Sejarah Awal Mula Penyembahan Berhala di Makkah

berhala di mekkah

Pecihitam.org – Dalam kitab Barzanji (Sejarah Nabi Muhammad Saw.) menisbatkan sebutan Quraisy kepada Fihr bin Malik bin Nadhir. Seluruh penduduk Arab mengakui ketinggian nasab, kepemimpinan, kefasihan bahasa dan kemurniannya, kemuliaan akhlak, keberanian, dan kehormatan yang dimiliki oleh suku Quraisy. Beliau dianggap sebagai simbol yang tidak perlu diuji dan diperdebatkan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pada awalnya Suku Quraisy masih berpegang pada agama Nabi Ibrahim As. dan agama nenek moyang mereka, yakni Nabi Ismail As. Mereka berpegang pada agama tauhid, menyembah Allah Yang Maha Esa, hingga kemunculan seorang bernama ‘Amr bin Amir bin Lahyi al-Khuza’iy.

Ia merupakan orang pertama yang mengubah agama Ismail As dengan mendirikan patung, mengadakan penghormatan terhadap hewan-hewan tertentu, mengadakan upacaya minum arak, mengharamkan sesuatu yang tidak diharamkan Allah Swt. Dan belum pernah dikenal oleh syariat Nabi Ibrahim As.

Pada suatu waktu, ‘Amr pergi ke Syam, dan ia menyaksikan penduduknya menyembah patung-patung. Ia tertarik dan mendatangkan sebagiannya ke Makkah dan memancangkannya serta memerintahkan kaumnya untuk menghormati patung-patung tersebut.

Dalam perjalanannya ke Syam, ia pernah melewati al-Batra’ yang oleh para ahli sejarah dan ahli geografi masa lalu ditulis dengan Bathra’ dan Bathrah. Lokasinya saat ini terdapat di sebelah selatan Kerajaan al-Urduniyah al-Hasyimi (Yordania).

Baca Juga:  Perkembangan Paham Syiah di Indonesia, Dari Runtuhnya Reza Pahlavi Hingga Era Masa Kini

Al-Bathra’ merupakan sejenis tanaman berbuku dan beruas di tanah Arab yang keras dan terkenal di kalangan Yunani dan Romawi. Disebutkan bahwa tanaman tersebut dikembangkan oleh kaum Anbath mencapai tingkatan yang sangat tinggi di bidang peradaban dan karya seni.

Di antara mereka terdapat para penyair, tabib, dan para pedagang besar. Mereka biasa bepergian ke Mesir, Syam, dan negeri-negeri Furat (sepanjang Sungai Eufrat) dan Romawi. Kemungkinan, mereka selalu melewati Hijaz dalam perjalanan ke Lembah Furat.

Pada saat yang sama, mereka tenggelam dalam berhalaisme (penyembah berhala) yang menyesatkan. Mereka memahat patung-patung dan menyembahnya. Disebutkan bahwa Lata, yang merupakan patung terkemuka dan disembah oleh penduduk Hijaz Utara, didatangkan dari pepohonan Al-Batra’ dan mereka jadikan sebagai patung-patung utama.

Masa tersebut adalah masa tersebarnya berhalaisme di sekitar Jazirah Arab, diantaranya daerah sekitar Laut Tengah. Dakwah Al-Masih dan para pengikutnya, yang menentang dan membatasi perkembangan penyembahan berhala belum mengemuka. Sedangkan agama Yahudi yang pada waktu itu merupakan agama turun-temurun dan terbatas pada Bani Israil, tidak memperbolehkan dakwah tauhid kepada selain Bani Israil.

Pada awalnya penghormatan terhadap batu-batu Tanah Haram, yang selalu mereka bawa apabila mereka berangkat meninggalkan Makkah sebagai penghormatan Tanah Suci. Selain itu, batu-batu tersebut juga sebagai media untuk memelihara kenangan terhadapnya.

Baca Juga:  Inilah Sejarah Pemeliharaan dan Pengumpulan Hadits

Sampai pada akhirnya mereka menyembah batu-batu tersebut yang mereka anggap sebagai sesuatu yang menakjubkan. Mereka meninggalkan peninggalan agama Nabi Ibrahim As. Dan melupakan kewajiban mereka.

Sampai pada saatnya mereka menyembah patung-patung yang menjadikan mereka sesat seperti umat-umat sebelumnya. Namun yang perlu dicatat, dikalangan mereka masih terdapat sisa-sisa peninggalan Nabi Ibrahim As. Mereka adalah orang-orang yang berpegang teguh untuk menghormati Baitullah, melakukan thawaf serta melakukan haji dan umrah.

Sejarah bangsa-bangsa dan agama-agama berubah setahap demi setahap, dari sekedar wasilah (perantara), menjadi ghayah (tujuan), dari muqaddimah (pendahuluan) hingga menjadi natijah (kesimpulan, hasil).

Hal ini memperkuat apa yang diyakini oleh para ahli sejarah dalam hal sebab-sebab munculnya berhalaisme di Arab pada umumnya dan kaum Quraisy pada khususnya. Oleh karena itu, agama Islam sangat keras dalam upaya menutup peluang terhadap tumbuhnya sikap syirik dan kultus individu.

Namun yang perlu menjadi catatan adalah tidak semua golongan dari suku Quraisy sebagai penyembah berhala. Salah satu diantara mereka yang tetap memegang teguh keimanan kepada Allah Swt. adalah Abdul Muthalib (kakek Nabi Muhammad Saw). Hal tersebut terlihat jelas dalam percakapan beliau dengan Abrahah. Sang raja telah merampas 200 ekor unta milik beliau, dan beliaupun menghadap raja untuk meminta kembali semua untanya.

Baca Juga:  Dinasti Mamalik, Negeri dengan Sistem Militer Terkuat pada Masanya

Sang Raja pun kaget dan marah. Ia berkata, “Apakah engkau berbicara kepadaku tentang 200 ekor unta yang telah kurampas dan membiarkan rumah ibadah yang merupakan agamamu dan agama nenek moyangmu? Aku datang untuk menghancurkannya dan engkau tidak membicarakan hal itu!”

Abdul Muthalib pun membalasnya, “Aku adalah pemilik unta, sedangkan rumah itu juga mempunyai tuan yang akan melindunginya.” Raja pun menjawab dengan angkuhnya, “Dia tidak akan bisa melindunginya.” Abdul Muthalib pun berkata, “Dia akan melindunginya darimu dan dari siapa saja.”

Begitu jelaslah keimanan kakek Nabi Muhammad Saw. terhadap pemilik Ka’bah (Allah Swt.) yang menjadi rumah ibadah baginya.