Wali Nikah dari Anak Hasil Perkawinan Beda Agama

wali nikah

Pecihitam.org – Dalam urusan pernikahan kadang sering terjadi permasalahan seputar wali nikah seperti wali yang enggan menikahkan anaknya, wali ternyata bukan orang tua kandungnya, berebut menjadi wali, dan wali nikah dari anak hasil perkawinan beda agama dan lain sebagainya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Untuk membahasa mengenai wali nikah dari anak hasil perkawinan beda agama, telah dijelaskan pada artikel sebelumnya tentang bagaimana status keabsahan pernikahan beda agama dalam pandangan hukum Islam.

Secara singkatnya, non-Muslim yang ada pada masa sekarang ini, termasuk yang berada di Indonesia, bukan termasuk ahli kitab yang halal untuk dinikahi. Dengan demikian pula, perkawinan beda agama antara seorang laki-laki Muslim dan seorang perempuan non-Muslim ataupun sebaliknya, tidak bisa dihukumi sah dan perkawinannya menjadi batal.

Lalu bagaimana dengan wali nikah dari anak hasil perkawinan beda agama yang hendak melangsungkan pernikahan ?

Dalam pernikahan setidaknya ada lima rukun yang harus terpenuhi, yaitu mempelai pria, mempelai wanita, wali, dua orang saksi, dan shighat.

فَصْلٌ فِي أَرْكَانِ النِّكَاحِ وَغَيْرِهَا وَأَرْكَانُهُ خَمْسَةٌ صِيغَةٌ وَزَوْجَةٌ وَشَاهِدَانِ وَزَوْجٌ وَوَلِيٌّ

Baca Juga:  Tidak Hanya Berdosa, Meninggalkan Sholat 5 Waktu Berpotensi Kekufuran

“Fasal tentang rukun nikah dan selainnya. Rukun nikah itu ada lima yaitu, shigat, mempelai perempuan, dua orang saksi, mempelai laki-laki, dan wali” (Muhammad al-Khathib asy-Syarbini, Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfazh al-Minhaj, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 3, h. 139).

Dari kelima rukun tersebut salah satunya adalah wali. Artinya, pernikahan tidak dianggap sah kecuali dengan wali. Sebab, wali merupakan salah satu rukun nikah.

اَلْوَلِيُّ أَحَدُ أَرْكَانِ النِّكَاحِ فَلَا يَصِحُّ إِلَّا بِوَلِيٍّ

“Wali adalah salah satu rukun nikah, maka nikah tidak sah tanpa wali” (Taqiyyuddin al-Husaini al-Hushni, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar, Surabaya-Dar al-‘Ilm, juz, 2, h. 40).

Sedangkan seseorang yang menjadi wali juga harus memenuhi berbagai syarat yang harus terpenuhi. Salah satunya adalah beragama Islam. Menurut kesepakatan para ulama, perempuan muslimah walinya harus muslim juga.

اَلْقَوْلُ فِي شُرُوطِ الْوَلِيِّ وَالشَّاهِدَيْنِ ( وَيَفْتَقِرُ الْوَلِيُّ وَالشَّاهِدَانِ )اَلْمُعْتَبَرُونَ لِصِحَّةِ النَّكَاحِ( إِلَى سِتَّةِ شَرَائِطَ )بَلْ إِلَى أَكْثَرَ كَمَا سَيَأْتِي اَلأَوَّلُ( اَلْإِسْلَامُ )وَهُوَ فِي وَلِيِّ الْمُسْلِمَةِ إِجْمَاعًا) ـ

“Penjelasan mengenai syarat-syarat wali dan dua orang saksi. (Dan wali dan dua orang saksi) yang diakui sebagai kesahan nikah membutuh setidaknya enam syarat bahkan lebih banyak sebagaimana yang dijelaskan. Syarat pertama adalah beragama Islam, dan syarat beragama Islam itu adalah syarat wali untuk perempuan muslimah sebagaimana ijmapara ulama” (Muhammad Khathib asy-Syarbini, al-Iqna fi Halli Alfazhi Abi Suja`, Bairut-Dar al-Fikr, 1415 H, juz, 2, h. 408-409).

Penjelasan ini mengandaikan bahwa seorang kafir tidak bisa menjadi wali atau memiliki hak perwalian atas perempuan muslimah.

Baca Juga:  Menelan Sisa Makanan Saat Shalat, Apakah Shalatnya Batal?

Selain itu karena pernikahan beda agama tidak bisa dihukumi sah dan perkawinannya menjadi batal, oleh karenanya jika anak lahir dari sebuah perkawinan yang tidak sah menurut ajaran agama Islam, maka ia tidak bisa dinasabkan kepada sang ayah dan karenanya sang ayah tidak bisa menjadi wali nikah bagi dirinya.

Lantas bagaimana jalan keluarnya jika ia hendak menikah? Jika ia hendak menikah sedangkan tidak ada pihak keluarganya yang bisa menjadi wali, maka solusi yang ditawarkan untuk memecah kebuntuan ini adalah dengan wali dari penguasa /sulthan atau wali hakim.

Pandangan ini didasarkan kepada sabda Rasulullah saw berikut ini;

اَلسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ

Baca Juga:  Hukum Wudhu di Kamar Mandi Beserta Sunnahnya

“Sulthan (penguasa) adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali”. (H.R. Ahmad).

Wali hakim dalam hal ini adalah pejabat pemerintah Kementerian Agama atau yang mewakilinya sampai tingkat daerah yakni pejabat Kantor Urusan Agam (KUA). Pada saat ijab kabul nanti anak perempuan tersebut menikah dengan wali kepala KUA yang bertindak sebagai wali hakim. Demikian penjelasan singkat mengenai wali nikah dari anak hasil perkawinan beda agama. Semoga bermanfaat. Wallahua’lam Bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *