Teori Mekanika Alam dan Problem Otonomi Alam Semesta dari Tuhan

teori mekanika alam

Pecihitam.org – Saya sebelumnya pernah menuliskan perihal problem otonomi (kemandirian) dan dependensi (ketergantungan) alam terhadap Tuhan dalam kerangka teori okasionalisme Asy’ariah, bisa dibaca disini.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Melalui tulisan itu saya mengatakan bahwa okasionalisme Asy’ariyah itu, alam semesta amat tergantung kepada Tuhan dalam level atomiknya. Tuhan akan selalu memperbarui atom yang dalam jangka waktu tertentu mengalami peluruhan.

Tulisan ini hendak membahas tema yang sama seperti tulisan tersebut, namun melalui kaca mata teoritis yang berbeda. Dalam pembahasan soal otonomi dan dependensi alam ini ada ragam teoritis yang berusaha menjelaskan persoalan-persoalan tersebut.

Salah satunya berangkat dari problem yang diangkat dari diskursus sains modern, yakni teori mekanika alam. Teori itu merupakan disipilin ilmu fisika yang membahas perihal prinsip-prinsip gerak. Teori itu mulanya dikemukakan oleh ilmuwan besar yang bernama Isac Newton.

Dalam teori itu, Newton menyatakan bahwa alam semesta ini memiliki 4 gaya alam (natural forces) yang menggerakkan tubuh dan alam semesta. Keempat gaya itu meliputi: gaya gravitasi, gaya elektromagnetik, gelombang nuklir lemah, dan gelombang nuklir kuat.

Baca Juga:  6 Peristiwa Penting di Bulan Syawal dalam Kurun Waktu Sejarah Islam

Gaya-gaya tersebut merupakan daya penggerak yang sangat kuat untuk menggerakkan segala yang ada di alam semesta ini. Keempat gaya itu diyakni sebagai pengatur alamiah bagi gerak yang ada di alam ini dan sekaligus ia berlaku secara universal (dimana saja hukumnya sama) dan memiliki ketetapan konstan.

Penemuan Newton ini adalah salah satu penemuan sains modern yang didorong oleh spirit pencerahan di Eropa setelah terpuruk pada masa abad pertengahan Gereja. Abad kebangkitan peradaban Barat ini berangkat dari spirit antroposentrisme, manusia menjadi jangkar segala sesuatu. Dan dalam hal ini sains menjadi salah satu panglimanya.

Dari perkembangan di Barat itu, menurut Prof. Mulyadhi Kartanegara dalam Lentera Kehidupan: Panduan Memahami Tuhan, Alam dan Manusia (2016) memiliki dua model pandangan soal dependensi dan otonomi alam dari Tuhan.

Kubu pertama adalah pandangan Deisme, yaitu suatu pandangan yang menganggap Tuhan telah menciptakan alam semesta dan kemudian setelah itu alam semesta berjalan sesuai hukum alam yang berlaku. Dalam definisi ini, Tuhan dipahami sebagai pencipta mesin jam tangan. Tuhan telah mencipta dan setelah itu alam bekerja sesuai hukum alam yang dicipta Tuhan.

Baca Juga:  Menjadikan Metode Hiwar Sebagai Salah Satu Metode Pendidikan Akhlak

Kubu kedua merupakan pandangan yang lebih radikal, mereka menganggap Tuhan sama sekali tak punya peran sama sekali dalam proses pembuatan maupun proses alam semesta bekerja. Kelompok kedua ini merupakan cikal bakal dari kalangan sains yang ateis.

Meskipun ada perbedaan pandangan diantara keduanya, namun yang pasti adalah hal itu didorong oleh penemuan teori mekanika alam yang telah dikemukakan oleh Newton. Namun, apakah menurut Newton sendiri alam semesta sama sekali independen dari Tuhan?

Prof. Mulyadhi mengatakan bahwa Newton masih memandang Tuhan punya peran dalam bekerjanya alam semesta ini. Newton menyatakan bahwa pada masa tertentu, sebuah energi akan mengalami peluruhan yang akan menimbulkan kekacauan.

Dan belakangan ini, Prof. Mulyadhi mengatakan bahwa seorang saintis bernama Heisenberg mengatakan kalau hukum alam ini pada level sub-atomik tidak berlaku. Pandangan ini seolah mengonfirmasi pandangan filosofi Maulana Jalaluddin Rumi bahwa Tuhan punya peran terhadap alam dalam ranah “bengkel yang disembunyikan.

Baca Juga:  Apa Saja Kewajiban Keturunan Nabi Muhammad Zaman Sekarang?

Pandangan Rumi itu berusaha mengetengahi pandangan pemikir Mu’tazilah yang menganggap alam semesta hanya berlaku hukum alam dan di sisi lain, alam semesta secara menyeluruh diintervensi oleh Tuhan.

Rumi menengahi itu, dengan berpandangan bahwa alam semesta ini bekerja melalui mekanisme alam yang disebut sunnatullah, namun pada level tertentu Tuhan mengintervensinya di “bengkel tersembunyi.”

Demikianlah teori mekanika alam yang berkembang dalam sains modern yang ternyata pada level sub-atomiknya ia tidak bekerja. Pada titik itulah ada kemungkinan Tuhan memiliki intervensi terhadap kinerja alam semesta. Wallahua’lam.