Pecihitam.org – Imam Abu Dawud, nama lengkapnya adalah Sulaiman bin al-Asy’as bin Ishak bin Basyir bin Syidad bin Amar al-Azdi as-Sijistani. Beliau adalah seorang tokoh ahli bidang hadits, dan pengarang kitab sunan. Beliau dilahirkan tahun 202 H. di daerah bernama Sijistan.
Daftar Pembahasan:
Pengembaraan mencari ilmu
Sejak kecil Abu Dawud sangat mencintai ilmu dan sudah bergaul dengan para ulama untuk menimba ilmunya. Sebelum dewasa, beliau sudah mempersiapkan diri untuk melanglang ke berbagai negeri. Beliau belajar hadits dari para ulama yang ditemuinya di Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah, Sagar, Khurasan dan negeri lainnya. Pengembaraannya ke beberapa negeri itu menunjang beliau untuk mendapatkan hadits sebanyak-banyaknya yang kemudian hadits itu disaring, dan ditulis pada kitab Sunan.
Imam Abu Dawud sudah berulang kali mengunjungi Bagdad. Di sana beliau mengajar ilmu hadits dan fiqih dengan menggunakan kitab sunan. Saat kitab sunannya itu ditunjukkan kepada Imam Ahmad bin Hanbal, sang Imam mengatakan bahwa kitab tersebut sangat bagus. Kemudian kitab tersebut (Sunan Abu Dawud) dianggap sebagai kitab ketiga dari Kutubussittah setelah Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
Guru-gurunya
Jumlah guru Imam Abu Dawud sangat banyak. Di antara gurunya yang paling menonjol antara lain: Ahmad bin Hanbal, al-Qan’abi, Abu Amar ad-Darir, Abu Daud bin Ibrahim, Abdullah bin raja’, Abdul Walid at-Tayalisi dan lain–lain. Sebagian gurunya juga termasuk guru Imam Bukhari seperti Ahmad bin Hanbal, Usman bin Abu Syaibah dan Qutaibah bin sa’id.
Murid-muridnya
Beberapa murid yang juga meriwayatkan hadits-nya antara lain:
- Abu Isa at-Tirmizi.
- Abu Abdur Rahman an-Nasa’i.
- Putranya sendiri Abu Bakar bin Abu Dawud.
- Abu Awana, Abu Sa’id aI-Arabi.
- Abu Ali al-Lu’lu’i.
- Abu Bakar bin Dassah.
- Abu Salim Muhammad bin Sa’id al-Jaldawi dan lain-lain.
Sifat dan akhlak kepribadiannya
Imam Abu Dawud termasuk ulama yang mencapai derajat tinggi dalam beribadah, kesucian diri, kesalihan dan wara’ yang patut diteladani.
Beberapa ulama berkata: “Perilaku,sifat dan kepribadiannya menyerupai dengan Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Ahmad menyerupai Waki’; seperti Sufyan asy-Sauri, Sufyan seperti Mansur, Mansur menyerupai Ibrahim an-Nakha’i, Ibrahim menyerupai Alqamah, “Alqamah seperti Ibnu Mas’ud, dan Ibnu Mas’ud seperti Nabi Muhammad SAW.
Kepribadian dan sifat seperti ini menggambarkan kesempurnaan beragama, prilaku dan akhlak Imam Abu Dawud. Beliau mempunyai falsafah tersendiri dalam berpakaian. Salah satu lengan bajunya lebar dan satunya lagi sempit. Jika ada yang bertanya, beliau menjawab: “Lengan yang lebar ini untuk membawa kitab, sedang yang satunya tidak diperlukan. Kalau dia lebar, berarti pemborosan.”
Ulama yang memujinya
Imam Abu Dawud adalah seorang tokoh ahli hadits yang menghafal dan memahami hadits beserta illatnya. Beliau mendapatkan kehormatan dari para ulama, terutama dari gurunya,yaitu Imam Ahmad.
Al-Hafidz Musa bin Harun mengatakan: “Abu Dawud diciptakan di dunia untuk Hadits, dan di akhirat untuk surga. Aku tidak pernah melihat orang yang lebih utama darinya.”
Sahal bin Abdullah at-Tastari, seorang ulama yang alim berkunjung pada Imam Abu Dawud dan berkata: “Saya adalah Sahal, datang untuk mengunjungimu.” Imam Abu Dawud menyambutnya dengan hormat dan mempersilakannya duduk. Lalu Sahal berkata: “Saya ada keperluan.” Imam Abu Dawud bertanya: “Keperluan apa?” Sahal menjawab: “Akan saya katakan, asalkan engkau berjanji memenuhi permintaanku.” Imam Abu Dawud menjawab: “Jika aku mampu pasti kuturuti.” Lalu Sahal berkata: “Julurkanlah lidahmu yang engkau gunakan untuk meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW agar aku dapat menciumnya” Lalu Abu Dawud menjulurkan lidahnya kemudian dicium Sahal.
Ketika Imam Abu Dawud menulis kitab Sunan, Ibrahim al-Harbi, yang juga Ulama hadits, berkata: “Hadits telah dilunakkan bagi Abu Dawud, sebagaimana besi dilunakkan untuk Nabi Dawud.”
Ungkapan itu merupakan perumpamaan bagi keistimewaan seorang ahli hadits. Ia telah mempermudah yang sulit dan mendekatkan yang jauh.
Seorang Ulama ilmu hadits dan fiqih terkenal yang bermazhab Hanbali, Abu Bakar al-Khallal, berkata: “Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’as as-Sijistani merupakan Imam terkemuka pada zamannya, penggali beberapa bidang ilmu dan juga mengetahui tempatnya, serta tak seorang pun di masanya dapat me-nandinginya.”
Abu Bakar al-Asbihani dan Abu Bakar bin Sadaqah sering memuji Abu Dawud, dan mereka memberi pujian yang belum pernah diberikan kepada siapa pun di masanya.
Madzhab yang diikuti Imam Abu Dawud dalam Tabaqatul Fuqaha menggolongkan Abu Dawud sebagai murid Imam Ahmad bin Hanbal. Penilaian ini dikarenakan, Imam Ahmad adalah guru Abu Dawud yang istimewa.Nmaun ada pula yang mengatakan bahwa Imam Abu Dawud bermazhab Syafi’i.
Memuliakan ilmu dan ulama
Dikisahkan oleh Imam al-Khattabi dari Abu Bakar bin Jabir, pembantu Imam Abu Dawud. Ia berkata: “Aku bersama Abu Dawud tinggal di Baghdad. Suatu ketika, saat kami usai melakukan shalat magrib, tiba-tiba pintu rumah diketuk orang, lalu kubuka pintu dan seorang pelayan melaporkan bahwa Amir Abu Ahmad al-Muwaffaq minta ijin untuk masuk. Kemudian aku memberitahu Abu Dawud dan ia pun mengijinkan, lalu Amir duduk.
Abu Dawud bertanya: “Apa yang mendorongmu ke sini?” Amir pun menjawab “Ada tiga kepentingan”. “Kepentingan apa?” Tanya Abu Dawud. Amir mengatakan: “Sebaiknya anda tinggal di Basrah, agar para pelajar dari seluruh dunia belajar kepada anda. Dengan demikian kota Basrah akan makmur lagi. Karena Basrah telah hancur dan ditinggalkan orang akibat tragedi Zenji.”
Abu Dawud berkata: “itu yang pertama, lalu yang kedua?” Amir menjawab: “Hendaknya anda mau mengajarkan Sunan kepada anak-anakku.” “Yang ketiga?” tanya Abu Dawud. “Hendaklah anda membuat majelis tersendiri untuk mengajarkan hadits kepada keluarga khalifah, sebab mereka enggan duduk bersama orang umum.”
Abu Dawud menjawab: “Permintaan ketiga tidak bisa kukabulkan. Karena derajat manusia itu, baik pejabat terhormat ataupun rakyat biasa, dipandang sama dalam menuntut ilmu.” Ibnu Jabir mengatakan: “Sejak saat itu putra-putra khalifah datang menghadiri majelis taklim, duduk bersama rakyat biasa, dengan diberi tirai pemisah”.
Begitulah seharusnya, bukan ulama yang datang kepada raja atau penguasa, namun merekalah yang harus mendatangi ulama. Itulah kesamaan derajat dalam mencari ilmu pengetahuan.
Metodologi Sunan Abu Dawud
Imam Abu Daud menyusun kitabnya di Baghdad. Minat utamanya adalah syariat, sehingga kumpulan hadits-haditsnya berfokus murni pada hadits tentang syariat. Setiap hadits dalam kumpulannya diperiksa kesesuaiannya dengan Al-Qur’an, begitu pula sanadnya. Dia pernah memperlihatkan kitab Sunannya itu kepada Imam Ahmad untuk meminta saran dan koreksi.
Kitab Sunan Abu Dawud diakui oleh mayoritas ulama sebagai salah satu kitab hadits yang paling autentik dan shahih. Namun, diketahui bahwa kitab ini mengandung beberapa hadits lemah (yang sebagian ditandai dan sebagian tidak).
Banyak ulama yang meriwayatkan hadits dari beliau, diantaranya Imam Tirmidzi dan Imam an Nasa’i. Al Khatoby mengomentari bahwa kitab tersebut adalah sebaik-baik tulisan dan isinya lebih banyak memuat fiqih daripada kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
Ibnul A’raby berkata, barangsiapa yang sudah menguasai Al-Qur’an dan kitab “Sunan Abu Dawud”, maka dia tidak membutuhkan kitab-kitab lain lagi. Imam Ghazali juga mengatakan bahwa kitab “Sunan Abu Dawud” sudah cukup bagi seorang mujtahid untuk dijadikan landasan hukum.
Beliau adalah imam dari para Imam Ahlussunnah wal Jamaah yang hidup di Bashroh, kota berkembangnya kelompok Qadariyah. Demikian pula berkembang disana pemikiran Khowarij, Mu’tazilah, Murji’ah dan Syi’ah Rafidhoh serta Jahmiyah dan lain-lainnya. Tetapi walaupun demikian beliau tetap istiqomah di atas Sunnah dan beliau pun membantah Qadariyah dengan kitabnya Al Qadar.
Demikian pula bantahan beliau atas Khowarij dalam kitabnya Akhbar Al Khawarij, dan juga membantah terhadap pemahaman yang menyimpang dari kemurnian ajaran Islam yang telah disampaikan olah Rasulullah SAW.
Maka tentang hal itu bisa dilihat pada kitabnya As Sunan yang terdapat bantahan-bantahan beliau terhadap Jahmiyah, Murji’ah dan Mu’tazilah.
Beliau lahir sebagai seorang ahli urusan hadits, juga dalam masalah fiqh dan ushul serta masyhur akan kewara’annya dan kezuhudannya. Kefaqihannya terlihat ketika mengkritik sejumlah hadits yang bertalian dengan hukum. Selain itu terlihat dalam penjelasan bab-bab fiqih atas sejumlah karyanya, seperti Sunan Abu Dawud.
Sepanjang sejarah telah muncul para pakar hadits yang berusaha menggali makna hadits dalam berbagai sudut pandang dengan metode pendekatan dan sistem yang berbeda. Sehingga dengan upaya yang sangat berharga itu mereka telah membuka jalan bagi generasi selanjutnya guna memahami hadits Nabi dengan baik dan benar.
Di samping itu, mereka pun telah bersusah payah menghimpun hadits-hadits yang diperselisihkan dan menyelaraskan di antara hadits yang tampak saling menyelisihi. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga kewibawaan dari hadits secara umum.
Abu Muhammad bin Qutaibah (wafat 267 H) dengan kitab dia Ta’wil Mukhtalaf al-Hadis telah membantah habis pandangan kaum Mu’tazilah yang mempertentangkan beberapa hadis dengan al-Quran maupun dengan rasio mereka.
Salah satu kitab yang terkenal adalah yang disusun oleh Imam Abu Dawud yaitu sunan Abu Dawud. Kitab ini memuat 4800 hadis terseleksi dari 50.000 hadis.
Sebagai ahli hukum, Imam Abu Dawud pernah berkata: Cukuplah manusia dengan empat hadits, yaitu:
- Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung niatnya.
- Termasuk kebagusan Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat.
- Tidaklah keadaan seorang mukmin itu menjadi mukmin, hingga ia ridho terhadap saudaranya apa yang ia ridho terhadap dirinya sendiri.
- Yang halal sudah jelas dan yang harampun sudah jelas pula, sedangkan di antara keduanya adalah syubhat.
Beliau menyusun karya-karya yang bermutu, baik dalam bidang fiqh, ushul, tauhid dan terutama hadits. Kitab sunan dialah yang paling banyak menarik perhatian, dan merupakan salah satu di antara kompilasi hadis hukum yang paling menonjol saat ini.
Tentang kualitasnya ini Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah berkata: Kitab sunannya Abu Dawud Sulaiman bin Asy’ats as-sijistani rahimahullah adalah kitab Islam yang topiknya tersebut Allah telah mengkhususkan dia dengan sunannya. Di dalam banyak pembahasan yang bisa menjadi hukum di antara ahli Islam, maka kepadanya hendaklah para mushannif mengambil hukum.
Kepadanya hendaklah para muhaqqiq merasa ridho, karena sesungguhnya ia telah mengumpulkan sejumlah hadits ahkam, dan menyusunnya dengan sebagus-bagus susunan, serta mengaturnya dengan sebaik-baik aturan bersama dengan kerapnya kehati-hatian sikapnya dengan membuang sejumlah hadis dari para perawi majruhin dan dhu’afa. Semoga Allah melimpahkan rahmat atas mereka dan mem- berikannya pula atas para pelanjutnya.
Karya Imam Abu Dawud
Abu Dawud mempunyai karangan yang banyak, antara lain:
- Kitab as-Sunan
- Kitab al-Marasil
- Kitab al-Qadar
- An-Nasikh Wal Mansukh
- Fada’ilul A’mal
- Kitab az-Zuhud
- Dalailun Nubuwah
- Ibtida’ul Wahyu
- Ahbarul Khawarij
Akhir Hayatnya
Setelah hidup penuh dengan kegiatan ilmu, mengumpulkan dan menyebarluaskan hadits, Imam Abu Dawud wafat di Basrah. Beliau wafat tanggal 16 Syawal 275 H. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan ridanya kepada-nya. Imam Abu Dawud meninggalkan seorang putra bernama Abu Bakar Abdullah bin Abu Dawud. Ia adalah seorang Imam hadits dan putra seorang imam hadits pula. Dilahirkan tahun 230 H. dan wafat tahun 316 H.