Pondok Pesantren Miftahul Huda (Gading); Pesantren Tertua di Malang

Pondok Pesantren Miftahul Huda (Gading); Pesantren Tertua di Malang

PeciHitam.org – Pondok Pesantren Miftahul Huda atau Pondok Pesantren Gading Malang merupakan pesantren tertua di Malang. Sedangkan di Indonesia, menempati posisi pesantren tertua ke-13 atau hampir bersamaan dengan didirikannya Pondok Pesantren Jamsaren Surakarta, Jawa Tengah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pesantren ini didirikan pada tahun 1768 Masehi oleh KH. Hasan Munadi. Saat itu, Kyai Hasan Munadi berusia 35 tahun. Seperti penamaan pesantren lainnya yang masyhur dengan sebutan nama tempat didirikannya pesantren, Pesantren Miftahul Huda Malang juga lebih dikenal dengan nama Pondok Pesantren Gading. Sebab terletak di Kelurahan Gading Kasri, Kecamatan Klojen, Malang, Jawa Timur.

Kurang lebih selama hampir 90 tahun, KH. Hasan Munadi mengasuh Pondok Pesantren Miftahul Huda Gading Malang. Hal ini amat jarang terjadi di pesantren-pesantren di Indonesia. Sang pemrakarsa Pesantren Gading, KH. Hasan Munadi bahkan wafat di usinya yang tergolong langka, yaitu 125 tahun. Satu seperempat abad lamanya, beliau menginjakkan kakinya di dunia.

Adapun beliau memiliki tiga orang putra dan satu orang putri, antara lain:

  1. Ismail,
  2. Muhyini,
  3. Ma’sum
  4. Nyai Mujannah.

Meski sudah berdiri selama hampir satu abad, pada masa tersebut Pondok Gading Malang memang belum mengalami perkembangan yang signifikan. Secara berurutan, tongkat estafet kepemimpinan pesantren ini diteruskan oleh putra-putrinya.

  1. Ismail putra pertama dari KH. Hasan Munadi diangkat menjadi pengasuh Pondok Pesantren Gading menggantikan ayahandanya. KH. Ismail dibantu oleh keponakannya yang bernama KH. Abdul Majid.
  2. Ismail diketahui tidak memiliki keturunan, sehingga mengangkat anak salah seorang puteri KH. Abdul Majid yang bernama Nyai Siti Khodijah. Kemudian setelah tumbuh dewasa, puteri angkat beliau yang bernama Nyai Siti Khodijah dinikahkan dengan salah seorang alumni Pondok Pesantren Miftahul Huda, Jampes Kediri yang bernama KH. Moh. Yahya yang berasal dari Jetis Malang.
Baca Juga:  Pondok Pesantren Musthafawiyah Mandailing Natal; Pesantren Tertua di Sumatera

Kemudian setelah Nyai Siti Khodijah menikah dengan KH. Moh. Yahya, kemudian tongkat estafet kepemimpinan Pesantren Gading ini diberikan kepada menantunya tersebut. Akhirnya, KH. Ismail pun wafat dalam usia 75 tahun. Artinya, beliau telah mengabdikan hidupnya selama 50 tahun untuk mengurus dan mengembangkan pesantren tersebut.

Sebenarnya, penamaan Pondok Pesantren Miftahul Huda ini berasal dari pengasuh generasi ketiga, yaitu KH. Moh. Yahya. Sebelumnya memang hanya dinisbatkan pada nama tempat yang menjadi lokasi berdirinya pondok pesantren ini saja.

Pada masa kepemimpinan KH. Moh. Yahya, para santrinya diizinkan untuk menempuh Pendidikan formal di luar pesantren. Ini merupakan terobosan langka di masa tersebut. Sekaligus juga berdampak amat positif bagi perkembangan dan kemajuan pondok pesantren Miftahul Huda Gading secara umum.

Baca Juga:  Perbedaan Pesantren Salaf dan Salafi Wahabi, Hati-hati Jangan Salah Pilih!

Namun beliau juga menyampaikan bahwa ada hal yang perlu diperhatikan, yaitu niat. Para santrinya dianjurkan agar meniatkan dalam hati masing-masing bahwa niat yang paling pertama ialah niat untuk mengaji (mondok), sedangkan yang kedua, baru sekolah. Dengan kata lain, utamakan kepentingan pesantren terlebih dahulu, baru kemudian urusan sekolah.

Jika kita mengutamakan urusan pesantren, kita akan mendapatkan keduanya. Namun sebaliknya, jika kita mengutamakan urusan sekolah, biasanya urusan pesantren justru terbengkalai. Pesan KH. Moh. Yahya ini juga diadopsi di pesantren lain yang mengizinkan santrinya menempuh Pendidikan formal di luar pesantren.

Pada tahun 1971, Pesantren Miftahul Huda berduka. Kyai Ahmad Dimyathi Ayatullah Yahya yang merupakan putra dari KH. Moh Yahya telah wafat. Kemudian setelah 37 hari, pada tanggal 4 Syawal 1391 H atau 23 November 1971 M, KH. Moh. Yahya juga wafat.

Baca Juga:  Pesantren Al-Kahfi Somalangu; Pesantren Tertua di Asia Tenggara

Sepeninggal pengasuh utamanya tersebut, Pondok Pesantren Miftahul Huda diasuh oleh putera-putera beliau secara kolektif (bersama-sama). Putera-putera beliau itu adalah KH. Abdurrohim Amrullah Yahya, KH. Abdurrahman Yahya dan KH. Ahmad Arief Yahya. Di samping itu juga dibantu oleh para menantu beliau yaitu KH. Muhammad Baidlowi Muslich dan Ust. Drs. HM. Shohibul Kahfi, M.Pd.

Mohammad Mufid Muwaffaq