Interpretasi Surat Pengunduran Diri Tuan Guru Sapat sebagai Mufti Indragiri

Interpretasi Surat Pengunduran Diri Tuan Guru Sapat sebagai Mufti Indragiri

Pecihitam.org – Tuan Guru Sapat atau Syekh Abdurrahman Siddiq bin Muhammad Afif al-Banjari merupakan Mufti Kerajaan Indragiri periode 1327-1354 H/ 1908-1935 M. Ia menjabat sebagai Mufti kerajaan Indragiri selama 27 tahun.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Jabatan ini sebelumnya diduduki oleh Sayid Ali Alaydrus, seorang keturunan Sayid Abdullah bin Abu Bakar Asakran yang bermakam di Rantau Mapesan, Rengat, Indragiri Hulu, Riau. Tokoh ini menjabat sebagai mufti Indragiri pada masa pemerintahan Sultan Hasan, sultan kerajaan Indragiri ke-16.

Setelah Sayid Ali Alaydrus wafat, diangkatlah Tuan Guru Sapat sebagai mufti kerajaan Indragiri. Berselang 27 kemudian, Tuan Guru Sapat mengundurkan diri, lalu jabatan mufti dipegang oleh murid sekaligus menantunya, Gusti Alwi.

Kendati sulit mengungkap biografinya, melalui namanya kita menduka bahwa tokoh ini merupakan keturunan pangeran Banjar. Sebab, gelar Gusti hanya melekat pada gelar bangsawan di Tanah Banjar.

Tulisan ini mencoba mengungkap dan menginterpretasi ulang, selembar surat pengunduran diri Tuan Guru Sapat dari jabatan Mufti Indragiri. Tulisan tersebut ditulis dalam bahasa Melayu beraksara Jawi, yang sekarang lebih dikenal sebagai Arab-Melayu.

Surat pengunduran diri ini dapat dilihat pada lampiran buku karya A. Muthalib dan Imran Effendy Hs.

ددالم دوا فوله توجه تهون منجدي مفتي دان مڠاجر اڬام
منجدي مفتي تيدا برڬاجيه دان تيد امبيل فرسين فد انق نڬرى
دان فد كرجأن سمات٢ كارن الله تعالى منچاري فهلا
بلستيڠ فنچرين كبون دانلائينڽ باير سفرة اورڠ رامي
مڠاجر تيد ادا بيارن دري موريد٢ دري موريد – يڠ ادا
چوم روڬي مۑدياكن رومه تمفة ديم موريد دان تيمفو٢
ممبري بلنجا برس دان اواڠ دانلائينڽ.
ببراف كروڬين ممڬڠ جباتن مفتي درفد ممبري ماكن
اورڠيڠ فركارا دان قرطس دان فينه دان تينت
دان فايه منولس فتوسن دان فتوي دان
ممبالس سورت٢ فرتۑأن دري جاوه.
تيدا سفرت مڠرجاكن اوسها سنديري كبون دان
لائينڽ اوله سببب جباتن مفتي يڠبرت
تياد ادا فرحاصيلن سكالي٢ ددالم جباتن مفتي
دوا فوله توجه تهن هۑا سماة كارن الله تعالى
منچاري فهلا – سكارڠ بدن عذر تيدا سڠڬوف
لاڬ وسلام
اوله يڠ سبرڽ مفتي اندرڬري
عبدالرحمن صديق

١ محرم ١٣٥٤ بنجري

Baca Juga:  Biografi Imam Muslim Pengarang Kitab Shahih Muslim
Di dalam Dua Puluh Tujuh Tahun menjadi Mufti dan Guru Agama
Menjadi Mufti tiada bergaji dan tiada ambil persen daripada anak negeri
Dan pada kerajaan semata-mata karena Allah Ta’ala mencari pahala.
Belasting pencarian kebun dan lainnya bayar seperti orang ramai.
Mengaji tiada ada bayaran dari murid-murid dari murid – yang ada 
Cuma rugi menyediakan rumah tempat diam murid dan tempo-tempo
Memberi belanja beras dan uang dan lainnya.
Beberapa kerugian jabatan mufti daripada memberi makan
Orang yang perkara dan kertas dan pena dan tinta 
Dan payah menulis putusan dan fatwa dan
Membalas surat-surat pertanyaan dari jauh.
Tiada seperti mengerjakan usaha sendiri kebun dan
Lainnya oleh sebab jabatan Mufti yang berat
Tiada ada perhasilan sekali-kali dalam jabatan Mufti 
Dua Puluh Tujuh Tahun hamba semata kerena Allah Ta’ala
Mencari pahala – Sekarang badan uzur tiada sanggup Lagi

Wassalam
Oleh yang Sebenarnya Mufti Indragiri

Abdurrahman Siddiq
Banjari, 1 Muharram 1354 

Dari informasi tertulis melalui surat ini, ditarik beberapa simpulan:

Pertama, Tuan Guru Sapat telah menjabat selama 27 tahun sebagai Mufti Indragiri sekaligus guru Agama. Jabatan ini diembannya dalam dua priode pemerintahan, pertama raja Uwok Raja Muda Indragiri (1902-1912), sebagai pemegang jabatan sultan ke-25 dan Sultan Mahmud Syah raja Indragiri ke-26 (1912-1963).

Dan yang paling terpenting adalah, angka 27 itu menurut perhitungan tahun hijriah, bukan tahun masehi. Sehingga, bila ia mengundurkan diri tahun 1354 maka 27 tahun sebelumnya adalah 1327 H. 

Kedua, ia tidak ingin mengambil gaji dan menerima upah atas jabatannya. Ini menjadi bukti sifat amanah atas perjanjian yang ia lakoni selama berpuluh tahun.

Baca Juga:  Biografi Syekh Zainuddin Al Malibari Pengarang Fathul Muin

Sebab, sebelum diangkat menjadi Mufti Indragiri Tuan Guru Sapat menolak jabatan itu. Tetapi pihak kerajaan Indragiri tetap membujuknya. Ia bersedia menerima tawaran itu asalkan tidak digaji serta tidak tinggal di pusat kerajaan Indragiri.

Permohonan tersebut dikabulkan, maka sejak awal menjabat Mufti ia tidak menikmati fasilitas yang disediakan kerajaan Indragiri, tetapi menyepi membangun pusat pendidikan Islam dan berkebun di pedalaman Hidayat Sapat hingga wafat 1458 H/ 1939 M.

Ketiga, sebuah klarifikasi, meski ia menjabat sebagai Mufti Indragiri, namun ia memiliki kedudukan yang sama dengan masyarakat biasa soal belasting (bea, cukai, atau pajak) perkebunan dan pertanian yang ia garap.

Ia tampaknya ingin membersihkan diri dari tuduhan orang lain yang menduga bahwa dirinya bebas dari kewajiban membayar belasting kepada pihak kerajaan Indragiri sebagai pendapatan hasil bumi di bidang pertanian. Meski menduduki jabatan terhormat, ia tetap memegang teguh prinsip keadilan sebagai rakyat biasa.

Keempat, Tuan Guru Sapat berhasil menggagas berdirinya sekolah gratis. Santri-santri yang belajar di institusinya di kampung Hidayat, Sapat, tidak dibebani dengan uang bulanan, bahkan ia sendiri yang menyediakan asrama, dan sesekali menanggung makanan pokok sehari-hari untuk mereka yang golongan menengah ke bawah.

Menurut catatan A. Muthalib, awal abad ke-20 ada banyak sekali orang Indragiri maupun luar Indragiri yang belajar, bahkan termasuk dari Malaysia dan Singapura.

Ada sekitar 180 orang murid yang belajar setiap harinya, sehingga beras yang ditanak bisa mencapai 15-45 Kg untuk sekali masak. Padahal jam makan 3 kali dalam sehari (A. Muthalib, 2009: 95-96).

Kelima, beliau menulis “beberapa kerugian menjadi mufti” bukan menunjukkan bahwa dirinya tidak ikhlas, tetapi hanya menjadi alasan pengunduran diri semata.

Sebab, tanpa jabatan sebagai Mufti-pun beliau merupakan orang terpelajar yang erat kaitannya dengan pena, kertas, dan tinta. Selain itu, ia juga merupakan tokoh yang produktif dalam menulis, terutama ketika bermukim di Bangka dan Sapat.

Baca Juga:  Syaikh Mahfudz at Tarmasi, Ulama Nusantara yang Diakui Dunia (Bagian 1)

Karyanya yang terkenal adalah Syair Ibarat Khabar Kiamat dan Amal Makrifah, keduanya berdimensi sufistik. Sayangnya hingga kini tidak ditemui dan belum ada akademisi yang mengungkap keberadaan naskah surat-surat dan korespondensi antara masyarakat dengan Tuan Guru Sapat selaku Mufti Indragiri.

Bila ini ditemukan maka akan menambah lapangan penelitian para sarjana dan memperkaya khazanah serta dinamika keislaman di Indragiri abad ke-20. 

Keenam, ia kembali menjadikan alasan bahwa jabatan Mufti sangat berat, tidak sama seperti menggarap lahan pertanian. Seolah ia ingin fokus pada usaha perkebunannya, karena selama menjadi Mufti kebunnya dikerjakan oleh oranglain. 

Alasan yang ketujuh inilah sebenarnya yang menjadi inti alasannya, setelah 27 menjadi mufti, Tuan Guru Sapat merasa dirinya telah masuk usia lanjut dan ingin memasuki purna bakti.

Tuan Guru Sapat lahir 1284 kemudian tahun 1327 menjadi mufti dalam usia 43 tahun, dan mengundurkan diri pada usia 69 tahun (1354). Berselang 4 tahun kemudian, 1358 H/ 1939 M beliau wafat dan dimakamkan di Kampung Hidayat Sapat.

Sumber: 

  • A.Muthalib, Tuan Guru Sapat: Kiprah dan Perannya dalam Pendidikan Islam di Indragiri Hilir Riau pada Abad XX, (Yogyakarta: Eja Publisher, 2009).
  • Imran Effendy, Pemikiran Akhlak Syekh Abdurrahman Shiddiq al-Banjari, (Pekanbaru: LPNU Press, 2006).

Penulis: Arivaie Rahman (Pegiat Tafsir Nusantara,Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
Editor: Baldan

Redaksi