Menjawab Salafi Wahabi Tentang Memahami Kaidah ‘Seandainya Baik Pasti Sahabat Sudah Melakukannya’

Menjawab Salafi Wahabi Tentang Memahami Kaidah'Seandainya Baik Pasti Sahabat Sudah Melakukannya'

PeciHitam.orgIbadah adalah bentuk ketaatan kepada Allah SWT menggunakan amaliah-amaliah yang dibenarkan dalam Islam. Tujuan utama dari Ibadah adalah menghambakan diri dihadapan Allah SWT serta mengagungkan Asma’Nya. Selama tidak menabrak ketentuan Allah SWT berupa larangan, maka Ibadah dalam berbagai ekspresinya diperbolehkan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Akan tetapi segolongan orang Islam (biasa disebut salafi wahabi) menyebutkan bahwa Ibadah harus mempunyai contoh teknis kepada Rasulullah SAW, tanpa memperdulikan tradisi Ulama. Ketika Ibadah dilakukan dengan teknis berbeda maka dicap bid’ah bahkan sesat.

Alasannya adalah, ‘Seandainya Amalan itu Baik, maka Sahabat sudah melakukannya’. Kaidah yang  menjadi senjata Utama kaum salafi wahabi ketika menuduh praktek amaliah Muslim di Nusantara.

Kesalahan kaum salafi wahabi adalah memahami teks tanpa dikorelasikan dengan realitas kehidupan, laiknya seperti Agama Utopia.

Istilah ‘Seandainya Baik…’

Perlunya dakwah menggunakan berbagai pendekatan yaitu menyesuaikan dengan kondisi obyek dakwah yang plural. Sebagaimana pola dakwah di Nusantara mau menggunakan pendekatan budaya dan tradisi, menghasilkan pola Islamisasi pesat. Namun proses Islamisasi damai ala Nusantara dicap sebagai Islam tidak Ahlu Bid’ah oleh salafi wahabi.

Alasannya adalah digunakannya tradisi dan budaya dalam membantu penyebaran agama Islam di Nusantara. Tradisi dan Budaya adalah musuh utama golongan salafi wahabi yang mana menginginkan dakwah murni, purifikasi, walaupun menimbulkan gesekan. Dakwah dengan hikmah tidak dipahami dengan lengkap oleh golongan salafi wahabi.

Islam di Nusantara tetap mengeksiskan amaliah-amaliah yang berbasis nilai Islam di dalamnya namun menggunakan kulit tradisi dan budaya. Pun ‘gonggongan’ tuduhan bid’ah, sesat, khurafat tidak berhenti mengiringi penguatan tradisi keislaman di Nusantara. Tagline atau dalil yang  selalu disebutkan adalah;

Baca Juga:  Perbedaan Wahabi dan Aswaja, Mulai dari Masalah Tauhid hingga Pemilihan Ulama

لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ

Artinya; “Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita untuk melakukannya.”

Kaidah ‘Seandainya Baik maka Sahabat sudah Pasti Melakukannya’ digunakan sebagai justifikasi pembenaran pembid’ahan yang dilakukan golongan salafi wahabi. Seperti amalian Tahlilan, Yasinan, Manaqiban, Barzanzian, Dibaan, atau amaliah lainnya.

Kaidah tersebut sebenarnya berasal dari al-Qur’an surat Al-Ahqaf ayat 11 yang berkonteks ejekan untuk Muslim pada era Nabi SAW;

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آمَنُوا لَوْ كَانَ خَيْرًا مَا سَبَقُونَا إِلَيْهِ وَإِذْ لَمْ يَهْتَدُوا بِهِ فَسَيَقُولُونَ هَذَا إِفْكٌ قَدِيمٌ

Artinya; ”Dan orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman: “Kalau Sekiranya di (Al Quran) adalah suatu yang baik, tentulah mereka tiada mendahului Kami (beriman) kepadanya. dan karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya Maka mereka akan berkata: “Ini adalah Dusta yang lama” (Qs. Al-Ahqaf: 11)

Tuduhan Bid’ah Kaum Salafi Wahabi

Kandungan dari surat al-Ahqaf menyebutkan bahwa ‘لَوْ كَانَ خَيْرًا مَا سَبَقُونَا إِلَيْهِ’ diucapkan oleh orang Kafir kepada orang Muslim tentang kebenaran Al-Qur’an.

Baca Juga:  Beginilah Cara Mereka Membajak Ayat-Ayat Sebagai Klaim Kebenaran

Dengan congkak dan sombongnya orang Kafir mengatakan kepada Muslim bahwa ‘Seandainya Al-Qur’an itu Baik, maka mereka para Sahabat (yang lemah) tidak mendahului kami.

Sahabat yang lemah yang dimaksud adalah Bilal bin Rabbah, budak yang dibebarkan Abu Bakar, ‘Ammar bin Yassir, pernah disiksa oleh Abu Jahal karena menolak murtad. Suhaib bin Sinan, anak orang kaya yang  menerima tidak memiliki harta dan sahabat lain sebagainya.

Namun Istilah ini kemudian terkenal untuk menuduh bid’ah orang Muslim di Nusantara. Mulanya kaidah لَوْ كَانَ خَيْرًا مَا سَبَقُونَا إِلَيْهِdigunakan sebagai akal-akalan orang muyrik untuk menghina Islam, namun sekarang digunakan sebagai alat menyalahkan orang yang sudah Muslim. Nalar yang sangar RANCU, SESAT dan Absurd.+ Ash-Shawabu Minallah

Mohammad Mufid Muwaffaq