PeciHitam.org – Penggunaan Istilah Salaf untuk menunjukan Identititas golongan tertentu tidaklah terlarang dalam pandangan Islam. Kandungan makna Salaf merujuk kepada masa-masa keemasan Islam dalam bentuk pengamalan yang benar-benar lurus. Masa ini menjadi rujukan Ulama Khalaf dari segi amaliah dan Aqidah, karena memiliki legitimasi kebenaran sesuai Hadits Nabi SAW.
Namun pada era modern, Makna Salaf menjadi bias dengan munculnya gerakan-gerakan yang mengklaim diri sebagai kaum Salaf namun jauh dari pemahaman Salaf.
Sebagaimana keyakinan tentang dzatullah yang sama sekali menyalahi penjelasan-penjelasan Salafus Shaleh. Pun penolakan terhadap sistem bermadzhab yang dalam Lintasan sejarah memiliki Sanad paling Orisinil kepada Rasulullah SAW.
Salaf, Golongan Lampau Menjadi Panutan
Generasi Salaf adalah generasi terbaik yang pernah ada di bumi karena keluhuran dan kelurusan amaliah mereka dalam berislam. Namun harus dipahami juga bahwa generasi ini menjadi golden age dalam perkembangan Ilmu pengetahuan dibarengi juga pergolakan politik peralihan kekuasaan.
Akan tetapi ditengah pergolakan politik di masa tersebut muncul Ulama yang digolongkan kedalam Salafus Shaleh seperti Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafii dan Imam Hanbali.
Berurutan beliau berempat memiliki sanad Ilmu bersambung kepada Rasulullah SAW. Madzhab 4 ini juga menjadi Madzhab yang memiliki orisinalitas Sanad hingga sekarang berdasarkan ketersambungan transmisi keilmuan.
Disamping perkembangan dalam bidang fiqih pada era ini juga berkembang pemikiran untuk meletakkan kembali pondasi Aqidah sebagaimana mestinya. Jaminan Salafus Shaleh berjalan dalam rel kebenaran tergambar dari Hadits Nabi SAW;
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ يَجِئُ قَوْمٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمَيْنُهُ وَ يَمَيْنُهُ شَهَادَتُهُ
Artinya; “Sebaik-baik manusia adalah pada zamanku (sahabat), kemudian orang-orang setelah mereka (tabi’in), kemudian yang setelahnya lagi (atba’it tabi’in), kemudian akan datang suatu kaum yang persaksiannnya mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului persaksiannya” (HR. Bukhari)
Munculnya kaum Mujassimah dan Musyabbihah disepakati Ulama bukan termasuk Salafus Shaleh. Walaupun mereka masuk dalam kategori masa-masa Salafus Shaleh namun penyelisihan mereka terhadap As-Sawad Al-A’dzam tidak menjadikan mereka bagian darinya.
Penyalahartian Makna Salaf
Pada era sekarang banyak sekali golongan yang memiliki kepentingan tertentu melakukan pembajakan atau Hijecking terhadap ayat-ayat. Bahkan Istilah-istilah keagamaan banyak dijadikan tameng untuk pembenaran tindakan kekerasan. Kiranya fenomena Salafi Wahabi adalah gambaran lembut dari pembajakan Istilah Salaf.
Jika merujuk kepada gambakan ekstrimis-radikalis pasti akan merujuk kepada pemahaman Khawarij yang memanipulasi surat al-Maidah ayat 44;
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ (٤٤
Artinya; “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (Qs. Al-Maidah: 44)
Ayat tersebut dijadikan argumentasi oleh golongan Khawarij untuk menyalahkan pihak lain yang berseberangan pandangan politiknya. Inilah awal mula adanya politisasi ayat Al-Qur’an untuk kepentingan golongan. Dan pada era sekarang muncul riak-riak yang sama dalam masalah pembajakan ayat untuk mendelegitimasi pemahaman orang lain.
Sebagaimana Salafi Wahabi sangat entengnya menggunakan hadits bid’ah dengan pemahaman golongan mereka, tanpa memperhatikan pendapat Salafus Shaleh. Redaksi Haditsnya sebagai berikut;
وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ
Artinya; “Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” (HR. An Nasa’i)
Bisa dipastikan orang-orang dengan label Salafi wahabi akan selalu menyeret hadits ini untuk menyalahkan pendapat takwil ala Ulama Sunni. Penyifatan Allah SWT oleh Imam Abu Hasan Ali Asy-Asy’ari dan Imam Manshur al-Maturidi.
Fenomena label bid’ah oleh salafi wahabi juga menjalar ke Nusantara dengan dikategorikannya Yasinan, Tahlilan dan Wirid sebagai amaliah penghuni neraka.
Sedangkan amaliah tersebut memiliki jalur Sanad Valid sampai kepada Rasulullah SAW, dan tidak menyalahi aturan dalam Islam. Bisa jadi pelabelan salafi oleh golongan tertentu hanya sebagai kedok yang tidak sama Substansi dan Dzahirnya.
Ash-Shawabu Minallah