Bagaimanakah Hadits Hasan Itu? Berikut Penjelasannya

hadits hasan

Pecihitam.org – Bagi orang yang berkecimpung dalam dunia hadits, tentu kita akan diperkenalkan dengan beberapa kualitas hadits yang dapat diterima atau malah sebaliknya, seperti hadits Shahih, hasan, dhaif, ataupun hadits maudhu’. Dan pastinya ini sangat penting untuk kita ketahui terlebih dalam mengamalkan dan menyampaikan sebuah hadis.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Adapun jikalau kita menoreh pada sejarah periwayatan hadis, rupanya pada masa Imam Bukhari dan Muslim yang dikenal hanyalah kualitas hadis Shahih dan Dhaif. Dan diantara keduanya hadirlah hadits hasan yang muncul pada masa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin adl Dlahhak atau lebih terkenal dengan nama Imam at Tirmidzi. Karena memang yang pertama kali memperkenalkan hadits hasan adalah Imam At Tirmidzi.

Memandang hadits hasan, bisa dikatakan status hadis ini berada di bawah hadis Shahih dan berada di atas hadis Dhaif. Sedangkan jika kita membandingkan antara hadis Shahih dan hadits hasan maka sebenarnya hampir sama, dan yang menjadi titik pembeda ialah berada pada kekuatan daya hafal (dhabith) perawinya.

Jika Hadits shahih diriwayatkan oleh rawi yang sempurna daya hafalnya yakni kuat hafalan dan tinggi tingkat akurasinya, maka rawi hadits hasan adalah yang rendah tingkat daya hafalnya.

Dalam hal ini Ibnu al-Shalah, berkata, “Rawi hadis hasan adalah orang yang dikenal jujur dan dapat dipercaya, tetapi tidak mencapai tingkatan para rawi hadis shahih, karena tingkat daya hafalannya dan akurasinya masi dibawah mereka. Meskipun demikian derajat rawi hadis hasan berbeda di atas para rawi yang menyendiri dan hadisnya disebut mungkar”

Sedangkan menurut Jumhur Ulama, hadits hasan ialah hadis yang dinukilkan oleh seorang yang adil akan tetapi tidak begitu kuat ingatannya, bersambung-sambung sanadnya dan tidak terdapat ‘illat serta kejanggalan matannya.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 45 – Kitab Iman

Sedangkan dalam menentukan kriteria, Imam At Tirmidzi memiliki 3 point kriteria terkait hadis hasan itu yang diantaranya ialah

  • Pertama, pada sanadnya tidak terdapat rawi yang dicurigai berdusta.
  • Kedua, hadis tersebut tidak janggal, paling tidak bisa dikatakan harus selamat dari pertentangan karena apabila bertentangan dengan riwayat para rawi yang tsiqah, tentu ia akan tertolak.
  • Ketiga, hadis tersebut diriwayatkan pula melalui jalan yang sederajat.

Sebagaimana yang dikatakan oleh al Sakhawi (Fath al Mughits, h. 24) bahwasanya hadis tersebut haruslah diriwayatkan melalui sanad lain, minimal satu atau lebih. Dengan catatan sederajat dengannya atau lebih kuat bukan malah berada dibawahnya.

Contoh Hadis Hasan

Diriwayatkan oleh Ahmad, ia berkata, Yahya bin Said meriwayatkan hadis kepada kami dari Bahz bin Hakim, ia mengatakan meriwayatkan hadis kepadaku bapakku dari kakekku, katanya: Aku bertanya:

Baca Juga:  Kitab-Kitab Ulama yang Memuat Hadits Hasan

Ya Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti?” Rasulullah menjawab, “Kepada Ibumu.” Aku bertanya, “Lalu kepada siapa?” Rasulullah menjawab “Lalu kepada Ibumu”. Aku bertanya “Lalu kepada siapa?” Rasulullah menjawab “Ibumu, kemudian bapakmu, kemudian kerabat terdekat dan selanjutnya”

Memandang hadis ini, maka kita akan menemukan bahwasanya sanad hadis bersambung, tak ada kejanggalan dan tidak ada cacat padanya, baik dalam rangkaian sanadnya maupun dalam matannya tidak terdapat perbedaan diantara riwayat riwayat.

Namun ketika kita sudah masuk pada kedhabitan perawinya, maka disinilah yang menjadi perbincangan. Imam Ahmad dan gurunya, Yahya bin Said al Qaththan, yakni dua orang imam yang agung. Sedangkan Bahz bin Hakim, sebagian ulama mempermasalahkan sebagian riwayatnya. Itulah mengapa Syu’bah bin al Hajaj memperbincangkannya. Sehingga dari sini, hadis yang diriwayatkannya terkesan rendah tingkat ke Dhabith-annya.

Sekalipun menurut Ali bin al Madini memberikan komentar kepada Bahz bin Hakim sebagai orang yang jujur dan dapat menjaga diri sehingga dinilai tsiqah. Begitupun dalam pandangan Yahya bin Main, al Nasa’i dan lainnya. Sedangakan bapak dari Bahz bin Hakim yaitu Hakim dinilai al Ajli dan Ibnu Hibban sebagai orang Tsiqah.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 63 – Kitab Ilmu

Kehujjahan Hadis Hasan

Seperti yang telah diketahui bahwasanya kehujjahan hadis Shahih adalah diterima dan dapat dipegangi sebagai hujah bahkan wajib diamalkan, begitupun dengan hadis Hasan. Alasan mengapa para ahli fuqaha mengeluarkan pendapat seperti itu tidak lain karena rawi pada hadis hasan diketahui akan kejujurannya dan keselamatan perpindahan dalam sanad.

Sedangkan rendah tingkat kedhabith-annya dinilai tidak mengeluarkan rawi yang bersangkutan dari jajaran rawi yang mampu menyampaikan hadis sebagaimana keadaan hadis itu didengar.

Adapun pemisahan antara hadis Shahih dan hadis hasan yang dimana salah satu sifat perawinya dinilai kurang dhabit, tidak lain ialah untuk membedakan bahwasanya hadis hasan berada dibawa hadis shahih.

Karena faktanya sebuah hadis yang dapat dipakai hujah itu adakalanya berada pada tingkat tertinggi (Hadis Shahih) dan adakalahnya berada pada tingkat terendah (hadis hasan).

Rosmawati