Kesultanan Buton, La Ode Muhammad Aydrus dan Karya-karyanya

Kesultanan Buton, La Ode Muhammad Aydrus dan Karya-karyanya

PeciHitam.org – Ketika Islam datang, sebenarnya kepulauan Nusantara sudah mempunyai peradaban yang bersumber kebudayaan asli pengaruh dari Hindu-Buddha dari India, yang penyebaran pengaruhnya tidak merata.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Menurut Azyumardi Azra dalam bukunya yang berjudul Renaisans Islam Asia Tenggara, Sejarah, Wacana dan Kekuasaan, disebutkan bahwa pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Jawa telah mendalam, di Sumatera merupakan lapisan tipis, sedang di pulau-pulau lain belum terjadi. Walaupun demikian, Islam dapat cepat menyebar.

Dalam bidang perenungan teologi monoteisme dibandingkan teologi politeisme, masyarakat tanpa kasta, juga dalam sufisme Islam lebih maju dan lebih mendasar mistik pribumi yang dipengaruhi mistik Hindu-Buddha.

Demikian juga dalam bidang intelektual dan kesenian. Najib al-Attas mengatakan bahwa pengaruh Islam besar. Islam telah mengubah kehidupan sosial budaya dan tradisi kerohanian Melayu-Indonesia. Kedatangan Islam merupakan pencerahan bagi kawasan Asia (Indonesia) karena sangat mendukung intelektualisme yang tidak terdapat pada Hindu-Buddha.

Dengan kedatangan Islam, masyarakat Indonesia mengalami transformasi dari agraris feodal pengaruh Hindu-Buddha ke arah masyarakat kota adalah pengaruh Islam. Islam pada dasarnya adalah urban (perkotaan). Peradaban Islam pada hakikatnya juga urban dengan bukti proses Islamisasi di Nusantara bermula dari kota-kota pelabuhan, dikembangkan atas perlindungan istana, sehingga istana kemudian menjadi pusat pengembangan intelektual, politik dan ekonomi.

Baca Juga:  Ketua Umum PBNU, Menebarkan Nilai Islam Nusantara di Korea Selatan

Buton, sebuah kerajaan masa Islam, yang muncul dari abad ke-14 tumbuh berkembang hingga terbentuknya Negara kesatuan Republik Indonesia. Pengaruh ajaran agama Hindu sebenarnya cukup kuat sebelum datangnya Islam menjadi agama resmi.

Pengaruh Hindu di Buton pra Islam dapat dilihat dalam silsilah Raja-raja. Nama raja-raja tampak Hinduistik. Wa Kaakaa disebut sebagai raja pertama, suaminya bernama Sibatara, yang boleh jadi berasal dari kata bhattara, berasal bahasa Sansekerta, yang berarti nama suatu dewa dalam Hindu.

Demikian pula nama raja ketiga, keempat, kelima, masing-masing Batara Guru, Tua Rade, dan Raja Mulae, semuanya berkaitan dengan kebudayaan Hindu. Nama Bataraguru adalah nama Dewa Agung dalam Hindu. Nama Tua Rade berasal dari kata tuan dan raden adalah gelar bangsawan Jawa. Nama Rajamulae berasal dari kata raja dan mulya yang artinya Raja pertama sampai dengan keenam masih menganut agama Hindu.

Sedangkan raja keenam yang bemama Lakilaponto telah memeluk Islam. la menerima Islam pada tahun 948 H atau 1540 M dari seorang mubaligh yang datang dari Malaka, bernama Syekh Abdul Wahid. Setelah memeluk Islam ia diberi gelar Sultan, dan namanya yang popular adalah Sultan Murhum.

Baca Juga:  Sejarah Wali Songo dan Proses Islamisasi Melalui Seni dan Budaya Nusantara

Berawal dari Sultan Murhum atau Sultan pertama, sampai hapusnya kesultanan ini pada tahun I960, telah memerintah 37 orang raja yang bergelar Sultan. Secara formal, Negara kesultanan seperti kesultanan buton dikategorikan sebagai Negara atau kerajaan Islam yang memiliki sistem pemerintahan Islam.

Muhammad Aydrus Sultan Buton ke-29, memerintah kesultanan Buton dari tahun 1824 hingga tahun 1851, atau selama 27 tahun. Muhammad Aydrus merupakan seorang sultan yang tergolong langka di Nusantara.

Tidak hanya memerintah kesultanannya saja, ia juga disebut sebagai tokoh multidimensional, sebab ia juga dikenal sebagai tokoh politik, penulis, ulama dan budayawan. Ia memiliki kemampuan khusus dalam mengkomunikasikan ide-ide keagamaannya kepada masyarakat luas.

Adapun beberapa karya Sultan Muhammad Aydrus, antara lain:

  1. Kitab Fath ar-Rahim Fi at-Tauhid Rabb al-‘Arsy al-Azim,
  2. Kasyaf al-Muntazar Lima Yarah al-Muhtadar,
  3. Kitab Hidayat al-Basyir Fi Ma’rifat al-Qadir,
  4. Kitab Zubdat al-Asrar Fi Tahqiqi Ba’di Nasyarib al-Akhyar wa Risalat As-Sattariyyah,
  5. Mu’nisah al-Qulub Fi az-Zikri wa Musyahadah ‘Alam al-Ghuyub,
  6. Sabilu as-Salam Li Bulughi al-Maram Fi Ahadisi Sayyid al-Anam,
  7. Syams al-Anwar,
  8. Tahsin al-Aulad Fi Ta’at Rabb al-Ibad,
  9. Tanqiyat al-Qulub Fi Ma’rifat ‘Alam al-Ghuyub,
  10. Bula Malino (Syair berbahasa Wolio, bernuansa tasawuf),
  11. Wasiat Sultan Muhammad Aydrus Qaim ad-din.
Baca Juga:  Menjawab Tuduhan Salafi Wahabi Tentang Haramnya Membaca Yasin di Malam Jumat - Bagian 1

Demikian sejarah singkat kesultanan Buton yang pernah memiliki sultan berkemampuan luar biasa, yaitu Muhammad Aydrus. Penguasaan keilmuannya dalam berbagai bidang mengantarkannya sebagai sosok sultan yang dinilai cukup ideal. Wallahu A’lam.

Mohammad Mufid Muwaffaq