Surah Muhammad Ayat 4-9; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Muhammad Ayat 4-9

Pecihitam.org – Kandungan Surah Muhammad Ayat 4-9 ini, menerangkan kepada kaum Muslimin cara menghadapi orang-orang kafir dalam peperangan. Mereka harus mencurahkan segala kesanggupan dan kemampuan untuk menghancurkan musuh. Hendaklah mengutamakan kemenangan yang akan dicapai pada setiap medan pertempuran dan jangan mengutamakan penawanan musuh dan perebutan harta rampasan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Penawanan dilakukan setelah mereka dikalahkan, karena orang-orang kafir itu setiap saat berkeinginan membunuh dan menghancurkan kaum Muslimin dan mereka tidak dapat dipercaya.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Muhammad Ayat 4-9

Surah Muhammad Ayat 4
فَإِذَا لَقِيتُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ فَضَرۡبَ ٱلرِّقَابِ حَتَّىٰٓ إِذَآ أَثۡخَنتُمُوهُمۡ فَشُدُّواْ ٱلۡوَثَاقَ فَإِمَّا مَنًّۢا بَعۡدُ وَإِمَّا فِدَآءً حَتَّىٰ تَضَعَ ٱلۡحَرۡبُ أَوۡزَارَهَا ذَٰلِكَ وَلَوۡ يَشَآءُ ٱللَّهُ لَٱنتَصَرَ مِنۡهُمۡ وَلَٰكِن لِّيَبۡلُوَاْ بَعۡضَكُم بِبَعۡضٍ وَٱلَّذِينَ قُتِلُواْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ فَلَن يُضِلَّ أَعۡمَٰلَهُمۡ

Terjemahan: Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir.

Demikianlah apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain. Dan orang-orang yang syahid pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.

Tafsir Jalalain: فَإِذَا لَقِيتُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ فَضَرۡبَ ٱلرِّقَابِ (Apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir di medan perang maka pancunglah batang leher mereka) lafal Dharbur Riqaab adalah bentuk Mashdar yang menggantikan kedudukan Fi’ilnya, karena asalnya adalah, Fadhribuu Riqaabahum artinya, maka pancunglah batang leher mereka. Maksudnya, bunuhlah mereka. Di sini diungkapkan dengan kalimat Dharbur Riqaab yang artinya memancung leher, karena pukulan yang mematikan itu kebanyakan dilakukan dengan cara memukul atau memancung batang leher.

حَتَّىٰٓ إِذَآ أَثۡخَنتُمُوهُمۡ (Sehingga apabila kalian telah mengalahkan mereka) artinya kalian telah banyak membunuh mereka فَشُدُّواْ (maka kencangkanlah) tangkaplah dan tawanlah mereka lalu ikatlah mereka ٱلۡوَثَاقَ (ikatan mereka) dengan tali pengikat tawanan perang فَإِمَّا مَنًّۢا بَعۡدُ (dan sesudah itu kalian boleh membebaskan mereka) lafal Mannan adalah bentuk Mashdar yang menggantikan kedudukan Fi’ilnya; maksudnya, kalian memberikan anugerah kepada mereka, yaitu dengan cara melepaskan mereka tanpa imbalan apa-apa وَإِمَّا فِدَآءً (atau menerima tebusan) artinya, kalian meminta tebusan berupa harta atau tukaran dengan kaum muslimin yang ditawan oleh mereka حَتَّىٰ تَضَعَ ٱلۡحَرۡبُ (sampai perang meletakkan) maksudnya, orang-orang yang terlibat di dalam peperangan itu meletakkan أَوۡزَارَهَا (senjatanya) artinya, menghentikan adu senjata dan adu lain-lainnya, misalnya orang-orang kafir menyerah kalah atau mereka menandatangani perjanjian gencatan senjata; hal inilah akhir dari suatu peperangan dan saling tawan-menawan.

ذَٰلِكَ (Demikianlah) menjadi Khabar dari Mubtada yang diperkirakan keberadaannya, yaitu perkara tentang menghadapi orang-orang kafir adalah sebagaimana yang telah disebutkan tadi وَلَوۡ يَشَآءُ ٱللَّهُ لَٱنتَصَرَ مِنۡهُمۡ (apabila Allah menghendaki niscaya Allah dapat menang atas mereka) tanpa melalui peperangan lagi وَلَٰكِن (tetapi) Dia memerintahkan kalian supaya berperang لِّيَبۡلُوَاْ بَعۡضَكُم بِبَعۡضٍ (untuk menguji sebagian kalian dengan sebagian yang lain) di antara mereka dalam peperangan itu, sebagian orang yang gugur di antara kalian ada yang dimasukkan ke dalam surga, dan sebagian lagi dimasukkan ke dalam neraka.

وَٱلَّذِينَ قُتِلُواْ (Dan orang-orang yang gugur) menurut suatu qiraat dibaca Qaataluu dan seterusnya, ayat ini diturunkan pada waktu perang Uhud, karena banyak di antara pasukan kaum muslimin yang gugur dan mengalami luka-luka فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ فَلَن يُضِلَّ (di jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan) maksudnya, tidak akan menghapuskan أَعۡمَٰلَهُمۡ (amal mereka.).

Tafsir Ibnu Katsir: Allah berfirman seraya memberikan bimbingan kepada orang-orang Mukmin tentang apa yang mereka tuju dalam peperangan mereka melawan orang-orang musyrik: فَإِذَا لَقِيتُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ فَضَرۡبَ ٱلرِّقَابِ (“Apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir [di medan perang], maka pancunglah batang leher mereka.”) artinya jika kalian mendapati mereka, maka penggallah leher mereka dengan pedang. حَتَّىٰٓ إِذَآ أَثۡخَنتُمُوهُمۡ (“Sehingga apabila kalian telah mengalahkan mereka.”) maksudnya, menghancurkan mereka dengan membunuhnya.

فَشُدُّواْ ٱلۡوَثَاقَ (“Maka tawanlah mereka.”) yakni para tawanan yang kalian tawan. Setelah selesai perang dan berakhirnya pertempuran, kalian diberi pilihan mengenai keberadaan mereka; jika kalian menghendaki, kalian boleh melepaskan tawanan itu secara Cuma-Cuma, dan jika kalian mau kalian juga bisa meminta tebusan harta dari mereka dan menjadikannya sebagai syarat bagi mereka.

Yang jelas ayat ini turun setelah terjadinya perang Badr, dimana Allah mencela orang-orang yang beriman atas tindakan mereka memperbanyak tawanan pada hari itu, dengan tujuan supaya mereka dapat mengambil tebusan, dan pada hari yang sama mereka tidak banyak membunuh. Oleh karena itu Allah berfirman:

“67. tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. 68. kalau Sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil.” (al-Anfaal: 67-68)

Ada sebagian ulama yang mengklaim bahwa ayat yang memberikan pilihan antara pengambilan tebusan atas tawanan atau melepaskannya secara cuma-cuma ini mansukh [dihapus] oleh firman Allah yang artinya:

“apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, Maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (at-Taubah: 5)

Demikian yang diriwayatkan oleh al-‘Aufi dari Ibnu ‘Abbas, Qatadah, adl-Dlahhak, as-Suddi, dan Ibnu Juraij berkata: “Ulama lain, yang merupakan kelompok mayoritas mengemukakan, bahwa ayat tersebut tidak mansukh.”

Sebagian ulama lainnya mengatakan, bahwa seorang pemimpin [imam] hanya diberikan dua pilihan; membebaskan tawanan secara cuma-cuma atau mengambil fidyah [tebusan], tidak boleh membunuhnya.
Ulama lain berpendapat bahwa jika menghendaki seorang pemimpin tersebut boleh membunuhnya.

Hal itu berdasarkan pada hadits yang menceritakan pembunuhan yang dilakukan oleh Nabi saw. terhadap an-Nadlr bin al Harits dan ‘Uqbah bin Abi Mu’ith, dua orang yang termasuk tawanan perang Badr. Tsumamah bin Atsal pernah bertanya kepada Rasulullah saw. ketika beliau berkata kepadanya:

“Apa yang engkau miliki hai Tsumamah?” ia menjawab: “Jika engkau membunuh, engkau telah membunuh orang yang dituntut darahnya, dan jika engkau membebaskan, berarti engkau telah membebaskan orang yang berterima kasih. Dan jika engkau menghendaki harta, maka mintalah, niscaya kami akan beri sesuai yang engkau kehendaki.”

Imam Syafi’i menambahkan, dimana ia mengemukakan: “Seorang imam diberi pilihan antara membunuh tawanan, membebaskannya atau meminta tebusan dari para tawanan tersebut.” Masalah ini telah diuraikan dalam ilmu furu’. Dan kami telah kemukakan masalah tersebut dalam kitab kami al-Ahkam.

Firman Allah: حَتَّىٰ تَضَعَ ٱلۡحَرۡبُ أَوۡزَارَهَا (“Sampai perang berhenti”) Mujahid berkata: “Sehingga putera Maryam a.s. turun.” Seolah-olah Mujahid mengambil dari sabda Rasulullah: “Akan senantiasa ada satu golongan dari umatku yang menjunjung tinggi [menampakkan] kebenaran sehingga orang-orang terakhir dari mereka memerangi Dajjal.”

Imam Ahmad meriwayatkan dari al-Walid bin ‘Abdurrahman al-Jarasyi, dari Jubair bin Nufair, ia berkata: “Bahwa sesungguhnya Salamah bin Nufail pernah memberitahu mereka bahwa ia pernah datang kepada Rasulullah saw. lalu beliau bersabda:

‘Aku telah menambatkan kuda, meletakkan senjata dan perangpun telah usai.’ Lalu kukatakan: ‘Tidak ada perang lagi.’ Lalu Nabi saw. bersabda kepadanya: “Sekarang telah datang perang. Akan ada senantiasa segolongan dari umatku yang muncul untuk membela umat manusia, dimana Allah memalingkan hati beberapa kaum, lalu mereka memerangi kaum tersebut dan Allah pun memberi rizki kepada mereka, sehingga datang urusan Allah akan hal tersebut. Ketahuilah, sesungguhnya pusat wilayah tempat tinggal yang dijanjikan kepada orang-orang mukmin adalah di Syam, sedangkan kebaikan terikat di kepala-kepala kuda sampai hari Kiamat.” Demikian yang diriwayatkan oleh Imam an-Nasa-i dari dua jalan, dari Jubair bin Nufair, dari Salamah bin Nufail as-Sukuni.

Hal tersebut memperkuat pendapat yang menyatakan ayat tersebut di atas tidak dinasakh. Seolah-olah Rasulullah saw. menetapkan hukum ini di dalam perang, sehinggaa tidak ada lagi perang. Mengenai firman Allah: Firman Allah:

حَتَّىٰ تَضَعَ ٱلۡحَرۡبُ أَوۡزَارَهَا (“Sampai perang berhenti”) Qatadah berkata: “Sehingga tidak ada lagi kemusyrikan.” Hal itu sama seperti firman Allah: وَقَٰتِلُوهُمۡ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتۡنَةٌ وَيَكُونَ ٱلدِّينُ لِلَّهِ (“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan sehingga ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah.”)(al-Baqarah: 193)

Baca Juga:  Surah Al-Ahzab Ayat 49; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Kemudian, sebagian ulama mengatakan: “Sehingga perang selesai. Yakni, sehingga pasukan-pasukan perang musyrikin itu berhenti, yaitu agar mereka bertaubat kepada Allah.” Yakni menghentikan perlawanan atas orang-orang yang diserang, yaitu dengan cara mengerahkan tenaga untuk berbuat taat kepada Allah.”

Firman Allah: ذَٰلِكَ وَلَوۡ يَشَآءُ ٱللَّهُ لَٱنتَصَرَ مِنۡهُمۡ (“Demikianlah, apabila Allah menghendaki, niscaya Allah akan membinasakan mereka.”) maksudnya, jika Allah menghendaki, niscaya Dia akan menimpakan adzab dan siksaan dari sisi-Nya terhadap orang-orang kafir sebagai hukuman dari sisi-Nya.

وَلَٰكِن لِّيَبۡلُوَاْ بَعۡضَكُم بِبَعۡضٍ (“Tetapi Allah hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain.”) artiny, justru Dia mensyari’atkan kepada kalian jihad dan perlawanan terhadap musuh untuk menguji kalian.

Kemudian sebagaimana telah menjadi kelaziman, bahwa peperangan itu menyebabkan terbunuhnya banyak orang Mukmin, maka Allah swt. berfirman: وَٱلَّذِينَ قُتِلُواْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ فَلَن يُضِلَّ أَعۡمَٰلَهُمۡ (“Dan orang-orang yang gugur di jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.”) maksudnya, Dia tidak akan mengabaikannya begitu saja, tetapi Dia akan memperbanyak dan mengembangkan serta melipatgandakan [pahala/amalnya]. Bahkan di antara mereka ada yang amalnya terus mengalir selama di alam barzah.

Imam Ahmad meriwayatkan dari al-Miqdam bin Ma’dikarib al-Kindi, ia bercerita bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya orang yang mati syahid di sisi Allah memiliki enam keutamaan, yaitu: Allah akan mengampuni dosanya pada percikan pertama dari darahnya, ia menyaksikan tempatnya di surga, dihiasi dengan perhiasan iman, dinikahkan dengan bidadari, dijaga dari adzab kubur, diberi rasa aman dari ketakutan yang besar [pada hari kebangkitan], dan diletakkan di atas kepalanya mahkota kemuliaan yang dilapisi dengan mutiara dan batu permata.

Satu permata pada mahkota itu lebih baik daripada dunia seisinya. Dan ia juga dinikahkan dengan tujuh puluh dua istri dari kalangan bidadari, dan ia diizinkan memberi syafaat kepada tujuhpuluh orang dari kalangan kerabatnya.” Hadits tersebut diriwayatkan dan dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan Ibnu Majah.

Di dalam Shahih Muslim juga disebutkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr dan dari Abu Qatadah, bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda: “Diberikan ampunan kepada orang yang mati syahid atas segala sesuatu kecuali hutang.”

Dan diriwayatkan dari hadits sekelompok shahabat. Abu Darda’ bercerita: “Rasululllah saw. pernah bersabda: ‘Orang yang mati syahid itu dapat memberi syafaat bagi tujuh puluh orang dan keluarganya.” (HR Abu Dawud)

Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan kepada kaum Muslimin cara menghadapi orang-orang kafir dalam peperangan. Mereka harus mencurahkan segala kesanggupan dan kemampuan untuk menghancurkan musuh. Hendaklah mengutamakan kemenangan yang akan dicapai pada setiap medan pertempuran dan jangan mengutamakan penawanan musuh dan perebutan harta rampasan.

Penawanan dilakukan setelah mereka dikalahkan, karena orang-orang kafir itu setiap saat berkeinginan membunuh dan menghancurkan kaum Muslimin dan mereka tidak dapat dipercaya. Mereka berpura-pura ingin berdamai, tetapi hati dan keyakinan mereka tetap ingin menghancurkan agama Islam dan pengikutnya pada setiap kesempatan yang mungkin mereka miliki.

Setelah perang selesai dengan kemenangan di tangan kaum Muslimin, mereka boleh memilih salah satu dari dua hal, yaitu apakah akan membebaskan tawanan yang telah ditawan atau membebaskannya dengan membayar tebusan oleh pihak musuh atau dengan cara pertukaran tawanan.

Dalam ayat lain diterangkan bahwa batas kaum Muslimin harus berhenti memerangi orang-orang kafir Mekah itu adalah sampai tidak ada lagi fitnah. Allah berfirman:

Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti, maka tidak ada (lagi) permusuhan, kecuali terhadap orang-orang zalim. (al-Baqarah/2: 193)

Ibnu ‘Abbas berkata, “Tatkala jumlah kaum Muslimin bertambah banyak dan kekuatannya semakin bertambah pula, Allah menurunkan ayat ini, dan Rasulullah bertindak menghadapi tawanan sesuai dengan ayat ini, begitu pula para khalifah yang datang sesudahnya.”

Dari ayat di atas dan perkataan Ibnu ‘Abbas dapat dipahami hal-hal sebagai berikut:

  1. Ayat ini diturunkan setelah Perang Badar karena pada saat peperangan itu Rasulullah saw lebih mengutamakan tebusan, seperti menebus dengan harta atau dengan menyuruh tawanan mengajarkan tulis baca kepada kaum Muslimin, sehingga Rasul mendapat teguran dari Allah.
  2. Ayat ini merupakan pegangan bagi Rasulullah dan para sahabat dalam menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan peperangan dan tawanan perang.
  3. Perintah membunuh orang-orang kafir dalam ayat ini dilakukan dalam peperangan, bukan di luar peperangan. Oleh karena itu, wajar jika Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin membunuh musuh-musuh mereka dalam peperangan yang sedang berkecamuk karena musuh sendiri bertindak demikian pula terhadap mereka. Jika Allah tidak memerintahkan demikian, tentu kaum Muslimin ragu-ragu menghadapi musuh yang akan membunuh mereka sehingga musuh berkesempatan menghancurkan mereka.
  4. Allah tidak memerintahkan kaum Muslimin membunuh orang-orang kafir di mana saja mereka temui, tetapi Allah hanya memerintahkan kaum Muslimin memerangi orang-orang kafir yang bermaksud merusak, memfitnah, dan menghancurkan Islam dan kaum Muslimin. Terhadap orang kafir yang bersikap baik terhadap agama Islam dan kaum Muslimin, kaum Muslimin wajib bersikap baik pula terhadap mereka. Allah berfirman:

Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.

Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu, orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain)untuk mengusirmu. Barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang-orang yang zalim. (al-Mumtahanah/60: 8-9)

  1. Kepala negara mempunyai peranan dalam mengambil keputusan dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan peperangan dan tawanan perang. Ia harus mendasarkan keputusannya kepada kepentingan agama, kaum Muslimin dan kemanusiaan serta kemaslahatan pada umumnya.

Memaksa tawanan masuk agama Islam tidak dibolehkan karena tindakan itu bertentangan dengan firman Allah yang melarang kaum Muslimin memaksa orang lain memeluk agama Islam. Allah berfirman:

Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (al-Baqarah/2: 256)

Membunuh tawanan bagi kaum Muslimin tentu ada dasarnya. Tawanan yang dibunuh itu bukan tawanan biasa, tetapi merupakan penjahat perang yang telah banyak melakukan perbuatan mungkar. Bila ia hidup, maka kejahatannya dalam peperangan akan terus berlanjut dalam waktu lama.

Menjadikan tawanan sebagai budak adalah tindakan yang biasa dilakukan oleh bangsa-bangsa di dunia sebelum kedatangan Islam. Setelah datang agama Islam, maka musuh-musuh Islam menjadikan kaum Muslimin yang mereka tawan menjadi budak.

Pada dasarnya perbudakan itu dilarang oleh agama Islam, tetapi sebagai balasan dari tindakan orang kafir dan untuk menjaga perasaan kaum Muslimin, maka Rasulullah saw membolehkan kaum Muslimin menjadikan orang-orang kafir yang ditawannya sebagai budak.

Hal ini berarti jika orang-orang kafir tidak menjadikan kaum Muslimin yang ditawannya menjadi budak, tentulah kaum Muslimin tidak boleh menjadikan orang-orang kafir yang ditawannya menjadi budak. Meskipun terjadi perbudakan karena adanya tawanan perang, maka dalam agama Islam banyak ketentuan hukum yang dihubungkan dengan upaya memerdekakan budak yang disebut dengan kaffarat.

Agama Islam adalah agama perdamaian, bukan agama yang menganjurkan peperangan. Jika dalam sejarah Islam terdapat peperangan antara kaum Muslimin dengan orang-orang kafir, maka peperangan itu terjadi karena mempertahankan agama Islam yang hendak dihapuskan orang-orang kafir, di samping mempertahankan diri dari kehancuran.

Sejak Nabi Muhammad saw diangkat menjadi rasul, sejak itu pula timbul permusuhan dari orang-orang musyrik Mekah kepada beliau dan pengikut-pengikutnya. Berbagai cara yang mereka lakukan untuk menumpas agama Islam dan kaum Muslimin, mulai dari cara yang lunak sampai kepada yang paling keras.

Puncak dari tindakan orang musyrik Mekah itu ialah berkomplot untuk membunuh Rasulullah saw sehingga Allah memerintahkan beliau hijrah ke Medinah. Setelah Rasulullah saw berada di Medinah permusuhan itu semakin keras, sehingga kaum Muslimin terpaksa memerangi mereka untuk mempertahankan agama dan diri mereka.

Sesampainya Rasulullah saw di Medinah, perjanjian damai dengan penduduk kota itu, yang antara lain adalah orang-orang Yahudi, ditandatangani, tetapi perjanjian damai itu dilanggar oleh mereka. Bahkan mereka melakukan percobaan untuk membunuh Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, Rasulullah saw terpaksa memerangi orang Yahudi di Medinah.

Baca Juga:  Surah Thaha Ayat 53-56; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Sangat banyak contoh yang dapat dikemukakan yang membuktikan bahwa agama Islam tidak disebarkan melalui peperangan, tetapi melalui dakwah yang penuh hikmah dan kebijaksanaan.

Terhadap tawanan perang, sikap Rasulullah saw baik sekali. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari diterangkan sikap beliau. Abu Hurairah berkata, “Rasulullah saw mengirimkan pasukan berkuda ke Nejed, maka pasukan berkuda itu menawan seorang laki-laki dari Bani Hanifah yang bernama sumamah bin Utsal, ia diikat pada salah satu tiang masjid.

Maka Rasulullah saw datang kepadanya, lalu berkata, ‘Apa yang engkau punyai ya sumamah? sumamah menjawab, ‘Aku mempunyai harta, jika engkau mau membunuhku, lakukanlah, dan jika engkau mau membebaskanku maka aku berterima kasih kepadamu, jika engkau menghendaki harta, maka mintalah berapa engkau mau.

Esok harinya Rasulullah saw pun berkata kepadanya, ‘Apakah yang engkau punya ya sumamah? Ia menjawab, ‘Aku mempunyai apa yang telah kukatakan kepadamu. Rasulullah saw berkata, ‘Lepaskanlah ikatan sumamah. Maka sumamah pergi ke dekat pohon kurma yang berada di dekat masjid, lalu mandi kemudian ia masuk ke masjid, lalu menyatakan,

‘Aku mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu adalah Rasul-Nya. Demi Allah, dahulu tidak ada orang yang paling aku benci di dunia ini selain engkau, sekarang jadilah engkau orang yang paling aku cintai. Demi Allah, dahulu tidak ada agama yang paling aku benci selain agama engkau, maka jadilah sekarang agama engkau adalah agama yang paling aku cintai. Demi Allah, dahulu negeri yang paling aku benci adalah negerimu, sekarang jadilah negerimu negeri yang paling aku cintai.

Sesungguhnya pasukan berkuda telah menangkapku, sedang aku bermaksud umrah, apa pendapatmu? Maka Rasulullah memberi kabar gembira kepadanya dan menyuruhnya melakukan umrah. Tatkala ia sampai di Mekah, seseorang mengatakan kepadanya, ‘Engkau merasa rindu? sumamah menjawab, ‘Tidak, tetapi aku telah masuk Islam bersama Muhammad saw.”

Dari hadis ini dapat dipahami bahwa Rasulullah saw bersikap lemah-lembut kepada sumamah, seorang tawanan perang. Beliau memberi kebebasan kepadanya, sehingga ia tertarik kepada Rasulullah saw dan agama Islam, karena itu dia menyatakan dirinya masuk Islam.

Seandainya Rasulullah bersikap kasar kepadanya, tentulah sumamah tidak akan mengatakan pernyataan tersebut di dalam hadis itu. Ia akan menyimpan dendam kepada Rasulullah saw dan pada setiap kesempatan ia akan berusaha membalaskan dendamnya itu.

Agama Islam datang untuk menegakkan prinsip-prinsip yang harus ada dalam hidup dan kehidupan manusia, baik ia sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial. Di antara prinsip-prinsip itu ialah ketauhidan, keadilan, kemanusiaan, dan musyawarah.

Dengan menegakkan prinsip-prinsip itu manusia akan berhasil dalam tugasnya sebagai khalifah Allah di bumi. Atas dasar semuanya itulah segala persoalan diselesaikan, termasuk persoalan peperangan dan tawanan perang.

Pada akhir ayat ini, Allah menerangkan balasan apa yang akan diterima oleh orang-orang yang beriman dan berjihad di jalan Allah dengan mengatakan, “Bagi orang-orang yang berjihad di jalan Allah untuk membela agama Islam, sekali-kali Allah tidak akan mengurangi pahala mereka sedikit pun, bahkan dia akan membalasnya dengan pahala yang berlipat-ganda. Mengenai pahala berjihad di jalan Allah disebutkan dalam suatu hadis sebagai berikut:???

Diriwayatkan al-Miqdam bin Ma’diyakrib, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya orang yang mati syahid itu memperoleh sembilan hal-atau sepuluh, yaitu akan diampuni pada saat darahnya pertama kali mengalir, melihat tempat tinggalnya di surga, dihiasi dengan perhiasan iman, dihindarkan dari azab kubur, dinikahkan dengan bidadari, memperoleh keamanan pada saat hari ketakutan yang besar (hari Kiamat), di atas kepalanya diletakkan mahkota kemuliaan dari bahan permata yang lebih baik dari pada dunia dan isinya, dinikahkan dengan 92 istri dari golongan bidadari, dan diberi hak syafaat bagi 70 orang kerabatnya.” (Riwayat ath-thabrani)

Tafsir Quraish Shihab: Apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir di medan perang, pancunglah batang leher mereka. Apabila kalian berhasil melemahkan dan mengalahkan mereka dengan banyak membunuh pasukan mereka, tawanlah mereka. Sesudah perang, kalian boleh membebaskan mereka tanpa tebusan apapun atau meminta harta atau tawanan kaum Muslimin sebagai tebusan.

Hendaknya seperti itulah sikap kalian terhadap orang-orang kafir sampai perang berakhir. Begitulah ketentuan Allah yang berlaku untuk mereka. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia akan memenangkan kaum Muslimin tanpa melalui perang. Tetapi, karena Allah ingin menguji orang-orang Mukmin melalui orang-orang kafir, Dia menetapkan jihad.

Orang-orang yang terbunuh di jalan Allah, amal perbuatannya tidak akan disia-siakan oleh Allah. (1) Mereka akan diberi petunjuk, keadaan mereka akan diperbaiki, dan mereka akan dimasukkan ke dalam surga yang telah diperkenalkan kepada mereka.

(1) Dalam ayat yang berbicara mengenai perintah membunuh ini digunakan kata riqâb yang berarti ‘batang leher’, karena cara membunuh yang paling cepat dan tidak menyakitkan adalah dengan memenggal leher.

Secara ilmiah telah terbukti bahwa leher merupakan jaringan penghubung antara kepala dan seluruh organ tubuh. Maka, apabila jaringan urat saraf manusia terputus, semua fungsi utama organ tubuh akan melemah. Dan apabila jaringan urat nadi telah putus, maka darah akan berhenti dan tidak dapat memberi makan ke otak. Begitu pula, apabila saluran pernapasan telah putus, maka manusia tidak lagi dapat bernapas. Dalam kondisi seperti ini manusia akan cepat mati.

Surah Muhammad Ayat 5
سَيَهۡدِيهِمۡ وَيُصۡلِحُ بَالَهُمۡ

Terjemahan: Allah akan memberi pimpinan kepada mereka dan memperbaiki keadaan mereka,

Tafsir Jalalain: سَيَهۡدِيهِمۡ (Allah akan memberi petunjuk kepada mereka) di dunia dan di akhirat kepada yang bermanfaat buat diri mereka وَيُصۡلِحُ بَالَهُمۡ (dan memperbaiki keadaan mereka) di dunia dan di akhirat. Perbaikan di dunia adalah bagi mereka yang tidak gugur, yang termasuk ke dalam pengertian ungkapan Qutiluu dengan cara Taghlib, artinya lebih memprioritaskan mereka yang gugur di jalan Allah swt.

Tafsir Ibnu Katsir: Pada ayat ini diterangkan bahwa Allah akan membimbing orang-orang yang beriman dalam melaksanakan pekerjaan yang diridai-Nya sehingga pekerjaan itu berhasil dengan baik, dan memelihara mereka agar tidak melakukan maksiat dan perbuatan dosa. Allah juga menyediakan bagi mereka tempat kembali di surga yang telah mereka ketahui karena Allah menunjukkan tempat-tempat itu kepada mereka.

Tafsir Kemenag: Allah bersumpah, demi Kitab Suci Al-Qur’an yang menerangkan petunjuk dan hidayah, dan penjelasan hal-hal yang diperlukan manusia di dunia dan di akhirat untuk mencapai kebahagiaan.

Barang siapa mengikuti petunjuk-petunjuk yang telah digariskan di dalam Al-Qur’an, dia akan beruntung dan selamat, dan barang siapa yang menyimpang daripadanya, maka dia akan merugi dan sesat dari jalan yang benar.

Tafsir Quraish Shihab: Apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir di medan perang, pancunglah batang leher mereka. Apabila kalian berhasil melemahkan dan mengalahkan mereka dengan banyak membunuh pasukan mereka, tawanlah mereka. Sesudah perang, kalian boleh membebaskan mereka tanpa tebusan apapun atau meminta harta atau tawanan kaum Muslimin sebagai tebusan.

Hendaknya seperti itulah sikap kalian terhadap orang-orang kafir sampai perang berakhir. Begitulah ketentuan Allah yang berlaku untuk mereka. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia akan memenangkan kaum Muslimin tanpa melalui perang. Tetapi, karena Allah ingin menguji orang-orang Mukmin melalui orang-orang kafir, Dia menetapkan jihad.

Orang-orang yang terbunuh di jalan Allah, amal perbuatannya tidak akan disia-siakan oleh Allah. (1) Mereka akan diberi petunjuk, keadaan mereka akan diperbaiki, dan mereka akan dimasukkan ke dalam surga yang telah diperkenalkan kepada mereka.

(1) Dalam ayat yang berbicara mengenai perintah membunuh ini digunakan kata riqâb yang berarti ‘batang leher’, karena cara membunuh yang paling cepat dan tidak menyakitkan adalah dengan memenggal leher.

Secara ilmiah telah terbukti bahwa leher merupakan jaringan penghubung antara kepala dan seluruh organ tubuh. Maka, apabila jaringan urat saraf manusia terputus, semua fungsi utama organ tubuh akan melemah. Dan apabila jaringan urat nadi telah putus, maka darah akan berhenti dan tidak dapat memberi makan ke otak. Begitu pula, apabila saluran pernapasan telah putus, maka manusia tidak lagi dapat bernapas. Dalam kondisi seperti ini manusia akan cepat mati.

Surah Muhammad Ayat 6
وَيُدۡخِلُهُمُ ٱلۡجَنَّةَ عَرَّفَهَا لَهُمۡ

Terjemahan: dan memasukkan mereka ke dalam jannah yang telah diperkenankan-Nya kepada mereka.

Baca Juga:  Surah Al-A’raf Ayat 57-58; Seri Tadabbur Al-Qur’an

Tafsir Jalalain: وَيُدۡخِلُهُمُ ٱلۡجَنَّةَ عَرَّفَهَا (Dan memasukkan mereka ke dalam surga yang telah diperkenalkan) telah dijelaskan لَهُمۡ (kepada mereka) sehingga mereka mengetahui tempat-tempat tinggal mereka dalam surga itu dan mereka telah mengenal istri-istri mereka dan telah mengenal pelayan-pelayan yang akan melayani mereka tanpa membutuhkan petunjuk lagi.

Tafsir Ibnu Katsir: وَيُدۡخِلُهُمُ ٱلۡجَنَّةَ عَرَّفَهَا لَهُمۡ (“Dan memasukkan mereka ke dalam surga yang telah diperkenalkan-Nya kepada mereka.”) maksudnya, Dia telah memperkenalkan kepada mereka dan memberi petunjuk kepadanya.

Mujahid berkata: “Para penghuni surga diberi petunjuk menuju tempat tinggal mereka masing-masing. Oleh karena itu Allah telah menentukan tempat mereka di dalamnya, maka mereka tidak akan salah menempatinya, seolah-olah mereka telah menempatinya sejak mereka pertama kali diciptakan, sehingga mereka tidak memerlukan lagi seorang pun petunjuk jalan yang menunjukkan mereka.”

Hal yang sama juga diriwayatkan oleh Malik, dari Zaid bin Aslam. Muhammad bin Ka’ab berkata: “Mereka mengetahui tempat tinggal mereka masing-masing, jika mereka masuk surga, sebagaimana kalian mengenal tempat tinggal kalian setelah kembali dari shalat Jum’at.”

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari hadits Qatadah, dari Abul Mutawakkil an-Naji, dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Jika orang-orang Mukmin selamat dari neraka, mereka ditahan di jembatan yang terletak antara surga dan neraka.

Mereka saling membalas berbagai kedzaliman yang dulu pernah terjadi di antara mereka semasa hidup di dunia. Sehingga ketika mereka telah disucikan dan dibersihkan, mereka diizinkan masuk surga. Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya, salah seorang di antara mereka lebih mengenali tempat tinggalnya di surga daripada tempat tinggalnya dahulu di dunia.”

Tafsir Kemenag: Pada ayat ini diterangkan bahwa Allah akan membimbing orang-orang yang beriman dalam melaksanakan pekerjaan yang diridai-Nya sehingga pekerjaan itu berhasil dengan baik, dan memelihara mereka agar tidak melakukan maksiat dan perbuatan dosa. Allah juga menyediakan bagi mereka tempat kembali di surga yang telah mereka ketahui karena Allah menunjukkan tempat-tempat itu kepada mereka.

Tafsir Quraish Shihab: Apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir di medan perang, pancunglah batang leher mereka. Apabila kalian berhasil melemahkan dan mengalahkan mereka dengan banyak membunuh pasukan mereka, tawanlah mereka. Sesudah perang, kalian boleh membebaskan mereka tanpa tebusan apapun atau meminta harta atau tawanan kaum Muslimin sebagai tebusan.

Hendaknya seperti itulah sikap kalian terhadap orang-orang kafir sampai perang berakhir. Begitulah ketentuan Allah yang berlaku untuk mereka. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia akan memenangkan kaum Muslimin tanpa melalui perang. Tetapi, karena Allah ingin menguji orang-orang Mukmin melalui orang-orang kafir, Dia menetapkan jihad.

Orang-orang yang terbunuh di jalan Allah, amal perbuatannya tidak akan disia-siakan oleh Allah. (1) Mereka akan diberi petunjuk, keadaan mereka akan diperbaiki, dan mereka akan dimasukkan ke dalam surga yang telah diperkenalkan kepada mereka.

(1) Dalam ayat yang berbicara mengenai perintah membunuh ini digunakan kata riqâb yang berarti ‘batang leher’, karena cara membunuh yang paling cepat dan tidak menyakitkan adalah dengan memenggal leher.

Secara ilmiah telah terbukti bahwa leher merupakan jaringan penghubung antara kepala dan seluruh organ tubuh. Maka, apabila jaringan urat saraf manusia terputus, semua fungsi utama organ tubuh akan melemah.

Dan apabila jaringan urat nadi telah putus, maka darah akan berhenti dan tidak dapat memberi makan ke otak. Begitu pula, apabila saluran pernapasan telah putus, maka manusia tidak lagi dapat bernapas. Dalam kondisi seperti ini manusia akan cepat mati.

Surah Muhammad Ayat 7
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن تَنصُرُواْ ٱللَّهَ يَنصُرۡكُمۡ وَيُثَبِّتۡ أَقۡدَامَكُمۡ

Terjemahan: Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.

Tafsir Jalalain: يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن تَنصُرُواْ ٱللَّهَ (Hai orang-orang yang beriman! Jika kalian menolong Allah) yakni agama-Nya dan Rasul-Nya يَنصُرۡكُمۡ (niscaya Dia menolong kalian) atas musuh-musuh kalian وَيُثَبِّتۡ أَقۡدَامَكُمۡ (dan meneguhkan telapak kaki kalian) di dalam medan perang.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن تَنصُرُواْ ٱللَّهَ يَنصُرۡكُمۡ وَيُثَبِّتۡ أَقۡدَامَكُمۡ (“Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong [agama] Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”) yang demikian itu sama seperti firman-Nya:

وَلَيَنصُرَنَّ ٱللَّهُ مَن يَنصُرُهُۥٓ (“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang-orang yang menolong [agama]-Nya.”)(al-Hajj: 40) karena balasan itu sesuai dengan amal perbuatan. Oleh karena itu, Dia berfirman: وَيُثَبِّتۡ أَقۡدَامَكُمۡ (“Dan meneguhkan kedudukanmu.”)

Tafsir Kemenag: Allah menyeru orang mukmin, jika mereka membela dan menolong agama-Nya dengan mengorbankan harta dan jiwa, niscaya Ia akan menolong mereka dari musuh-musuhnya. Allah akan menguatkan hati dan barisan mereka dalam melaksanakan kewajiban mempertahankan agama Islam dengan memerangi orang-orang kafir yang hendak meruntuhkannya, sehingga agama Allah itu tegak dengan kokohnya.

Tafsir Quraish Shihab: Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian membela agama Allah niscaya Dia akan membela kalian dari serangan musuh dan akan menguatkan pendirian kalian.

Surah Muhammad Ayat 8
وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ فَتَعۡسًا لَّهُمۡ وَأَضَلَّ أَعۡمَٰلَهُمۡ

Terjemahan: Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menyesatkan amal-amal mereka.

Tafsir Jalalain: وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ (Dan orang-orang yang kafir) dari kalangan penduduk Mekah; lafal ayat ini berkedudukan menjadi Mubtada, sedangkan Khabarnya, niscaya mereka celaka. Pengertian ini disimpulkan dari firman selanjutnya yaitu فَتَعۡسًا لَّهُمۡ (maka kecelakaanlah bagi mereka) yakni kebinasaan dan kekecewaanlah yang akan mereka terima dari Allah وَأَضَلَّ أَعۡمَٰلَهُمۡ (dan Allah menyesatkan amal perbuatan mereka) lafal ayat ini diathafkan pada Ta’isuu yang keberadaannya diperkirakan.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ فَتَعۡسًا لَّهُمۡ (“Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka.”) hal itu bertolak belakang dengan peneguhan kedudukan yang diberikan kepada orang-orang beriman yang menolong [agama] Allah dan Rasul-Nya. Dan dalam sebuah hadits, telah ditegaskan dari Rasulullah saw, dimana beliau bersabda:

“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, dan celakalah hamba permadani, celaka dan terjungkirlah ia. Dan jika tertusuk duri, maka duri tersebut tiada akan dapat dicabut.” Artinya Allah tidak akan menyembuhkannya.

Firman Allah: وَأَضَلَّ أَعۡمَٰلَهُمۡ (“Dan Allah menghapus amal-amal mereka.”) maksudnya menggugurkan dan membatalkannya.

Tafsir Kemenag: Selanjutnya dijelaskan bahwa orang yang tidak beriman kepada Allah, mengingkari keesaan dan kekuasaan-Nya, maka mereka akan celaka. Allah akan menghapus semua pahala amal dan perbuatan mereka. Perbuatan mereka tidak akan mendapat hidayah dan taufik dari Allah. Allah juga akan menggagalkan semua tipu daya mereka untuk menghancurkan kaum Muslimin.

Tafsir Quraish Shihab: Sedangkan orang-orang kafir, maka Allah akan mencelakakan mereka dan menghapus semua amal perbuatan mereka.

Surah Muhammad Ayat 9
ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ كَرِهُواْ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأَحۡبَطَ أَعۡمَٰلَهُمۡ

Terjemahan: Yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al Quran) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.

Tafsir Jalalain: ذَٰلِكَ (Yang demikian itu) kecelakaan dan penyesatan itu بِأَنَّهُمۡ كَرِهُواْ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ (adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah) yakni Alquran yang diturunkan-Nya, di dalamnya terkandung masalah-masalah taklif atau kewajiban-kewajiban فَأَحۡبَطَ أَعۡمَٰلَهُمۡ (lalu Allah menghapuskan pahala amal-amal mereka.).

Tafsir Ibnu Katsir: Oleh karena itu, Dia berfirman: ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ كَرِهُواْ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ (“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah.”) yaitu, mereka tidak menghendaki dan tidak menyukainya. فَأَحۡبَطَ أَعۡمَٰلَهُمۡ (“Sehingga Allah menghapuskan [pahala-pahala] amal-amal mereka.”

Tafsir Kemenag: Ayat ini menjelaskan bahwa Allah tidak memberi pahala bagi amal dan perbuatan orang-orang kafir dan tidak memberi hidayah dan taufik-Nya karena mereka mengingkari petunjuk-petunjuk Al-Qur’an yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad sebagai rasul-Nya.

Tafsir Quraish Shihab: Hal itu disebabkan karena mereka membenci al-Qur’ân dan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan oleh Allah. Allah pun menghapus amal perbuatan mereka.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Muhammad Ayat 4-9 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S