Mengenal Kyai Ahmad Sanusi; Seorang Pahlawan Nasional dari Sukabumi

Mengenal Kyai Ahmad Sanusi; Seorang Pahlawan Nasional dari Sukabumi

PeciHitam.org – Masyarakat Jawa Barat, khususnya Sukabumi harus bangga, karena memiliki seorang ulama besar yaitu K.H. Ahmad Sanusi. Beliau merupakan seorang ulama Sunda asal Sukabumi yang memiliki kedalaman ilmu yang mumpuni.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

K.H. Ahmad Sanusi dilahirkan tepatnya pada hari Jumat tanggal 12 Muharram 1306 H, bertepatan dengan tanggal 18 September 1888 M di Kampung Cantayan, Desa Cantayan, Kecamatan Cikembar Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Jika diurutkan nasabnya, beliau merupakan keturunan Nabi. Kyai Sanusi merupakan putra dari K.H. Abdurrahim bin H. Yasin (1833-1949 M) bin Nurzan bin Nursalam bin Nyi Raden Candra binti Syekh Haji Abdul Muhyi Pamijahan bin Raden Ageng Tanganziah bin Kentol Sumbirana bin Wira Candera bin Syekh ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri) bin Ishaq Ma’sum bin Ibrahim al-Ghazali bin Jamal al-Din Husein bin Ahmad bin ‘Abdullah bin ‘Abd al-Malik bin ‘Alawi bin Muhammad bin Sahib al-Mirbat bin ‘Ali Khalil Qasam bin ‘Alawi bin Muhammad bin ‘Alawi bin ‘Abdullah bin Ahmad al-Muhajir bin ‘Isa al-Bisari bin Muhammad al-Faqih bin ‘Ali al-‘Uraydi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin ‘Ali Zayn al-‘Abidin bin Husain bin Siti Fatimah binti Muhammad saw.

Pemikirannya yang brilian dengan pemilihan dialektika yang tidak rumit dalam menjelaskan permasalahan berdasarkan spirit Hadis/ Sunnah Nabi menyebabkan dirinya begitu mudah dikenal luas pada masanya. Bisa dikatakan, beliau merupakan orator ulung.

Baca Juga:  Refleksi Harlah NU Ke-92: Pesan Kebangsaan KH Hasyim Asy'ari

Adapun kapasitas keilmuannya sendiri meliputi banyak cabang keilmuan, yang utamanya adalah dalam bidang ilmu-ilmu agamanya. Di wilayah Sunda (Jawa Barat), Batavia, Bengkulu, bahkan Johor Malaysia, K.H. Ahmad Sanusi dikenal baik sebagai seorang mufassir (pakar Tafsir) dan faqih (pakar fikih) ternama dengan karya-karya yang telah dibaca berbagai kalangan.

Tidak hanya penguasaannya dalam bidang tafsir dan fikih, beliau juga memiliki kapasitas keilmuan yang memadai dalam bidang ilmu akidah, bahasa Arab berikut gramatikal dan sastranya, mantiq, termasuk kedalamannya dalam bidang Hadis Nabi.

Pada tahun 1910, beliau pergi haji ke Mekkah bersama istrinya, sekaligus menetap di sana selama 5 tahun. Dalam kesehariannya di Mekkah, ia sering bertemu dengan ulama-ulama Indonesia yang juga menetap di sana. Dalam setiap pertemuannya, ia selalu bertukar pikiran dan menggali keilmuan ulama-ulama yang ditemuinya.

Salah satu contohnya ialah Kyai Mahfuz Tremas dari Tremas Pacitan, yang menulis beberapa karya penting dalam ranah ‘Ulum al-Hadis seperti kitab Manhaj Dhawi al-Nazar dan Syarh Manzumah al-Atharli al-Suyuthi.

Setelah lima tahun di Mekkah, pada tahun 1915 ia memutuskan untuk pulang ke tanah air membantu mengelola pesantren yang didirikan oleh ayahnya. Di tahun yang sama, K.H. Ahmad Sanusi bergabung dengan Syarikat Islam (SI) tanpa diambil sumpah dan diangkat sebagai Penasehat. Pada masa itu, Syarikat Islam dipimpin oleh KH. Siradj.

Baca Juga:  Umur 7 Tahun, Imam Abu Hanifah Sudah Menang Debat Melawan Seorang Atheis

Sejak kembali ke tanah air, ia juga aktif dalam usaha-usaha kemerdekaan Republik Indonesia. Beliau pernah membentuk tentara PETA (Pembela Tanah Air) di Pesantren Gunungpuyuh, dengan memilih K.H. Abdullah bin Nuh Bogor dan K.H. Acun Basyuni Sukabumi sebagai komandan, dan demikian juga beberapa tokoh kyai didikan K.H. Ahmad Sanusi sendiri.

Pada tahun 1944, K.H. Ahmad Sanusi masuk dalam kepengurusan Jawa Hokokai (kebangkitan Jawa) mewakili Masyumi, bersama dengan K.H. Wahid Hasyim dan Djoenaedi. Di mana satu tahun setelahnya, tepatnya 28 Mei 1945, dirinya diangkat sebagai anggota BPUPK bentukan Jepang, bersama R. Soekarjo Wirjopranoto, Mr. R. Syamsudin dan lainnya.

Pada tahun 1948, K.H. Ahmad Sanusi terpaksa hijrah ke Yogyakarta sesuai perjanjian Renville, bersama dengan para pejabat RI lainnya, karena Jawa Barat pada saat itu telah dikuasai penjajah.

Setahun berada di Yogyakarta, K.H. Ahmad Sanusi menolak keras kemunculan Darul Islam yang diinisiasi oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, karena dinilai mengancam NKRI, di samping itu, Anggaran Dasar (AD) Darul Islamjuga dinilainya tidak sejalan dengan ajaran Islam, seperti adanya ketentuan hak veto bagi Imamnya (Kartosuwiryo).

Baca Juga:  KH Ahmad Dahlan, Pahlawan Nasional Pendiri Muhammadiyah

K.H. Ahmad Sanusi meninggal pada hari Ahad tanggal 15 Syawwal 1369 H/ 31 Juli 1950, ia meninggal dunia di kediamannya Pondok Pesantren Gunungpuyuh Sukabumi, dalam usia 61 tahun, 10 bulan, 22 hari. Dan atas segala jasanya, Pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan kepadanya Bintang Maha Putera Utama, pada tanggal 12 Agustus 1992, dan Bintang Maha Putera Adipradana pada tanggal 10 November 2009.

Mohammad Mufid Muwaffaq