjaya. Dua suku besar yang berhasil masuk dan menetap di Yatsrib adalah suku Aus dan al-Khajras. Kedatangan bangsa Arab Yaman ke Yatsrib diperkirakan terjadi pada akhir abad ke-4 M.

Hijrahnya Rasulullah ke Madinah

Pada saat tersiar kabar akan kedatangan Rasulullah, kondisi masyarakat Madinah (Yatsrib) tengah mengalami kekosongan pemerintahan. Hal ini disebabkan karena konflik berkepanjangan yang terjadi sebelumnya antara Yahudi dan Arab Yaman.

Seiring dengan waktu, masyarakat Madinah ingin mengakhiri konflik tersebut dan membangun pemerintahan yang baru. Kepemimpinan baru ini awalnya akan diserahkan kepada Abdullah bin Ubay bin Salul al-Khazraj. Namun kemudian Rasulullah datang ke Madinah dan mayoritas penduduknya menghendaki Rasulullah untuk memimpin pemerintahan yang baru tersebut.

Hal ini bukan tanpa alasan, masyarakat Madinah sudah lama mengetahui tentang strategi dakwah nabi dalam menyebarkan Islam selama di Makkah. Dakwah Rasulullah yang bersumber dari Al-Quran mampu memikat sebagian besar penduduk Madinah. Al-Quran telah meletakkan dasar-dasar metode dakwah dalam sebuah ayat yang berbunyi: Berserulah kejalan Tuhanmu dengan (metode) hikmah, mauidhah hasanah, dan diskusi dengan cara yang baik. (al-Nahl, 125).

Baca Juga:  Memahami Fikih Politik dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia

Menurut Imam al-Syaukani hikmah adalah ucapan-ucapan yang tepat dan benar, atau argumen-argumen yang kuat dan meyakinkan. Sedangkan mauidhah hasanah adalah ucapan yang berisi nasehat-nasehat yang baik dimana ia dapat bermanfaat bagi orang yang mendengarkannya.

Sedangkan mauidhah hasanah adalah pendapat-pendapat yang memuaskan sehingga pihak yang mendengarkan dapat membenarkan apa yang disampaikan oleh pembawa argument itu. Sedangkan diskusi dengan cara yang baik adalah berdiskusi dengan cara yang paling baik dari cara-cara berdiskusi yang ada.

Sayyid Qutb dalam kitab Fi Zilalil Quran menjelaskan, bahwa dakwah dengan metode hikmah akan terwujud apa bila 3 faktor di bawah ini diperhatikan:

  1. Keadaan dan situasi orang-orang yang didakwahi (obyek dakwah).
  2. Kadar atau ukuran materi dakwah yang disampaikan agar mereka tidak merasa keberatan dengan beban materi tersebut. Misalnya karena mereka belum siap menerima materi tersebut.
  3. Metode penyampaian materi dakwah, dengan membuat variasi sedemikian rupa yang sesuai dengan kondisi saat itu.

Sedangkan untuk metode mauidhah hasanah perlu diperhatikan faktor-faktor berikut ini:

  1. Tutur kata yang lembut sehingga hal itu akan terkesan dihati.
  2. Menghindari sikap tegar dan kasar.
  3. Tidak menyebut-nyebut kesalahan yang dilakukan oleh orang-orang yang didakwahi, karena boleh jadi hal itu dilakukan atas dasar ketidaktahuan atau dengan niat yang baik.

Sementara dalam metode diskusi dengan cara yang baik, perlu diperhatikan hal-hal berikut:

  1. Tidak merendahkan pihak lawan, apabila menjelek-jelekan dan lain sebagainya, sehingga ia merasa yakin bahwa tujuan diskusi itu bukanlah mencari kemenangan, melainkan menunjukkannya agar ia sampai pada kebenaran.
  2. Tujuan diskusi hanyalah semata-mata menunjukan kebenaran sesuai dengan ajaran Allah, bukan yang lain.
  3. Tetap menghormati pihak lawan, sebab jiwa manusia tetap memiliki harga diri. Ia tidak boleh merasa kalah dalam diskusi, karena harus diupayakan agar ia tetap merasa dihargai dan dihormati.
Baca Juga:  Belajar dari Hijrah Rasulullah; Merintis Kejayaan dengan Semangat Perdamaian

Demikianlah sedikit pengetahuan tentang strategi dakwah Rasulullah di Madinah dengan menggunakan pendekatan penting yang tentu saja bisa kita terapkan dalam kehidupan kita untuk tujuan berdakwah dan bersosialisasi dengan sekitar.

Mohammad Mufid Muwaffaq