Hadits Shahih Al-Bukhari No. 29-30 – Kitab Iman

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 29-30 – Kitab Iman ini, menjelaskan bahwa kemaksiatan adalah kelakuan orang-orang jahiliah dan pelakunya tidak dianggap kafir kecuali dia benar-benar melakukan perbuatan syirik. Hadis berikutnya menjelaskan tentang dua orang Muslim yang sedang berkelahi dan keduanya ingin saling membunuh, maka yang terbunuh dan yang membunuh semuanya masuk neraka. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 1 Kitab Iman. Halaman 151-155.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ وَاصِلٍ الْأَحْدَبِ عَنْ الْمَعْرُورِ بْنِ سُوَيْدٍ قَالَ لَقِيتُ أَبَا ذَرٍّ بِالرَّبَذَةِ وَعَلَيْهِ حُلَّةٌ وَعَلَى غُلَامِهِ حُلَّةٌ فَسَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ إِنِّي سَابَبْتُ رَجُلًا فَعَيَّرْتُهُ بِأُمِّهِ فَقَالَ لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا ذَرٍّ أَعَيَّرْتَهُ بِأُمِّهِ إِنَّكَ امْرُؤٌ فِيكَ جَاهِلِيَّةٌ إِخْوَانُكُمْ خَوَلُكُمْ جَعَلَهُمْ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ وَلَا تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فَأَعِينُوهُمْ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Sulaiman bin Harb] berkata, telah menceritakan kepada kami [Syu’bah] dari [Washil Al Ahdab] dari [Al Ma’rur bin Suwaid] berkata: Aku bertemu [Abu Dzar] di Rabdzah yang saat itu mengenakan pakaian dua lapis, begitu juga anaknya, maka aku tanyakan kepadanya tentang itu, maka dia menjawab: Aku telah menghina seseorang dengan cara menghina ibunya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menegurku:

“Wahai Abu Dzar apakah kamu menghina ibunya? Sesungguhnya kamu masih memiliki (sifat) jahiliyyah. Saudara-saudara kalian adalah tanggungan kalian, Allah telah menjadikan mereka di bawah tangan kalian. Maka siapa yang saudaranya berada di bawah tangannya (tanggungannya) maka jika dia makan berilah makanan seperti yang dia makan, bila dia berpakaian berilah seperti yang dia pakai, janganlah kalian membebani mereka sesuatu yang di luar batas kemampuan mereka. Jika kalian membebani mereka, maka bantulah mereka”.

Berdasarkan sabda Rasulullah SAW, “Masih terdapat dalam dirimu karakteristik Jahiliyah.” Allah berfirman,

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. [An Nisa’:48]

Firman Allah swt: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”. [Al Hujurat:9]

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 41 – Kitab Iman

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الْمُبَارَكِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ وَيُونُسُ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ الْأَحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ ذَهَبْتُ لِأَنْصُرَ هَذَا الرَّجُلَ فَلَقِيَنِي أَبُو بَكْرَةَ فَقَالَ أَيْنَ تُرِيدُ قُلْتُ أَنْصُرُ هَذَا الرَّجُلَ قَالَ ارْجِعْ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِي النَّارِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ قَالَ إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Al Mubarak] Telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Zaid] Telah menceritakan kepada kami [Ayyub] dan [Yunus] dari [Al Hasan] dari [Al Ahnaf bin Qais] berkata; aku datang untuk menolong seseorang kemudian bertemu [Abu Bakrah], maka dia bertanya: “Kamu mau kemana?” Aku jawab: “hendak menolong seseorang” dia berkata: “Kembalilah, karena aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika dua orang muslim saling bertemu (untuk berkelahi) dengan menghunus pedang masing-masing, maka yang terbunuh dan membunuh masuk neraka”. aku pun bertanya: “Wahai Rasulullah, ini bagi yang membunuh, tapi bagaimana dengan yang terbunuh?” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Dia juga sebelumnya sangat ingin untuk membunuh temannya”.

Keterangan Hadis: Seluruh perbuatan maksiat akibat meninggalkan kewajiban atau mengerjakan perbuatan yang haram adalah akhlak jahiliyah, dan perbuatan syirik adalah kemaksiatan yang paling besar.

Maksud dari pernyataan bahwa perbuatan maksiat termasuk kekufuran, adalah kufur nikmat bukan kufur yang berarti keluar dari agama, berbeda dengan pendapat golongan Khawarij yang mengkafirkan orang yang berbuat dosa selain syirik. Dalam hal ini, nash Al Qur’an yang berbunyi, “Dan Dia mengampuni selain ilu sesuai kehendak-Nya” dapat dijadikan dalil untuk membantah pendapat mereka.

Ayat tersebut mengindikasikan, bahwa dosa selain syirik masih mendapat ampunan dari Allah. Sedang yang dimaksud dengan syirik dalam ayat ini adalah kufur, karena orang yang menentang kenabian Muhammad adalah kafir walaupun tidak menyekutukan Allah. Menurut kesepakatan ulama, orang seperti ini tidak mendapat ampunan.

Kata syirik terkadang menunjukkan arti yang lebih khusus daripada kekufuran seperti dalam firman Allah, لَمۡ يَكُنِ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ وَٱلۡمُشۡرِكِينَ “Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan… “(Qs. Al Bayyinah (98): 1)

Ibnu Baththal mengatakan, bahwa maksud Imam Bukhari adalah untuk menyangkal pendapat yang menyatakan, bahwa dosa selain syirik adalah kufur seperti pendapat golongan Khawarij, dan orang yang meninggal dalam keadaan demikian, maka ia akan kekal dalam neraka. Selanjutnya Ayat Al Qur’an juga menolak pendapat mereka, karena maksud ayat “Dan Dia (Allah) akan mengampuni dosa selainnya (syirik) bagi orang yang dikehendakr adalah bagi orang yang meninggal dunia sedang ia mempunyai dosa selain syirik.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 480 – Kitab Shalat

Al Karmani mengatakan, bahwa mengambil dalil dari perkataan Abu Dzarr (engkau memaki dia dengan mencela ibunya) masih harus diteliti kembali, karena ia’bir (ungkapan) dalam hadits tersebut bukan dosa besar dan juga mereka tidak menganggap kafir orang yang melakukan dosa kecil. Untuk itu saya katakan, bahwa zhahir ayat tersebut merupakan dalil untuk menolak pendapat mereka, dan cukup bagi saya pendapat ibnu Baththal.

Adapun kisah Abu Dzarr, merupakan dalil yang menyatakan bahwa orang yang masih mempunyai sifat jahiliyah selain syirik, mereka tidak keluar dari iman meskipun sifat itu tergolong dosa besar atau pun dosa kecil.

Imam Bukhari juga berargumentasi, bahwa seorang mukmin yang melakukan perbuatan maksiat tidak dikafirkan, karena Allah tetap menyebutnya sebagai orang mukmin dalam firman-Nya, “Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang.” Kemudian Allah juga berfirman, “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu itu.” Beliau juga berargumentasi dengan sabda Rasulullah, “jika ada dua orang muslim berkelahi dengan pedang mereka…” dimana dalam hadits tersebut Rasulullah menyebut mereka dengan sebutan orang muslim walaupun disertai ancaman neraka. Maksudnya, jika pertengkaran tersebut terjadi bukan karena alasan yang dapat dibenarkan. Argumen lainnya adalah sabda Rasulullah kepada Abu Dzarr, “Dalam dirimu masih terdapat karakter Jahiliyah” padahal Abu Dzarr adalah orang yang telah mencapai derajat iman yang tinggi.

Rabadzah adalah nama tempat di sebuah perkampungan yang berjarak 3 Mil dari Madinah.

فَسَأَلْته (kemudian aku bertanya kepadanya) Maksudnya, bertanya tentang sebab mengapa beliau memberi pakaian kepada budaknya sama seperti pakaian yang dikenakannya, karena hal itu sangat aneh. Kemudian beliau menjawabnya dengan menceritakan kisah yang mendasari perbuatannya itu.

سَابَبْت (memaki) dalam riwayat Ismaili kata yang digunakan adalah شَاتَمْت (mencaci), kemudian pada bab “Adab” dalam kitab shahih Bukhari kalimatnya adalah كَانَ بَيْنِي وَبَيْن رَجُل كَلَام (ada perkataan [cacian] diantara aku dengan laki-laki itu) dan Imam Muslim menambahkan kalimatمِنْ إِخْوَانِي  (dari saudaraku). Ada yang berpendapat bahwa orang tersebut adalah Bilal sang Muadzdzin Rasulullah, anak angkat Abu Bakar. Adapun yang meriwayatkan hal tersebut adalah Walid bin Muslim dengan sanad munqhati’ (terputus).

فَعَيَّرْته بِأُمِّهِ (dengan menghina ibunya) Maksud dari kalimat ini adalah menisbatkan kata ‘aar (hina atau tidak terhormat) kepada ibunya. Dalam bab “Adab” terdapat tambahan kalimat, “Dan ibunya adalah ‘ajamiah (orang non Arab) sehingga aku menghinanya”

Baca Juga:  Hadits-hadits Nabi tentang Keutamaan Silaturahim dalam Islam

Dalam riwayat lain disebutkan, “Dan aku berkata kepadanya, wahai anak si negro. ” Yang dimaksud dengan ‘ajamiah adalah orang yang tidak fasih berbahasa arab, terlepas apakah ia orang Arab atau bukan. Ada yang berpendapat bahwa huruf fa dalam kalimat فَعَيَّرْته adalah fa’ tafsiriyah, yang menjelaskan bahwa kata ta ‘yiir termasuk jenis cacian.

إِنَّكَ امْرُؤٌ فِيكَ جَاهِلِيَّةٌ (engkau memiliki salah satu karakteristik Jahiliyah), maksudnya adalah prilaku kaum Jahiliyah. Dari sini dapat dipahami, bahwa perbuatan itu dilakukan oleh Abu Dzarr sebelum mengetahui bahwa perbuatan tersebut dilarang dan juga sifat tersebut merupakan karakteristik Jahiliyah yang masih ada dalam dirinya.

Oleh karena itu, dia berkata -seperti yang disampaikan oleh Imam Bukhari dalam bab “Adab”-, “Aku berkata, “pada saat aku berusia senja seperti ini? Lalu Rasulullah menjawab, “Ya…” Seakan-akan Abu Dzarr merasa heran karena pada usia yang sudah tua beliau tidak mengetahui hal tersebut. Maka Rasulullah menerangkan kepadanya tentang perbuatan yang tercela itu.

Setelah mendengar sabda Rasulullah tersebut, Abu Dzarr memberikan kepada budaknya pakaian yang sama dengan pakaiannya, demikian pula dalam hal-hal yang lain. Hal ini dilakukan sebagai sikap hati-hati, meskipun teks hadits tersebut hanya menganjurkan agar seseorang memberikan pertolongan kepada budaknya dan bukan menuntut adanya persamaan.

Ada riwayat lain yang dinisbatkan kepada Rasulullah (hadits marfu’) yang lebih jelas dalam menerangkan tentang sebab mengapa Abu Dzarr memberikan pakaian yang sama kepada budaknya, yaitu riwayat Thabrani dari jalur Abu Ghalib dari Abu Umamah, dimana Rasulullah memberikan budak kepada Abu Dzarr seraya bersabda, “Beri dia makanan yang engkau makan dan pakaian yang engkau pakai.” Pada waktu itu Abu Dzarr memiliki kain, dan beliau langsung merobeknya menjadi dua lalu memberikan setengah dari robekan tersebut kepada budaknya. Kemudian Rasulullah melihatnya dan menanyakan tentang hal itu, maka Abu Dzarr pun menjawab, “Bukankah engkau pernah bersabda, beri mereka makanan yang engkau makan dan pakaian yang engkau pakai. “Rasulullah menjawab, “Benar.”

M Resky S