Surah Al-Furqan Ayat 41-44; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Furqan Ayat 41-44

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Furqan Ayat 41-44 ini, Allah menegaskan kepada Nabi Muhammad bahwa orang kafir selalu mengejeknya dengan mengatakan, “Apakah ini orang yang diutus sebagai rasul? Ucapan orang-orang musyrik bahwa Muhammad hampir saja menyesatkan mereka dari sembahan-sembahannya, seandainya mereka tidak tekun dan sabar menyembahnya, menunjukkan bahwa Nabi Muhammad telah menyampaikan dakwahnya dengan sungguh-sungguh disertai dengan hujah-hujah yang nyata. Allah memerintahkan rasul-Nya supaya memperhatikan ciptaan-Nya

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Furqan Ayat 41-44

Surah Al-Furqan Ayat 41
وَإِذَا رَأَوْكَ إِن يَتَّخِذُونَكَ إِلَّا هُزُوًا أَهَذَا الَّذِي بَعَثَ اللَّهُ رَسُولًا

Terjemahan: Dan apabila mereka melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan mengatakan): “Inikah orangnya yang di utus Allah sebagai Rasul?.

Tafsir Jalalain: وَإِذَا رَأَوْكَ إِن (Dan apabila mereka melihat kamu, maka tidak lain) يَتَّخِذُونَكَ إِلَّا هُزُوًا (mereka menjadikan kamu sebagai ejekan) sasaran ejekan mereka, di dalam ejekannya itu mereka mengatakan, أَهَذَا الَّذِي بَعَثَ اللَّهُ رَسُولًا (“Inikah orangnya yang diutus oleh Allah sebagai Rasul?) menurut pengakuannya. Mereka mengatakan demikian dengan nada menghina dan menganggap remeh risalah yang dibawanya.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah Ta’ala mengabarkan tentang ejekan orang-orang musyrik kepada Rasulullah saw. jika mereka melihatnya, sebagaimana firman Allah: وَإِذَا رَأَوْكَ إِن يَتَّخِذُونَكَ إِلَّا هُزُوًا (“Dan apabila orang-orang kafir itu melihatmu, mereka hanya membuatmu menjadi olok-olok…”)(al-Anbiyaa’: 36) yang mereka kehendaki adalah aib dan kekurangannya.

Dalam ayat ini Allah berfirman: وَإِذَا رَأَوْكَ إِن يَتَّخِذُونَكَ إِلَّا هُزُوًا أَهَذَا الَّذِي بَعَثَ اللَّهُ رَسُولً (“Dan apabila orang-orang kafir itu melihatmu, mereka hanya membuatmu sebagai ejekan [dengan mengatakan]: ‘Inikah orangnya yang diutus Allah sebagai Rasul?’”) yaitu dengan merendahkan dan meremehkan,

lalu Allah menjelekkan mereka sebagaimana Dia berfirman: وَلَقَدِ اسْتُهْزِئَ بِرُسُلٍ مِّن قَبْلِكَ (“Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa Rasul sebelummu.”)(al-An’am: 10)

Tafsir Kemenag: Pada ayat ini, Allah menegaskan kepada Nabi Muhammad bahwa orang kafir selalu mengejeknya dengan mengatakan, “Apakah ini orang yang diutus sebagai rasul?” Itulah ejekan kaum kafir setiap kali mereka melihat Nabi Muhammad saw.

Tafsir Quraish Shihab: Jika mereka melihat kamu, mereka menjadikanmu sebagai bahan ejekan dan cacian. Sebagian mereka berkata kepada yang lainnya, “Inikah orang yang diutus oleh Allah kepada kami sebagai rasul yang harus kami ikuti?

Surah Al-Furqan Ayat 42
إِن كَادَ لَيُضِلُّنَا عَنْ آلِهَتِنَا لَوْلَا أَن صَبَرْنَا عَلَيْهَا وَسَوْفَ يَعْلَمُونَ حِينَ يَرَوْنَ الْعَذَابَ مَنْ أَضَلُّ سَبِيلً

Terjemahan: Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari sembahan-sembahan kita, seandainya kita tidak sabar(menyembah)nya” dan mereka kelak akan mengetahui di saat mereka melihat azab, siapa yang paling sesat jalannya.

Tafsir Jalalain: إِن (Sesungguhnya) lafal In adalah bentuk Takhfif dari lafal Inna, sedangkan isimnya tidak disebutkan, jadi bentuk lengkapnya adalah Innahuu, artinya, sesungguhnya ia كَادَ لَيُضِلُّنَا (hampirlah ia menyesatkan kita) memalingkan diri kita عَنْ آلِهَتِنَا لَوْلَا أَن صَبَرْنَا عَلَيْهَا (dari sesembahan-sesembahan kita, seandainya kita tidak sabar menyembahnya.”) niscaya kita dapat dipalingkan dari sesembahan-sesembahan kita olehnya. Maka Allah berfirman,

وَسَوْفَ يَعْلَمُونَ حِينَ يَرَوْنَ الْعَذَابَ (“Dan mereka kelak akan mengetahui di saat mereka melihat azab) secara terang-terangan kelak di akhirat مَنْ أَضَلُّ سَبِيلً (siapa yang paling sesat jalannya”) yang paling keliru tuntunannya, apakah mereka ataukah orang-orang yang beriman?.

Baca Juga:  Surah Al-Kahfi Ayat 83-84; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah tentang perkataan orang-orang kafir itu: إِن كَادَ لَيُضِلُّنَا عَنْ آلِهَتِنَا (“Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari sembahan-sembahan kita.”) yang mereka maksudkan hampir saja ia memalingkan mereka dari menyembah patung-patung seandainya mereka tidak sabar, tidak teguh dan tidak konsisten. Allah Ta’ala berfirman mengancam dan menghardik mereka:

وَسَوْفَ يَعْلَمُونَ حِينَ يَرَوْنَ الْعَذَابَ (“Dan mereka kelak akan mengetahui di saat mereka melihat adzab, siapa yang paling sesat jalannya.”)… kemudian Allah berfirman kepada Nabi-Nya dalam rangka menyadarkan, bahwa siapa yang telah ditentukan Allah celaka dan sesat, maka tidak ada satu orang pun yang mampu menunjukkinya kecuali Allah swt.

Tafsir Kemenag: Ucapan orang-orang musyrik bahwa Muhammad hampir saja menyesatkan mereka dari sembahan-sembahannya, seandainya mereka tidak tekun dan sabar menyembahnya, menunjukkan bahwa Nabi Muhammad telah menyampaikan dakwahnya dengan sungguh-sungguh disertai dengan hujah-hujah yang nyata.

Nabi saw juga memperlihatkan berbagai mukjizat sehingga mereka hampir-hampir meninggalkan agama nenek moyangnya dan memasuki agama Islam. Ucapan mereka itu menunjukkan pula adanya pertentangan yang hebat dalam hati sanubari mereka, dari satu sisi mereka mencemoohkan Nabi saw, dan dari sisi lain mereka merasa khawatir akan terpengaruh oleh dakwah Nabi saw yang sangat kuat dan logis itu.

Selanjutnya, ayat ini menerangkan bahwa mereka akan mengetahui tentang siapa yang sesat jalannya pada saat mereka melihat azab. Menurut riwayat, ayat ini terkait dengan ulah yang dilakukan Abu Jahal pada setiap kali ia bertemu dengan Rasulullah. Cara serupa itu dilakukan oleh umat terdahulu kepada para rasul Allah seperti tersebut dalam firman Allah:

Dan sungguh, beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad) telah diperolok-olokkan, sehingga turunlah azab kepada orang-orang yang mencemoohkan itu sebagai balasan olok-olokan mereka. (al-An’am/6: 10).

Tafsir Quraish Shihab: Sesungguhnya lelaki itu telah diberikan retorika yang baik dan argumentasi yang kuat sehingga dapat menarik perhatian para pendengar. Dia telah merusak akidah kita sampai-sampai hampir menjauhkan kita dari sembahan-sembahan kita dan mengalihkan kita kepada Tuhannya.

Akan tetapi kita tetap teguh pada tuhan-tuhan dan agama kita.” Kelak akan Kami jelaskan perkara yang sebenarnya ketika mereka melihat siksa pada hari kiamat. Saat itu mereka akan tahu siapa yang paling sesat.

Surah Al-Furqan Ayat 43
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا

Terjemahan: Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?,

Tafsir Jalalain: أَرَأَيْتَ (Terangkanlah kepadaku) ceritakanlah kepada-Ku مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ (tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya) maksudnya orang-orang yang menurutkan hawa nafsunya; dalam ungkapan ayat ini Maf’ul kedua didahulukan mengingat kedudukannya yang penting, yaitu lafal Ilaahahu. Sedangkan jumlah Manittakhadza Hawaahu adalah Maf’ul Awwal dari lafal Ara-aita, dan Maf’ul yang kedua adalah lafal Ilaahahu yang didahulukan tadi.

أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا (Maka apakah kamu dapat menjadi pemeliharanya?) yang dapat memelihara dia untuk tidak mengikuti hawa nafsunya? Tentu saja tidak.

Tafsir Ibnu Katsir: أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ (“Terangkanlah kepadaku tentang orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilahnya.”) yaitu kapan saja ia menilai baik sesuatu dan melihatnya sebagai suatu kebaikan dari hawa nafsunya sendiri, maka itulah agama dan madzabnya. Untuk itu Dia berfirman: أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا (“Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya.”)

Baca Juga:  Surah Al-Furqan Ayat 55-60; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Ibnu ‘Abbas berkata: “Dahulu laki-laki di zaman jahiliyyah, satu masa menyembah batu putih. Jika ia melihat yang lainnya lebih baik dari batu itu, maka ia akan menyembah yang kedua dan meninggalkan yang pertama.”

Tafsir Kemenag: Ibnu ‘Abbas r.a. berkata, “Orang-orang pada zaman Jahiliah pernah menyembah batu yang putih selama beberapa masa. Akan tetapi, jika melihat sembahan lain yang lebih baik, maka ia meninggalkan batu putih itu dan memilih sembahan kedua yang lebih baik menurut ukuran hawa nafsunya. Sehubungan dengan itu turunlah ayat ini.”

Pada ayat ini, Allah mencela orang-orang kafir Mekah yang mempertuhankan hawa nafsunya sehingga dijadikan landasan untuk semua urusan agamanya. Mereka tidak mendengarkan hujah yang nyata, dan penjelasan-penjelasan yang terang.

Allah menasihatkan supaya Muhammad tidak terlalu memikirkan sikap mereka, karena beliau tidak ditugaskan untuk menyadarkan mereka agar beriman selamanya, apalagi jika mereka tidak mau melepaskan diri dari belenggu hawa nafsunya dan mengikuti petunjuk kepada kebenaran.

Allah mengatakan bahwa Muhammad tidak menjadi pemelihara dan penjamin bagi mereka. Kewajiban Nabi saw hanya menyampaikan risalah saja. Hal ini sesuai dengan firman Allah: Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka. (al-Gasyiyah/88: 22).

Tafsir Quraish Shihab: Apakah kamu melihat, wahai Rasul, kesesatan orang yang mengikuti hawa nafsunya sehingga dia menyembah bebatuan yang tidak dapat mendatangkan bahaya dan manfaat? Akan tetapi kamu diutus hanya sebagai pemberi peringatan dan kabar gembira, bukan untuk memaksa mereka untuk beriman dan mendapat hidayah.

Surah Al-Furqan Ayat 44
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا

Terjemahan: atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).

Tafsir Jalalain: أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ (Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar) dengan pendengaran yang dibarengi dengan pengertian أَوْ يَعْقِلُونَ (atau memahami) apa yang kamu katakan kepada mereka.

إِنْ (Tiada lain) هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا (mereka itu hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi jalannya) daripada binatang ternak itu, karena binatang ternak mau menurut dan patuh kepada penggembalanya, sedangkan mereka tidak mau menaati Pemeliharanya, yaitu Allah, yang telah memberikan kenikmatan kepada mereka.

Tafsir Ibnu Katsir: Kemudian Allah berfirman: أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ (“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami.”)… Yaitu keadaan mereka adalah seburuk-buruk kondisi dibandingkan binatang ternak yang digembalakan, karena binatang itu terbuat untuk apa yang diciptakan.

Sedang mereka diciptakan untuk beribadah kepada Allah Mahaesa yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Akan tetapi mereka tidak melakukannya dan beribadah kepada selain-Nya serta menyekutukan-Nya, padahal telah tegak hujjah bagi mereka dan telah diutus para Rasul kepada mereka.

“45. Apakah kamu tidak memperhatikan (penciptaan) Tuhanmu, bagaimana Dia memanjangkan (dan memendekkan) bayang-bayang dan kalau Dia menghendaki niscaya Dia menjadikan tetap bayang-bayang itu, kemudian Kami jadikan matahari sebagai petunjuk atas bayang-bayang itu,

Baca Juga:  Surah Al-Hajj Ayat 49-51; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

46. kemudian Kami menarik bayang-bayang itu kepada kami dengan tarikan yang perlahan-lahan. 47. Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha.” (Al-Furqan: 45-47)

Tafsir Kemenag: Pada ayat ini, Allah menasihati Nabi Muhammad supaya jangan menganggap bahwa kebanyakan orang-orang musyrik mendengarkan ayat dan memahami kebenaran yang terkandung dalam ayat itu sehingga mereka dapat mengamalkan petunjuknya untuk melakukan amal saleh dan memperbaiki akhlak.

Allah mengingatkan yang demikian karena mereka itu seperti hewan ternak, bahkan mereka lebih sesat. Jika dibandingkan dengan hewan ternak, maka binatang tunduk kepada majikannya, yang dirasakan mencintainya, tahu siapa yang berbuat kebaikan dan yang berbuat kejahatan kepadanya, dapat mencari sendiri tempat di mana ada rumput makanannya dan air minumannya, dan jika malam hari tahu kembali ke kandangnya, berbeda sekali dengan kaum musyrikin itu sendiri. Mereka tidak mau mengenal Pencipta dan Pemberi rezeki, mereka tidak merasakan berbagai nikmat yang dilimpahkan Tuhan kepadanya.

Orang-orang musyrik tidak merasa tertipu oleh setan, yang selalu memandang baik bujukan hawa nafsunya. Kebodohan binatang ternak terbatas hanya pada dirinya sendiri, tetapi kebodohan mereka menjalar sampai menimbulkan berbagai fitnah dan kebinasaan serta menghalangi orang lain dari jalan kebenaran, sampai menimbulkan perpecahan dan peperangan di antara sesama manusia.

Walaupun binatang itu tidak mengetahui ketauhidan dan kenabian, namun mereka tidak menentangnya, berbeda dengan orang-orang musyrik yang mengingkari ketauhidan karena kesombongan dan kefanatikan terhadap ajaran keliru yang diwarisi dari nenek moyangnya.

Binatang ternak tidak menyia-nyiakan insting yang dikaruniakan Allah kepadanya. Lain halnya dengan kaum musyrikin, mereka dianugerahi akal dan naluri yang baik sejak lahir, tetapi mereka menyia-nyiakan akal yang sehat itu untuk membedakan mana yang baik dan mana yang tidak.

Di dalam ayat disebutkan bahwa sebagian besar mereka tidak mendengar atau memahami kebenaran. Memang ada sebagian kecil di antara mereka yang mengakui kebenaran, tetapi tidak sanggup mengikutinya karena khawatir akan kehilangan kedudukan.

Tafsir Quraish Shihab: Apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka telah mendengar dengan seksama dan menggunakan akal mereka untuk mendapatkan petunjuk? Sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti perintah mimpi- mimpi kosong mereka. Mereka telah menjadi seperti binatang ternak yang tidak memiliki keinginan sama sekali selain makan, minum dan mengejar kesenangan duniawi.

Mereka tidak berfikir apa-apa yang ada di balik itu semua. Bahkan posisi mereka lebih jelek dari binatang ternak. Sebab, binatang ternak tunduk mengikuti tuannya yang menggiring kepada kebaikan dan menjauhkannya dari yang mencelakakannya. Sementara mereka mencampakkan diri mereka kepada kehancuran.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Furqan Ayat 41-44 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S