Adakah Dalil Yang Menunjukan Pentingnya Pencatatan Nikah?

Adakah Dalil Yang Menunjukan Pentingnya Pencatatan Nikah?

Pecihitam.org- Apabila diperhatikan ayat mudayanah (QS Al-Baqarah [2] 282) mengisyaratkan bahwa adanya bukti autentik sangat diperlukan untuk menjaga kepastian hukum. Bahkan redaksinya dengan tegas menggambarkan pentingnya pencatatan nikah daripada kesaksian, yang dalam perkawinan menjadi salah satu rukun. Ayat tersebut adalah:

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ۚ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا ۚ وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰ أَجَلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَىٰ أَلَّا تَرْتَابُوا ۖ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ

Baca Juga:  Begini Persamaan dan Perbedaan Pendapat Terkait Aturan Hadhanah Menurut Lima Madzhab
ۚ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah orang yang berutang itu mengimlakkan apa yong akan ditulis. Dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun daripada utangnya. Maka jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah keadaannya, atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur, Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang laki-lakidi antaramu. Jika tidak ada dua orang saksi laki-laki, boleh seorang laki-laki dan dua orang wanita dari saksi-saksi yang kamu ridhoi, supaya jika yang seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu enggan memberi keterangan apabila mereka dipanggil, dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak menimbulkan keraguanmu. Tulislah muamalahmu itu, kecuali perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dan saksi menyulitkan dan mempersulit. Jika kamu lakukan yang demikian, maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah. Allah mengajarmu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS Al-Baqarah [2]:282).

Baca Juga:  Hukum Jimak Ketika Istri Sedang Masa Istihadhah, Bolehkah?

Tidak ada sumber-sumber fiqih yang menyebutkan mengapa dalam hal pencatatan perkawinan dan membuktikannya dengan akta nikah, tidak dianalogikan kepada ayat muamalah tersebut. Dalam kaidah hukum Islam pencatatan perkawinan dan membuktikannya dengan akta nikah, sangat jelas mendatangkan maslahat bagi tegaknya rumah tangga. Sejalan dengan kaidah:

درء المفاسد مقدم على جلب المصالح

“Menghindari kerusakan didahulukan daripada memperoleh kemaslahatan”

تصرف الإمام على الرعية منوط بالمصلحة

“Tindakan (peraturan) pemerintah, berintikan terjaminnya kepentingan dan kemaslahatan rakyatnya.”

Pemerintah menyadari pentingnya pencatatan nikah yang kemudian melahirkan aturan tentang pencatatan perkawinan dan dibuktikannya dengan akta nikah, dalam perspektif metodologis, diformulasikan menggunakan metode istishläh atau mashlahat mursalah. Hal ini karena meskipun secara formal tidak ada ketentuan ayat atau sunnah yang memerintahkan pencatatan nikah, kandungan maslahatnya sejalan dengan tindakan syara’ (mulaimah li tasharrufat al-syar) yang ingin mewujud kemaslahatan bagi manusia. Atau dengan memerhatikan ayat yang dikutip di atas, dapat dilakukan analogi (qiyas), karena ada kesamaan ‘illat, yaitu untuk menghindari dampak negatif yang ditimbulkan nikah yang tidak dicatat.

Baca Juga:  Cendera Mata Peminangan, Bolehkah Meminta Kembali Jika Tidak Jadi Menikah??

Dengan analisis tersebut di atas, dapat ditegaskan bahwa pencatat perkawinan merupakan ketentuan yang perlu diterima dan dilaksanakan oleh semua pihak. Karena ia memiliki landasan metodologis yang cukup kokoh, yaitu qiyas atau mashlahat mursalah yang menurut al-Syathiby merupakan dalil qath’i yang dibangun atas dasar kajian Induktif (istiqra’i).

Mochamad Ari Irawan