Mengenal Istilah-istilah Ulama di Kalangan Masyarakat Bugis Sulawesi Selatan

Mengenal Istilah-istilah Ulama di Kalangan Masyarakat Bugis Sulawesi Selatan

Pecihitam.org – Sudah menjadi rahasia umum bahwasanya Ulama adalah seorang pemuka Agama atau pemimpin Agama yang bertugas mengayomi, membina ataupun membimbing umat Islam baik pada masalah Agama maupun pada masalah keseharian (Wikipedia). Namun rupanya sebutan Ulama tidak digunakan secara umum atau bisa diartikan bahwa setiap daerah mempunyai sebutan tersendiri bagi orang orang yang dianggapnya sebagai pemuka Agama, salah satunya ialah dikalangan orang orang Bugis (Sulawesi selatan).

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Gurutta, sebutan inilah yang digunakan orang orang bugis dalam menamai ulama mereka. Gurutta secara harfiah berarti guru kita, dimana kata guru berasal dari bahasa Sansakerta yang berarti pengajar Agama (Religious Teacher) dari kalangan Brahma dalam Agama Hindu, yang dapat disejajarkan dengan istilah Kristen dan Muftih dalam Islam (Max Weber, The Sociology of religion).

Mungkin sempat terlintas dalam pikiran kita bahwa sebetulnya kata guru adalah kata atau istilah atau panggilan yang menjurus pada seluruh pengajar, seperti pengajar di sekolah di panggil dengan sebutan guru, mereka yang menjadi guru mengaji dipanggil juga sebagai guru bahkan imam kampung yang sering diminta untuk membacakan doa sebagai hajatan pun dipanggil sebagai guru.

Baca Juga:  Biografi Singkat Habib Syech Bin Abdul Qodir Assegaf

Tidak hanya itu, mereka yang pintar ilmu hitam pun disebut dengan guru. Hingga apakah Istilah Gurutta disini tidak memiliki perbedaan perbedaan dengan istilah guru seperti diatas?

Tentu memiliki perbedaan, di kalangan bugis makassar hanya ulama yang biasa dipanggil dengan sebutan Gurutta. Penggunaan kata Gurutta ini biasanya diikuti dengan nama ulama yang bersangkutan.

Selain itu, dalam melangsungkan dialog dengan Ulama (Gurutta) biasanya kita memulai dengan kalimat penghormatan seperti “Puang atau pung”, sehingga berangkat dari sini bisa disimpulkan bahwa Gurutta memiliki status sosial yang menempati sebagai elit sosial.

Selain itu, dikenal pula sebutan Anregurutta. Yakni tingkatan keulamaan tertinggi dalam ukuran orang bugis dalam memandang seorang ulama. Apabila Gurutta disejajarkan dengan istilah Alim maka Anregurutta disejajarkan dengan Allamah. Ibarat gelar Akademik, Gurutta sama dengan sarjana sedangkan Anregurutta sudah berada di atas sarjana itu.

Jadi bisa dikatakan bahwa kedudukan Anregurutta lebih tinggi karena memang Anregurutta adalah mereka yang menjadi rujukan tertinggi dalam hirarki Transmisi keilmuwan dikalangan para ahli Agama yang ada dibawahnya, sedangkan gurutta sendiri menjadi rujukan para Ustadz dan masyarakat.

Baca Juga:  Biografi Singkat Imam Malik bin Anas, Pendiri Mazhab Maliki

Bahkan seperti yang diperjelas oleh seorang ulama mengenai perbedaan keduanya di buku yang berjudul “Ulama Bugis” dikatakan bahwa “Perbedaan antara gurutta dengan Anregurutta hanya berlaku dikalangan orang terdidik saja, khususnya dikalangan Santri. Masyarakat umum lebih banyak menggunakan Istilah Gurutta” (Wawacara 10 November 2003)

Tidak hanya itu, rupanya dalam kalangan orang orang bugis pun mengenal istilah Topanrita, yakni Istilah yang menjurus pada tingkat ulama yang sudah sampai pada tahap Anregurutta.

Perlu diketahui disini bahwa rupanya Masyarakat Bugis tidak hanya meyakini bahwa Anregurutta atau Topanrita adalah tingkatan tertinggi ukuran keulamaan orang bugis. Namun mereka pun meyakini adanya kelebihan yang dimiliki Anregurutta yang tidak dimiliki oleh orang lain, dan perihal ini disebut dengan Mukaramaq atau karamah.

Karamah sendiri dalam pengertian Umumnya ialah kelebihan yang diberikan Allah kepada seorang hamba yang memiliki tingkat wali, sedangkan orang orang bugis menyebutnya dengan sebutan Topanrita Mukaramaq. Ulama yang seperti inilah biasanya menjadi tumpuan dalam memperoleh berkah bagi Masyarakat.

Baca Juga:  Biografi Syaikh Ja’far al-Barzanji, Pengarang Maulid al-Barzanji

Namun yang menjadi pertanyaan ialah apakah mereka yang dijuluki sebagai Gurutta, Anregurutta atau Topanrita adalah julukan yang lahir dari aspek keberilmuannya?

Tentu dari kalangan Bugis tidak hanya melahirkan Istilah itu dari Keberilmuannya saja, tetapi yang lebih signifikan ialah dari pengalaman ilmu yang diketahuinya.

Seorang ulama adalah seseorang yang mendapatkan legitimasi atau pengakuan sedangkan pengakuan itu sendiri tergantung pada penilaian atas amalan amalan ulama, sehingga dari sini bisa dikatakan bahwa seorang Gurutta ataupun Anregurutta lahir dari kacamata Masyarakat, dimana ilmu yang dimilikinya sudah benar benar mendarah daging dan diamalkannya dengan sebenar benar amalan.


Sumber referensi: Buku Ulama Bugis oleh Abd. Kadir Ahmad)

Rosmawati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *