Bukan Nasab yang Menyelamatkanmu tapi Amal Soleh dan RidhoNya

Bukan Nasab yang Menyelamatkanmu tapi Amal Soleh dan Ridho

Pecihitam.org – Akhir-akhir ini kita dihebohkan kabar Penceramah yang dianggap sebagai salah satu Dzurriyah Nabi yang oleh Aparat Kepolisian sudah menetapkannya sebagai tersangka setelah diduga menganiaya dua anak baru gede (ABG). Semoga kita dapat memetik ilmu di balik kejadian ini.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Namun, Saya tidak perlu ikut-ikutan membahas tentang berita tersebut lebih jauh, kita percayakan saja pada Proses Hukum yang berlaku di Negeri ini.

Jika mendengar tentang Dzurriyah Nabi, saya Tiba-tiba teringat cerita seorang guru. Ia menceritakannya saat aku mengaji di pesantren dahulu kala. Cerita itu kira-kira begini:

Suatu hari cucu Nabi yang amat saleh dan rendah hati, yang populer dipanggil “Al-Sajjad” tampak sedang berduka. Ia seperti sedang memikirkan sesuati yang menggelisahkan hatinya. Pipinya basah karena menangis.

Baca Juga:  Makna Kata Masya Allah dan Cara Menjawabnya Sesuai Tuntunan Ulama

Baca juga: Betulkah Islam Nusantara Itu Agama Baru dan Anti Arab? Itu FITNAH

Temannya mengatakan: “wahai, putra Husein yang mulia, cucu Ali bin Abi Thalib yang mulia dan cicit Nabi Muhammad, utusan Allah yang mulia, mengapa engkau berduka?”.

Al-Sajjad menjawab: saudaraku, tolong jangan bawa-bawa ayah, ibu dan kakekku. Aku sedang memikirkan masa depanku sendiri, aku akan tinggal di mana sesudah aku meninggalkan dunia ini. Apakah aku akan selamat atau tidak?. Ingatlah, di akhirat kelak tak ada lagi hubungan nasab/keturunan yang bisa menyelamatkan seseorang, kecuali amal salehnya masing-masing”.

Allah berfirman :

فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلَا أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلَا يَتَسَاءَلُونَ

“Apabila terompet ditiup (kelak pada hari kiamat) maka tidak ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanggungjawab”.

Baca Juga:  Ini Beberapa Praktik Bid’ah Hasanah Para Sahabat Nabi

Allah juga mengatakan :

فَإِذَا جَاءَتِ الصَّاخَّةُ. يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ
وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ

“Dan apabila terompet kedua ditiup.
Hari ketika manusia lari dari saudaranya,dari ibu dan bapaknya,
dari istri dan anak-anaknya.
Setiap orang pada hari itu
Disibukkan oleh urusan dirinya sendiri”.

Sementara demikian Allah dalam al-Qur’an menyatakan :

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُون َإِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

“(yaitu) di hari harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”

Baca juga: Inilah Kontribusi Besar Madzhab Al-Asy’ari dalam Ilmu Hadits

Betapa mendalamnya pengetahuan Al-Sajjad, cicit Nabi itu, dan betapa rendah hatinya beliau. Ia sangat mengerti bahwa kemuliaan dan kebaikan seorang manusia hanya karena ketakwaannya kepada Allah, bukan karena keturunan, jabatan, asesoris atau simbol-simbol yang dilekatkan orang kepadanya.

Baca Juga:  Masjid Istiqlal: Masjid Terbesar di Asia Tenggara Kebanggaan Indonesia

Kisah diatas pernah dipublikasikan sebelumnya di Islami.co

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *