Hukum Mengedarkan Kotak Amal Saat Khutbah Jumat Berlangsung

mengedarkan kotak amal saat khutbah jumat

Pecihitam.org – Sudah menjadi tradisi di masyarakat, yang mana ketika hari jumat mengedarkan kotak amal saat khutbah berlangsung. Kotak amal masjid diedarkan dari satu jamaah ke yang lain, untuk mempersilakan masing-masing berinfak di kotak tersebut. Sebetulnya bagaimanakah hukumnya menurut pandangan fiqih?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Anjuran saat khutbah berlangsung adalah diam mendengarkan khutbah dengan seksama. Anjuran ini berdasarkan firman Allah:

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Dan apabila dibacakan khutbah, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’raf, 204).

Kata “al-Qur’an” dalam ayat tersebut ditafsiri dengan khutbah. Penamaan khutbah dengan sebutan Al-Quran, karena di dalam khutbah mengandung ayat suci Al-Qur’an.

Syekh Zakariyya al-Anshari mengatakan:

و سن لمن سمعهما انصات فيهما أي سكوت مع إصغاء لهما لقوله تعالى وإذا قرئ القرآن فاستمعوا له وأنصتوا ذكر في التفسير أنها نزلت في الخطبة وسميت قرآنا لاشتمالها عليه

“Orang yang mendengar kedua khutbah disunnahkan inshat. Yaitu diam disertai mendengarkan secara seksama bacaan khutbah, karena firman Allah SWT, ‘Dan apabila dibacakan khutbah, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah.’ Disebutkan dalam tafsir bahwa ayat tersebut turun dalam permasalahan khutbah. Khutbah disebut dengan Al-Qur’an karena khutbah mengandung ayat suci Al-Qur’an.” (Syekh Zakariyya al-Anshari, Fath al-Wahhab, juz.1, hal.134).

Oleh karenanya, Nabi melarang berbicara saat khutbah berlangsung. Dalam sabdanya, beliau menegaskan:

Baca Juga:  Inilah Sejarah dan Asal Mula Penamaan Hari Jumat

إذَا قُلْت لِصَاحِبِك أَنْصِتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ

“Jika kamu katakan kepada temanmu, diamlah, di hari Jumat saat khatib berkhutbah, maka kamu telah melakukan perbuatan menganggur (tiada guna).” (HR. Muslim).

Dalam literatur fiqh madzhab Syafii, hukum berbicara saat khutbah berlangsung adalah makruh. Demikian pula makruh dilakukan saat khutbah berlangsung. Segala kegiatan yang dapat melalaikan dari khutbah, seperti membagikan kertas, membagikan sedekah, bermain-main, mengedarkan kendi dan botol untuk berbagi minuman dan lain sebagainya. Dalam titik ini, mengedarkan kotak amal tergolong hal yang dimakruhkan ini. Sebab memiliki titik temu yang berupa melalaikan diri dari khutbah.

Syekh Sulaiman al-Jamal mengatakan:

“Makruh berjalan di antara shaf untuk meminta-minta, mengedarkan kendi atau geriba untuk memberi minuman, membagikan kertas dan bersedekah kepada jamaah. Sebab hal tersebut dapat melalaikan manusia dari dzikir dan mendengarkan khutbah.” (Syekh Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal, juz 2, hal. 36).

Namun demikian, bila mengedarkan kotak amal tersebut bertujuan untuk menghindari gunjingan dan stigma negatif di masyarakat, maka hal tersebut diperbolehkan. Bahkan dianjurkan, sebagaimana tradisi slametan 3 hari kematian mayit yang semula hukumnya makruh. Namun bila ada tujuan menghindari gunjingan masyarakat, maka diperbolehkan, bahkan sangat diharapkan mendapat pahala karena tujuan mulia tersebut.

Baca Juga:  Larangan Ketika Buang Hajat di Kamar Kecil atau Toilet

Syekh Ibnu Hajar al-Haitami menegaskan:

“Segala tradisi yang disebutkan dalam pertanyaan di atas (termasuk selametan 3 hari kematian mayit) termasuk bid’ah yang tercela, namun tidak haram. Kecuali melakukannya dengan tujuan meratapi kepergian mayit. Orang yang melakukan tradisi tersebut dengan tujuan menolak gunjingan masyarakat dan serangan mereka terhadap harga dirinya disebabkan meninggalkan tradisi tersebut, maka diharapkan mendapatkan pahala. Hal tersebut berlandaskan pada perintah Nabi untuk memegang hidung bagi orang yang berhadats di tengah shalat. Ulama memberikan alasan yang masuk akah, yang mana hal itu dilakukan untuk menjaga martabat dirinya dari gunjingan manusia, yaitu apabila ia beranjak dari shalat tidak dengan cara memegang hidung tersebut.” (Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra, juz 2, halaman. 7).

Syekh Said bin Muhammad Ba’isyun menegaskan:

“Sunnah bagi orang yang berhadats saat atau sesaat sebelum shalat didirikan, memegang hidungnya, dan hendaknya ia beranjak dari tempat shalat, untuk menutupi dirinya dan agar manusia tidak membincangkan aibnya. Dari hal ini dapat diambil benang merah bahwa sunnah hukumnya menutupi setiap hal yang dapat menimbulkan gunjingan orang lain, seperti ketika tertidur dan terlewat shalat subuh, maka hendaknya dia berwudhu setelah terbitnya matahari, agar ia diduga melaksanakan sholat dhuha.” (Syekh Said bin Muhammad Ba’isyun, Busyra al-Karim, juz 1, halaman. 194).

Dari keterangan diatas dapat diketaghui sebetulnya mengedarkan kotak amal saat khutbah berlangsung adalah makruh dan sebaiknya dihindari. Akan tetapi apabila tradisi tersebut tidak dilakukan justru akan menimbulkan stigma negatif atau prokontra dimasyarakat.Maka hukumnya boleh bahkan dianjurkan dengan tujuan menghindari anggapan negatif tersebut. Dan bagaimanapun pengurus masjid sebaiknya mencari momen lebih pas di luar saat khutbah. Misalkan sesaat sebelum adzan, sebelum khutbah, atau sesudah salam shalat Jumat bila masih memungkinkan. Wallahua’lam Bisshawab.

Baca Juga:  Benarkah Istri-istri Rasulullah Merupakan Para Janda yang Sudah Nenek-nenek?
Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *