Detik-detik Kematian yang Mengharukan dan Pesan Terakhir Imam Al Ghazali

Detik-detik Kematian yang Mengharukan dan Pesan Terakhir Imam Al Ghazali

Pecihitam.org– Al-Ghazali melupakan seorang filsuf dan tokoh sufi yang pesan atau nasehat-nasehatnya sering dikutip karena memang sangat dalam dan relevan dengan banyk kondisi. Dan yang paling berkesan adalah pesan terakhir Imam Al Ghazali sebelum ia wafat, kembali menghadap Sang Kuasa.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Para pembaca sekalian, sebelum kami ceritakan akhir-akhir wafatnya Imam Al-Ghazali, kami akan kupas sedikit tentang kehidupan beliau.

Imam Al-Ghazali merupakan ulama termashur. Nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali At-Thusi. Keilmuannya sudah tak diragukan lagi, baik oleh kawan maupun lawannya.

Karyanya dalam Ilmu Fiqih selalu menjadi rujukan. Adapun karyanya yang dijadikan rujukan para ulama hingga kini yaitu Ihya’ Ulumiddin. Imam Al-Ghazali juga serius mendalami ilmu filsafat, walau pada akhirnya ilmu ini ia kritik sendiri.

Pada masa kecilnya, beliau hidup dari kalangan keluarga miskin. Orang tuanya sangat taat beragama. Meski diliputi hidup yang serba terbatas, ayah Al-Ghazali memilki impian yang begitu besar, yaitu kedua anaknya, Imam Al-Ghazali dan saudaranya (Ahmad Al-Ghazali) kelak menjadi orang yang ahli fiqih dan pendakwah Islam.

Ayah Imam Al-Ghazali merupakan orang yang suka menghadiri majelis-majelis ilmu. Ia suka sekali melayani para ulama, dan ketika mendengarkan tausiah guru-gurunya, tak ayal ia menangis dan merunduk sembari berdoa bagi masa depan kedua anaknya.

Baca Juga:  Kitab Bidayatul Hidayah (Cara Meraih Hidayah) Karya Imam Al Ghazali

Alhamdulillah, doa tersebut terkabul meski sang ayah tak menyaksikan kebesaran anak-anaknya karena wafat sebelum mereka dewasa.

Singkat cerita. Imam Al-Ghazali kecil dan saudaranya tumbuh menjadi manusia yang cerdas dan sangat suka menuntut ilmu. Pribadinya penuh kasih sayang, kezuhudan dan ketaatannya dalam beragama sangat meyakinkan. Semakin hari ilmu Imam Al-Ghazali semakin luas. Sehingga Imam al-Haramain gurunya memberikan gelar pada Al-Ghazali “bahrun mughdiq” (lautan luas tak bertepi).

Suatu saat Imam Al-Ghazali diangkat menjadi guru besar di Madrasah Nidhamiyah, Bagdad pada masa kekuasaan Nidhamul Mulk. Saat itu usianya masih 34 tahun. Dalam usia yang masih muda beliau sudah memilik kedudukan tertinggi di dunia pendidikan dan keislaman. Bahkan predikat seperti itu belum pernah diraih oleh siapapun.

Setelah beberapa tahun lamanya pada akhirnya beliau mengakhiri pengabdian di Madrasah Nidhamiyah. Beliau pun pulang ke kampung halamannya, di Thus dan mendirikan zawiyah atau semacam pesantren untuk meneruskan khidmah mengajar.

Setelah pesantrennya berkembang, Imam Al-Ghazali sudah menua, dan beliau mulai merasakan sakit yang akan membawanya pada kematian.

Baca Juga:  Klasifikasi Profesi Menurut Perspektif Imam Al-Ghazali, Mana Lebih Utama?

Detik-detik wafatannya Imam Al-Ghazali

Ketika beliau sudah berada di detik-detik terakhir, terjadilah sebuah peristiwa yang indah. Mengutip keterangan Ahmad al-Ghazali, seorang sufi besar, adik kandungnya. Ia menuturkan sebagai berikut:

لما كان يوم الإثنين وقت الصبح توضأ أخي أبو حامد وصلّى وقال: عليّ بالكفن، فأخذه وقبّله، ووضعه على عينيه وقال: سمعاً وطاعة للدخول على الملك. ثم مدّ رجليه واستقبل القبلة ومات قبل الإسفار

وقد سأله قبيل الموت بعض أصحابه:، فقالوا له: أوصِ. فقال: عليك بالإخلاص فلم يزل يكررها حتى مات

“Hari Senin, waktu Subuh, kakakku mengambil air wudu, lalu salat. Sesudah itu, ia minta diambilkan kain kafan. Ia menciumnya lalu meletakkannya di matanya. Ia kemudian mengucapkan:


سمعا وطاعة لله للدخول على الملك

“Aku telah pasrah dan siap memasuki Singgasana Tuhan”.

Setelah itu beliau meluruskan kedua kakinya dan mengarahkannya ke kiblat. Sebelum mengembuskan nafas terakhir, Imam Al-Ghazali menyampaikan pesan kepada keluarga dan para sahabatnya:

عليك بالاخلاص عليك بالاخلاص عليك بالاخلاص

Ikhlaslah… Ikhlaslah…Ikhlashlah

Itulah pesan terakhir Sang Imam Al Ghazali kepada kita semua, bahwa segalanya harus kita pasrahkan kepada Allah SWT dengan Ikhlas. Karena, amal apapun yang kita lakukan jika tidak ikhlas, maka semuanya hanyalah sia-sia belaka. Allah SWT berfirman

Baca Juga:  Karomah Syaikh Abu Hasan As-Syadzili: Bisa Tahu Apa yang Akan Terjadi hingga Hari Kiamat

ولا تموتن الا وانتم مسلمون

“Janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan sebagai orang yang pasrah kepada Allah”.

Akhirnya sebelum matahari pagi terbit, ia pun pulang/kembali ke asal. Wafat. Inna illahi wa Inna ilaihi Raji’un. Kita semua milik Allah dan kepada-Nya kita semua kembali.

Itulah hakekatnya “Husnul Khatimah”. Akhir yang baik.

Semoga dengan disajikannya detik-detik dan Pesan terakhir Imam Al Ghazali menjelang wafat ini membuat para pembaca dan khususnya penulis pribadi bisa mengambil pelajaran. Dan semoga kita semua meninggal dunia dalam keadaan Husnul Khatimah. Amin amin ya Rabbal ‘alamin.

Faisol Abdurrahman