Suluk Linglung dan Konsep Ketuhanan Sunan Kalijaga, Bagian II

Suluk Linglung dan Konsep Ketuhanan Sunan Kalijaga, Bagian II

Pecihitam.org – Sebagian besar isi Al-Quran mengambarkan bahwa Allah adalah Dzat yang transenden dan Tak tentu dalam bertindak juga tidak seperti halnya manusia. Akan tetapi Allah bisa disukai dan dimintai pertolongan, diyakini, bahkan dapat dicintai, dia memiliki Nilai Religious yang tidak bisa dicapai oleh angka manusia dan panca indra Manusia. Kira-kira itulah gambaran simpel Tuhan yang ada dalam suluk linglung sunan kalijaga (Syekh malaya).

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Mengenai hakekat Tuhan tidak bisa digambarkan secara detail sebagaimana yang dipaparkan dalam al-Qur’an. Di sana Dia disebut sebagai Yang Maha welas-asih.

Namun welas asih di sini tak sama dengan yang dimiliki manusia. Seandainya dia dapat digambarkan dengan term yang sama dengan manusia, maka dia berarti sama juga dengan sesuatu yang di ciptakan-Nya. Sekali lagi tidak bisa dicapai oleh indrawi Manusia.

Allah menghadirkan diri-Nya setiap waktu dengan senantiasa memantau setiap aktivitas manusia. Dalam agama Islam ibadah yang diwajibkan adalah shalat boleh dikatakan memiliki keistimewaan karena dilakukan setiap waktu. Daripada Ibadah-ibadah lainnya seperti zakat, puasa romadhon dan ibadah haji yang hanya dilakukan setahun sekali. Artinya sholat merupakan ibadah yang mendekatkan diri kita kepada Tuhan (Allah).

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya (suluk linglung dan konsep ketuhanan sunan kalijaga bagian satu) bahwa suluk linglung adalah salah satu kitab jawa yang usianya sudah tua sekali, akan tetapi belum banyak orang yang mengetahuinya.

Baca Juga:  Tujuh Nama Anak Rasulullah yang Harus Kita Ketahui, Siapa Sajakah Mereka?

Padahal Kiyai Khafid Kasri sudah menterjemahkan dan menerbitkannya lewat percetakan balai pustaka. Akan tetapi ajaran suluk linglung belum banyak diketahui padahal sudah diterbitkan sudah sejak tahun 90-an.

Kiyai Khafid kasri sendiri mengatakan dalam terjemahannya (yang kemudian menjadi buku suluk linglung sunan kalijaga) hanya menterjemahkan sebagian kecilnya saja yakni pada bagian perjalanan hidupnya sunan kalijaga saja yang kemudiam menjadi enam pupuh.

Tidak mencakung bagian pengobatan tradisional sunan kalijaga, ramalan nasib, berbagai macam do’a bahkan sampai dengan azimat yang berbentuk bahasa jawa maupun arab.

Adapun kandungan dari enam pupuh terjemahan kiyai khafid kasri adalah sebagai berikut :

Episode I menceritakan tentang awal mula penulisan suluk linglung dan menceritakan betapa besar semangat mencari ilmu pengetahuan, juga bersrmangat mencari ilmu pegangan para Nabi dan para Wali. Sehingga diibaratkan seperti kumbang yang ingin menghisap madu dari bunga.

Episode II menceritakan dialog Sunan Kalijaga dengan sunan bonang tentang Iman Hidayat yang ada dalam bait 9-10 : Syekh Melaya berkata pelan, “sungguh hamba sangat berterima kasih, semua nasihat akan kami junjung tinggi, tapi hamba memohon kepada guru, mohon agar sekalian dijelaskan, tentang maksud sebenarnya dari suksma luhur (nyawa yang berderajat tinggi), yang diberi tadi iman hidayat.

Adapun yang dimaksud mantap berserah diri kepada Tuhan Allah, yang mana dimaksud sebenarnya, hamba mohon penjelasan yang sejelas-jelasnya; kalau hanya ucapan semata, hamba pun mampu mengucapkannya, tapi kalau menemui kesalahan hamba ibarat asap belaka, tanpa guna menjalankan semua yang kukerjakan”.

Kemudian jawaban atas pertanyaan sunan kalijaga dijawab oleh sunan bonang dalam bait 11-12 :

Kanjeng Sunan Bonang menjawab dengan lemah lembut, “Syekh malaya benar ucapanmu itu, pada saat bertapa kau bertemu denganku dan yang dimaksud berserah diri adalah, selalu ingat perilaku atau pekerjaan, seperti ketika awal mula diciptakan, bukankah itu sama halnya seperti asap?

Itu tadi seperti bidayat wening (petunjuk yang jernih), serupa dengan iman hidayat, apakah itu Nampak dengan sebenarnya nmun diketahuilah itu semua, tidak dapat diduga sebelum dan sesudahnnya, sekalipun kau gunakan, dengan mata kepala.

Aku juga sama sepertimu, ingin juga mengetahui tentang hidayat yang sejelas-jelasnya, tapi aku belum mempunyai kepandaian untuk meraihnya, kejelasan tentang hidayat, hanya keterangan yang saya percayai, karena keterangan itu berasal dari sabda Tuhan yakni Allah”.

Pertanyaan sunan kalijaga berlanjut di bait ke-14 masih Episode II.

Sunan Kalijaga berkata, “Wahai guru yang bijaksana, hamba mohon dijelaskan apakah maksudnya ada nama tanpa sifat dan ada sifat tanpa nama? Saya mohon petunjuk, tinggal itu yang ingin saya tanyakan yang terakhir kali ini saja guru”.

Kemudian langsung dijawab oleh Kanjeng Sunan Bonang dalam bait ke-15.

Kanjeng Sunan Bonang berkata dengan lemah lembut, “kalau kamu ingin keterangan yang jelas dan tuntas, matikanlah dirimu sendiri, belajarlah kamu tentang mati, selagi kau masih hidup, bersepi dirilah kamu ke hutan rimba, tapi jangan sampai ketahuan manusia”.

Penjelasan diatas merupakan proses belajar murid terhadap gurunya dengan berlangsung baik dan terus menerus sehingga kanjeng sunan kalijaga memperoleh Ilmu apa yang beliau inginkan. Kendatipun ada sesuatu yang tidak diketahui sang guru mampu mengarahkan muridnya pada arah yang benar.

Baca Juga:  Menganal Tafsir Al-Quran Pathok Nagari dari Plosokuning, Yogyakarta

Demikian sampai disini dulu semoga bermanfaat. Tabik!

Fathur IM

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *