Teori Big bang dalam Tafsir al Ibriz Karya KH Bisri Musthofa

Teori Big bang dalam Tafsir al Ibris Karya KH Bisri Musthofa

PeciHitam.orgKiai Bisri adalah tokoh besar dalam Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi yang memiliki identitas tradisionalis  dan kedekatan dengan tasawuf.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dengan orientasi tersebut, pada umumnya orang akan berpikir nuansa tafsir yang dimunculkan kalangan tradisional ini adalah sufistik praktis. Tafsir ilmi yang sering dihubung-hubungkan degan Muhammad Abduh dan diletakkan dalam domain kelompok modernis  tidak menjadi corak tafsir produksi kalangan tradisionalis.

Kemunculan nuansa ilmi dalam tafsir yang ditulis oleh ulama tradisionalis, dalam hal ini al-Ibriz, oleh karena itu, menjadi menarik untuk dibahas.

Beberapa poin penafsiran di dalamnya setidaknya memiliki arah pembahasan yang dekat dengan tafsir ilmi. Salah satunya adalah ketika Kiai Bisri menafsirkan 41:11:

ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ ائْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ

“nuli Allah Ta’ala ngersaake marang nitahake langit, langit iku (asal mulane naming) kelu’, nuli Allah Ta’ala dawuh marang langit lan marang bumi, sira sak keloron tekanana marang kersa ingsun, embangun turut, ora kapeksa. Langit lan Bumi matur inggal: ‘dalem kekalih mesti dumugi serana tunduk’. (Faedah) Dawuhe para mufassir: Kelu’ ana ing ayat iki iku uwabe banyu, ‘Arsy iku tumampang ana ing banyu. Allah Ta’ala ggonjingake banyu sehingga metu untuke lan metu uwabe. Untuk garing-garing nuli dadi bumi. Uwab mahu munggah menduwur banjur dadi kelu’. Wallahu A’lam.”

(lalu Allah Ta’ala berkehendak untuk memerintah langit, langit itu (pada dasarnya hanya berupa) asap, lalu Allah Ta’ala berkata pada langit dan bumi, “kalian berdua, kemari!” lalu mereka berdua menurut, tanpa terpaksa. Langit dan Bumi lalu berkata: ‘kami datang dengan tunduk’. (Faidah) Para mufassir berkomentar: uap (kelu’) yang dimaksud dalam ayat ini adalah uap air, ‘Arsy mengambang di atas air. Allah Ta’ala membuat air itu terguncang sampai mengeluarkan busa dan uap. Busa itu mengeras kemudian menjadi bumi. Uap tadi naik ke atas lalu menjadi uap yang lebih padat [kelu’]). Wallahu A’lam.)

Baca Juga:  Surah Al-A'raf Ayat 185; Seri Tadabbur Al-Qur'an

Pada ayat tersebut Kiai Bisri menjelaskan bahwa menurut beberapa mufassir, yang dimaksud dari Asap pada ayat ini yaitu Uap Air. Beliau menambahkan bahwa ‘Arsy berada diatas air, kemudian Allah Ta’ala membuat Air tersebut mendidih sehingga menjadikan dari Air tersebut Uap dan Buih.

Buih tersebut kemudian menggumpal dan menjadi planet-planet termasuk bumi dan Uap Air yang ada naik ke atas menjadi Awan dan atmosfer dari setiap planet.

Dapat dilihat bahwa dalam melakukan penafsiran pada ayat tersebut, Kiai Bisri menggunakan pendekatan ilmiah dengan menjelaskan proses terjadinya planet yang dulunya berupa asap atau uap air dan buih yang terjadi karena mendidihnya Air.

Lalu kemudian karena adanya reaksi yang terjadi sehingga membuat buih menjadi menggumpal dan tebentuknya bumi dan planet-planet lain dan disusul dengan terangkatnya uap air yang ada menjadi awan dan atmosfer.

Baca Juga:  Surah Al Baqarah Ayat 56-60; Terjemahan dan Tafsir

Pemaparan Kiai Bisri mengenai proses terjadinya bumi dan planet-planet tersebut secara eksplisit mirip dengan teori ilmiah tentang Bing Bang yang dicetuskan oleh Edwin Hubble.

Pemaparan tentang teori ini secara lebih lengkap juga disinggung M. Quraisy Syihab dalam Tafsir al-Misbah dalam ayat yang sama bahwa kata dukhāan biasa diterjemakan Asap.

Para ilmuwan memahami kata dukhān dalam arti satu benda yang terdiri pada umumnya dari gas yang mengandung benda-benda yang sangat kecil namun kukuh.

Berwarna gelap atau hitam dan mengandung panas. Definisi ini diungkapkan oleh Prof. Zaghlūl yang merupakan seorang ilmuwan. Sementara ulama Tafsir memahami kata ini dalam arti langit yang kita lihat ini berasal dari satu bahan yang serupa dengan dukhān.

Baca Juga:  Surah Yunus Ayat 7-8; Terjemahan dan Tafsir Al Qur'an

Sayyid Quthub juga menulis bahwa terdapat kepercayaan yang menyatakan bahwa sebelum terbentuknya bintang-bintang, angkasa raya dipenuhi oleh gas dan asap, dari bahan tersebut kemudian terbentuk bintang-bintang. Sampai saat ini, sebagian dari gas dan asap itu masih tersisa dan tersebar di angkasa raya.

 

Mohammad Mufid Muwaffaq