Peringatan 40 Hari Kematian, Adakah Dalilnya dalam al-Quran dan Hadis? Begini Penjelasannya

Peringatan 40 Hari Kematian, Adakah Dalilnya dalam al-Quran dan Hadis? Begini Penjelasannya

PeciHitam.org – Di Indonesia, khususnya kalangan Nahdliyin, menyelenggarakan cara peringatan 40 hari kematian merupakan hal yang lumrah. Hal ini sebagai bentuk kepedulian keluarga yang ditinggalkan untuk senantiasa mengirimkan doa dengan mengharap ridha Allah agar jenazah diampuni dosa-dosanya dan dijauhkan dari siksa kubur. Peringatan seperti ini sudah berlangsung turun temurun dan sudah menjadi budaya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Allah Ta’ala berfiman:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَل

“Dialah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang paling baik amalnya.” (Qs. Al Mulk: 2)

Dalam acara peringatan 40 hari kematian biasanya membaca surat Yaasin, bacaan dzikir dan tahlil dengan jumlah tertentu. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala dalam surat al-Ahzab ayat 41 yang berbunyi:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا

“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS. Al Ahzab: 41)

Adapun hadis yang menganjurkan untuk mendoakan mayit sebagai berikut:

ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻫﺪﻳﺔ ﺇﻟﻰﺍﻟﻤﻮتى

Sabda Nabi Saw: “Doa dan shadaqah itu hadiah kepada mayyit.”

Lebih lanjut, mendoakan mayit ini juga perah dilakukan di zaman shahabat Nabi, seperti yang disebutkan dalam kitab Kanzul Ummaal fi Sunani al-Aqwaal wa al-Af’al, bahwa menjelang wafatnya sahabat Umar, ia memerintahkan pada Shuhaib supaya memimpin shalat, serta memberi makan tamu-tamunya selama 3 hari hingga mereka memilih seseorang. Ketika makanan dihidangkan, orang-orang tidak mau makan dan mereka bersedih, berkatalah Abbas bin Abdul Muttalib:

Baca Juga:  Mengenal Aliran Maturidiyah, Salah Satu Teologi Ahlussunah Wal Jamaah

“Wahai hadirin! Sungguh telah wafat Rasulullah saw, kita makan dan minum setelahnya. Lalu wafat Abubakar dan kita makan dan minum sesudahnya. Ajal itu adalah hal yang pasti, maka makanlah makanan ini!”, lalu beliau mengulurkan tangan dan makan. Orang-orang pun mengulurkan tangan dan makan.

Dalam kitab Al-Hawi lil Fatawi secara spesifik juga menjelaskan tentang peringatan 40 hari kematian ini sebagai berikut:

ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻤﺮ : ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺪﻓﻨﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺳﺒﻌﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺴﺎﺑﻊ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺧﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺇﻟﻰ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻷﺭﺑﻌﻴﻦ ﺇﻟﻰ ﻣﺎﺋﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻤﺎﺋﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻨﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻟﻒ عام (الحاوي للفتاوي ,ج:۲,ص: ١٩٨

Sahabat Umar berkata: “sedekah sesudah kematian, pahalanya sampai tiga hari. Dan pahala sedekah dalam tiga hari akan tetap sampai tujuh hari. Dan pahala sedekah tujuh hari juga akan langgeng sampai 25 hari. Dan pahala 25 sampai 40 harinya akan tetap hingga 100 hari. Dan dari pahala 100 hari akan sampai pada satu tahun. Dan dari pahala satu tahun akan kekal hingga 1000 hari.”

Baca Juga:  Begini Cara Ahlussunnah Wal Jama’ah Memahami Ayat-Ayat Mutasyabihat

Dar al-Ifta’ al-Mishriyyah (Lembaga Fatwa Mesir) juga pernah menanggapi masalah peringatan 40 hari kematian ini. Dijelaskan bahwa membaca al-Quran untuk ruh orang yang sudah meninggal dan menghadiahkan pahalanya, adalah sesuatu yang dibenarkan oleh keumuman dalil dalam syariah.

Para ahli fikih/fukaha dari empat mazhab juga sepakat bahwa menghadiahkan pahala bacaan al-Quran dari yang hidup kepada yang sudah wafat adalah sesuatu yang sangat bermanfaat bagi mayit di alam kuburnya, ini seperti yang disampaikan Imam al-Qurthubi dalam kitab al-Tadzkirah.

Tidak ada dalil juga yang melarang untuk membacanya di waktu manapun, sebagaimana tidak ada dalil dalam syariah yang malarang mengirimkan pahala membaca al-Quran di hari tertentu.

Yang dilarang oleh syariat adalah menetapkan hari tertentu, untuk meratapi kepergian atau meninggalnya sehingga ditetapkan menjadi hari berkabung kembali (karena ditinggalkan yang sudah meninggal) sehingga kesedihan itu menjadi teringat-ingat lagi, dan berperilaku berkabung seperti di hari pertama seseorang meninggal (al-‘azaa).

Oleh sebab itu, yang perlu digarisbahwahi bahwa yang dilarang ialah meratapi kepergian orang terkasih tersebut lebih dari tiga hari. Nabi Saw sendiri juga sudah melarang untuk berkabung (al-‘azaa) lebih dari tiga hari, agar terhindar dari perasaan berkabung yang tidak kunjung selesai. Sebagaimana, diharamkan juga untuk mengadakan acara empat puluh harian ini, jika keluarga yang bersangkutan sedang kekurangan.

Baca Juga:  Prinsip-Prinsip Ahlussunnah Wal Jama’ah

Sementara soal masih berdiamnya ruh orang yang sudah wafat di bumi sampai 40 hari, adalah perkara gaib yang tidak diketahui kecuali dari dalil dalam syariat. Riwayat yang ada hanya mengatakan bahwa “bumi menangis atas kematian orang beriman selama 40 kali waktu pagi.”

Adapun pernyataan bahwa ruh orang yang sudah wafat tetap berada di bumi selama 40 hari, kami tidak mengetahui riwayat yang sahih terkait persoalan ini.

Mohammad Mufid Muwaffaq