Hadits Shahih Al-Bukhari No. 651-652 – Kitab Adzan

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 651-652 – Kitab Adzan ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Mengangkat Budak dan Mantan Budak Sebagai Imam” kedua hadis ini menjelaskan bolehnya seorang budak diangkat menjadi imam atau pemimpin. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 4 Kitab Adzan. Halaman 311-319.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ قَالَ حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ لَمَّا قَدِمَ الْمُهَاجِرُونَ الْأَوَّلُونَ الْعُصْبَةَ مَوْضِعٌ بِقُبَاءٍ قَبْلَ مَقْدَمِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَؤُمُّهُمْ سَالِمٌ مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ وَكَانَ أَكْثَرَهُمْ قُرْآنًا

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Ibrahim bin Al Mundzir] berkata, telah menceritakan kepada kami [Anas bin ‘Iyadl] dari [‘Ubaidullah] dari [Nafi’] dari [‘Abdullah bin ‘Umar] berkata, “Ketika robongan Muhajirin yang pertama sampai di ‘Ushbah, suatu tempat di Quba’, sebelum kedatangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang mengimami shalat mereka adalah Salim mantan budak Abu Hudzaifah. Dia adalah seorang sahabat yang paling banyak bacaan (hafalan) Al Qur’annya di antara mereka.”

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو التَّيَّاحِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَإِنْ اسْتُعْمِلَ حَبَشِيٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basysyar] telah menceritakan kepada kami [Yahya] telah menceritakan kepada kami [Syu’bah] berkata, telah menceritakan kepadaku [Abu At Tayyah] dari [Anas bin Malik] dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Dengar dan taat lah kalian, sekalipun yang memimpin kalian adalah seorang budak Habasyi yang berambut keriting seperti buah kismis.”

Keterangan Hadis: (Bab mengangkat budak dan mantan budak sebagai imam) Ibnu Al Manayyar berkata, “Imam Bukhari tidak menegaskan diperbolehkannya hal itu, tetapi dia memberi isyarat ke arah itu sebagaimana yang dapat dipahami dari sikap beliau yang menyebutkan dalil-dalil tentang kebolehannya.”

لَمَّا قَدِمَ الْمُهَاجِرُونَ الْأَوَّلُونَ (ketika kaum Muhajirin pertama datang); yakni dari Makkah ke Madinah. Hal ini dinyatakan secara tegas oleh Ath-Thabrani dalam riwayatnya.

وَكَانَ يَؤُمّهُمْ سَالِمٌ مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَة (yang mengimami mereka adalah Salim, mantan budak Abu Hudzaifah) Dalam kitab Al Ahkam dari riwayat Ibnu Juraij, dari Nafi’, diberi tambahan, “Di antara mereka terdapat Abu Bakar, Umar, Abu Salamah -yakni lbnu Abdul Asad ­Zaid bin Al Haritsah dan Amir bin Rabi’ah”. Hanya saja keterangan bahwa Abu Bakar berada di antara mereka adalah sesuatu yang musykil, sebab dalam hadits itu dinyatakan bahwa kejadian tersebut berlangsung sebelum kedatangan Nabi SAW, sementara Abu Bakar adalah orang yang menyertai beliau SAW dalam perjalanan hijrah. Lalu Al Baihaqi hendak memberi solusi bagi kemusykilan itu dengan mengemukakan adanya kemungkinan bahwa Salim tetap menjadi imam, meski Nabi SAW telah datang. Dengan demikian, benarlah pernyataan bahwa di antara mereka terdapat Abu Bakar. Akan tetapi kelemaban pandangan ini cukup jelas. Adapun sisi penetapan hukum dari hadits ini adalah adanya ijma‘ (kesepakatan) para sahabat Quraisy yang senior untuk mengedepankan Salim sebagai imam.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 119 – Kitab Ilmu

Salim yang disebutkan dalam hadits ini adalah budak seorang wanita Anshar yang kemudian dimerdekakannya. Ketika menjadi imam dia masih berstatus sebagai budak. Maka, dari sini tampaklah kesesuaian perkataan Imam Bukhari, “Dan budak tidak boleh dilarang menghadiri shalat berjamaah”. Adapun penyebab sehingga Salim dinamakan sebagai mantan budak Abu Hudzaifah, adalab karena ia senantiasa menyertai Abu Hudzaifah bin Utbab bin Rabi’ah setelah dimerdekakan, maka Abu Hudzaifah menjadikannya sebagai anak angkat. Lalu ketika turun larangan menisbatkan anak angkat kepada bapak angkatnya, maka Salim pun dipanggil dengan sebutan mantan budak Abu Hudzaifah, seperti yang akan dijelaskan. Salim mati syahid pada peperangan Yamamah di masa pemerintahan Abu Bakar RA.

وَكَانَ أَكْثَرهمْ قُرْآنًا (dan dia (Salim) paling banyak hafalan Al Qur’an-nya di antara mereka) ini merupakan isyarat sebab diangkatnya Salim untuk mengimami mereka, meski para makmum memiliki status sosial yang lebih tinggi darinya. Dalam riwayat Ath­Thabrani, لِأَنَّهُ كَانَ أَكْثَرَهُمْ قُرْآنًا (Karena beliau adalah orang yang paling banyak hafal Al Qur’an di antara mereka).

اِسْمَعُوا وَأَطِيعُوا (dengarkanlah oleh kalian dan taatilah). Yakni dalam hal-hal ketaatan kepada Allah SWT.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 159 – Kitab Wudhu

وَإِنْ اُسْتُعْمِلَ (meskipun diangkat untuk memimpin) Dalam riwayat Imam Bukhari yang terdapat pada kitab Al Ahkam dari Musaddad dari Yahya disebutkan, وَإِنْ اُسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْد حَبَشِيّ (Meski diangkat seorang budak Habasyah untuk memimpin kalian). Lafazh ini konteksnya lebih jelas dengan judul bab. Setelah satu bab, Imam Bukhari menyebutkannya kembali melalui jalur Ghundar dari Syu’bah dengan lafazh, قَالَ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَبِي ذَرٍّ : اِسْمَعْ وَأَطِعْ (Nabi SAW bersabda kepada Abu Dzar, “Dengarkan dan taati.”) (Al Hadits). Riwayat ini dinukil pula oleh Imam Muslim dari Ghundar melalui jalur lain, dari Syu’bah, dari Abu Imran Al Juniy, dari Abdullah bin Abi Ash-Shamith, dari Abu Dzar dia berkata, إِنَّ خَلِيلِي صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصَانِي أَنْ اِسْمَعْ وَأَطِعْ وَإِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا مُجَدَّع الْأَطْرَاف (Sesungguhnya kekasihku SAW berwasiat kepadaku untuk mendengar dan taat, meski dipimpin oleh seorang budak Habasyah dengan telinga atau hidung serta jari-jari yang terpotong).

Al Hakim dan Al Baihaqi meriwayatkan melalui jalur ini, “Sesungguhnya Abu Dzar sampai ke Rabzah, sementara qamat untuk shalat telah dilakukan, dan ternyata ada seorang budak mengimami mereka. Kemudian dikatakan, ‘ini Abu Dzar’. Maka, budak tersebut hendak mundur. Abu Dzar berkata, ‘Sesungguhnya kekasihku SAW

berwasiat kepadaku’.” Lalu disebutkan hadits selengkapnya. Imam Muslim meriwayatkan pula dari Ghundar, dari Syu’bah, dari Yahya bin Al Hushain, dia berkata, “Aku mendengar nenekku bercerita bahwa ia  mendengar Nabi , SAW berkhutbah  pada haji Wada’ seraya bersabda, وَلَوْ اُسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْد يَقُودُكُمْ بِكِتَابِ اللَّه (Meski diangkat untuk ‘memimpin kalian seorang budak yang memerintah kamu berdasarkan Kitabullah).” Pada riwayat terakhir ini terdapat dua faidah; yaitu penentuan batas ketaatan, dan penetapan waktu dikeluarkannya hadits ini, yakni pada masa akhir kehidupan Nabi SAW.

كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ (seakan-akan kepalanya seperti kismis). Dikatakan; diserupakan dengan kismis karena bentuk kepalanya yang kecil, dan ha] itu telah dikenal di negeri Habasyah. Namun ada pula yang mengatakan bahwa hal itu disebabkan kulit mereka yang hitam. Sebagian lagi mengatakan, hal itu disebabkan rambut mereka yang pendek dan keriting.

Baca Juga:  Latar Belakang Munculnya Hadis Palsu, Bagian 1

Adapun konteks hadits ini untuk menyatakan bahwa seorang budak sah menjadi imam adalah; apabila kita diperintah untuk menaatinya, maka tentu kita diperintah pula untuk shalat bermakmum kepadanya. Pernyataan ini dikemukakan oleh Ibnu Baththal. Namun kemungkinan pula hal ini ditinjau dari sisi kebiasaan mereka, dimana seorang pemimpin pada saat itu juga menjadi imam shalat.

Hadits ini dijadikan sebagai dalil larangan melakukan pemberontakan terhadap penguasa, meskipun mereka berlaku zhalim, sebab pemberontakan tersebut umumnya menimbulkan mudharat (keburukan) yang lebih besar dibandingkan dengan mudharat yang ditimbulkan oleh penguasa yang zhalim. Adapun indikasi hadits adalah, bahwa beliau SAW telah memerintahkan untuk menaati seorang pemimpin yang berstatus budak dan berasal dari Habasyah, sementara kekuasaan tertinggi hanya dipegang oleh bangsa Quraisy. Maka bila kekuasaan tertinggi dipegang oleh selain mereka, berarti telah terjadi penyelewengan. Perintah untuk menaatinya berkonsekuensi terhadap larangan untuk menyelisihinya serta memberontak kepadanya.

Pernyataan ini dibantah oleh Ibnu Al Jauzi, bahwa yang dimaksud dengan pemimpin di sini adalah pegawai yang ditunjuk oleh penguasa tertinggi, dan yang dimaksud dengan ketaatan adalah taat kepada perkara yang benar. Akan tetapi sesungguhnya tidak ada halangan bila hadits tersebut diberi makna yang lebih luas dari apa yang dia katakan, sebab pada kenyataannya terdapat sejumlah penguasa tertinggi yang tidak berasal dari bangsa Quraisy, dimana mereka mencapainya dengan cara merebut kekuasaan. Pembahasan mengenai hal ini akan diterangkan lebih rinci pada kitab Al Ahkam (hukum-hukum). Sementara itu sebagian ulama membalik persoalan,

dimana mereka justru menjadikannya sebagai dalil bolehnya mengangkat pemimpin dari selain bangsa Quraisy. Namun hal ini tertolak, karena tidak ada konsekuensi antara masalah “sah” dan “pembolehan”. Wallahu a’lam.

M Resky S