Mencium Tangan Sri Paus Fransiskus, Memang Kenapa? Ini Penjelasan Ulama

mencium tangan sri paus fransiskus

Pecihitam.org – Bukan Indonesia jika ruang medsosnya tidak ramai. Bukan Indonesia jika hal “sepele” saja bisa viral. Belakangan ini, warga net dihebohkan dengan berita seseorang yang mencium tangan Sri Paus Fransiskus di Vatikan. Mereka menganggap bahwa orang tersebut adalah pemeluk agama Islam. Sehingga pecahlah kritikan, cibiran, cacian bahkan makian yang terlontar dari warga net dalam masing-masing akun media sosial dan halaman websitenya dengan narasi yang bukan main.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Diketahui bahwa momen “cium tangan” tersebut bersumber dari gambar yang “viral” dan nampak Gus Yaqut sebagai ketua umum GP. Ansor berada di dalamnya. Dengan sigap, komunitas dan jamaah yang tidak suka dengan NU dan GP. Ansor sendiri menggoreng isu ini hingga matang dan nampak gosong. Bahkan di antara mereka ada yang “menstempelnya” dengan kitab kuning karangan ulama ternama dengan memotong narasi. Sangat disayangkan memang.

Ya, bagi sebagian orang yang “tidak kagetan” sudah biasa dengan fenomena semacam itu dalam “peradaban” media sosial di negara ini. Oleh karenanya, ada yang menanggapi hal tersebut secara serius dengan beberapa argumen dalil dan “amunisi” logis. Namun tidak sedikit yang menertawakannya dengan geli dan mengehela napas panjang, bahkan sangat panjang lengkap dengan muka melasnya.

Belakangan diketahui berkat adanya klarifikasi dari @ala_nu yang mengatakan bahwa yang mencium tangan Paus tersebut adalah orang yang beragama Katholik. Ia ikut dalam rombongan tersebut mengiringi Gus Yahya Staquf. Selanjutnya @ala_nu menjelaskan bahwa tradisi cium tangan dalam agama Katholik juga ada dan masih terjaga. Tentu dalam hal ini, NU dan Katholik memiliki tradisi yang sama dalam menghormati tokoh atau orang yang disepuhkan.

Baca Juga:  Tiga Macam Orang yang Mudah Terbawa Golongan Islam Garis Keras

Jelas sudah. Tentu hal ini merupakan persamaan antara NU dan Katholik dan tradisi ini menurut keduanya dinilai baik. Apalagi dewasa ini, kerukunan dan perdamaian antar umat beragama di dunia sedang gencar dipromosikan. Selain menjalankan ajaran agama, ini juga sebagai cara menjaga kerukunan antar bangsa dan negara di dunia.

Andaipun benar, seorang muslim mencium tangan Sri Paus Fransiskus, maka bukan merupakan sesuatu yang bodoh dan dianggap sebagai dosa. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Fiqh Fataawaa al Kubra juz 4 halaman 223, yaitu sebagai berikut:

(ﻭﺳﺌﻞ) ﻫﻞ ﻳﺠﻮﺯ ﻟﻠﻤﺴﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﻘﺒﻞ ﻳﺪ اﻟﺤﺮﺑﻲ اﻟﻤﺸﺮﻙ ﻭﺃﻥ ﻳﻘﻮﻡ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺃﻥ ﻳﺼﺎﻓﺤﻪ ﻭﺃﻥ ﻳﺘﺨﻀﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﻛﻞ ﺫﻟﻚ ﻟﻴﻨﺎﻟﻪ ﻣنه ﻣﺎﻟﻴﺔ ﻭﺇﺫا ﻗﻠﺘﻢ ﺑﻌﺪﻡ اﻟﺠﻮاﺯ ﻓﻤﺎ ﻳﺘﺮﺗﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﻣﺎﺫا ﻳﻠﺰﻣﻪ؟
(ﻓﺄﺟﺎﺏ) ﺑﻘﻮﻟﻪ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﻟﻠﻤﺴﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﻌﻈﻢ اﻟﻜﺎﻓﺮ ﺑﻨﻮﻉ ﻣﻦ ﺃﻧﻮاﻉ اﻟﺘﻌﻈﻴﻢ ﺳﻮاء اﻟﻤﺬﻛﻮﺭاﺕ ﻭﻏﻴﺮﻫﺎ ﻭﻣﻦ ﻓﻌﻞ ﺫﻟﻚ ﻃﻤﻌﺎ ﻓﻲ ﻣﺎﻝ اﻟﻜﺎﻓﺮ ﻓﻬﻮ ﺁﺛﻢ ﺟﺎﻫﻞ

Artinya: Pertanyaan: Bolehkan seorang muslim mencium tangan harabi (non muslim yang memerangi muslim), bersalaman dengannya, menunduk kepadanya, merendahkan diri di hadapannya dan hal lainnya dengan maksud mendapatkan harta. Apabila kalian tahu bahwa hal demikian tidak boleh lantas kalian melaksanakannya, bagaimanakah konsekuensinya?
Jawab: Seorang muslim tidak diperkenankan untuk mengagungkan kafir harabi tersebut dengan berbagai jenis pengagungan, baik jenis pengangungan yang telah disebutkan di atas atau yang lainnya. Barang siapa yang mengerjakan hal demikian karena mendambakan/mengharap harta kafir harabi tersebut, maka baginya dosa dan jahil (tidak tahu).

Mari kita perhatikan ungkapan Imam Ibnu Hajar ini. Yang dianggap dosa oleh Imam Ibnu Hajar adalah jika seorang muslim melakukan pengagungan tersebut kepada harabi, yaitu non muslim yang memerangi muslim. Syarat pengagungan terhadap harabi di atas dilatarbelakangi oleh keinginan si muslim terhadap harta si harabi tersebut.

Baca Juga:  Dampak Zona Covid 19, Ibadah Umat Islam dan Bulan Ramadhan 2020

Adapun jika pengangungan muslim terhadap ghair harabi (non muslim yang tidak memerangi), maka yang demikian tidak menjadi masalah, tidak bisa dianggap dosa. Dengan syarat, maksud pengagungan tersebut untuk merekatkan kerukunan, persatuan, perdamaian dan kasih sayang antar sesama manusia sebagai ciptahan Allah yang maha kuasa.

Hal tersebut dibuktikan dengan penggunaan kalimat al (ال) pada lafaz al-kaafir (الكافر) pada bagian jawaban yang ditulis oleh Imam Ibnu Hajar al-Haitami. Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa penggunaan al (ال) pada sebuah kalimat dalam bahasa Arab menandakan kedudukan kalimat tersebut menjadi ma’rifat, yaitu tentu/khusus/spesifik. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan al-kaafir di atas adalah harabi, bukan yang lainnya.

Pada dasarnya hukum berjabat tangan (mushafahah), mencium tangan (taqbil al-yadd), mencium pipi/cipika-cipiki (taqbil al-wajh), dan berpelukan (al-mu‘anaqah) dengan non muslim terjadi perbedaan pendapat di antara ulama (ikhtilaf), tetapi tidak ada yang secara tegas mengharamkannya. Coba kita perhatikan pendapat ulama madzhab berikut:

  1. Mazhab Hanabilah (Hanbali) menghukumi makruh;
  2. Mazhab Hanafiyah menghukumi makruh, kecuali terhadap tetangga non muslim yang baru datang dari bepergian jauh yang bila kita sebagai seorang muslim tidak berjabat tangan dengannya justru ia merasa terganggu/tidak nyaman.
  3. Mazhab Syafi’iyah, misalnya pendapat Imam Nawawi: makruh mencium tangan selain orang saleh dan selain ulama yang mulia; mencium tangan orang saleh dan atau ulama yg mulia, orang zahid dan semisalnya, hukumnya mustahabb (sunnah).
Baca Juga:  Hukuman Mati bagi Koruptor, Yes or No?

Penjelasan: mencium tangan orang saleh, orang alim, orang zuhud, dan semisalnya, sebagai bentuk penghormatan kepada mereka (ihtiram), karena zuhudnya, kesalehannya, kewiraiannya adalah mustahabb (sunnah). Mencium tangan dan memeluk orang yang baru datang dari bepergian dan semisalnya pun sunnah.

Tetapi mencium tangan orang karena kekayaannya, hartanya, keduniaannya, kekuasaannya, pangkatnya, adalah sangat makruh. Bahkan Imam al-Mutawalli tidak membolehkannya, dalam arti mengharamkannya.

Dengan demikian, jelaslah bahwa pengagungan terhadap non muslim yang tidak memerangi adalah boleh dengan ketentuan di atas. Terlebih di zaman sekarang ini, dimana kerukunan dan kedamaian antar umat beragama di dunia sedang digalakkan dalam rangka menjaga stabilitas dan keutuhan negara. Demikian, semoga bermanfaat. Wallaahu a’lam

Azis Arifin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *