Begini Penjelasan Air Musta’mal Menurut Empat Madzhab

air musta'mal menurut empat madzhab

Pecihitam.org – Apakah air musta’mal itu? Secara kata, musta’mal berasal dari dasar ista’mala – yasta’milu (استعمل – يستعمل) yang berarti menggunakan atau memakai. Meskipun sama-sama menggunakan istilah air musta’mal, dalam praktiknya masing-masing mazhab ulama berbeda dalam pengertian, batasan serta hukumnya. Berikut penjelasan Air musta’mal menurut empat madzhab:

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Air musta’mal ini tidak bisa digunakan untuk bersuci apabila tidak mencapai dua qullah. Sedangkan bila volume air tersebut mencapai dua qullah maka tidak disebut sebagai air musta’mal dan bisa digunakan untuk bersuci. Ketika air tersebut kurang dari dua qullah. Menurut orang Syam dua qullah sama halnya dengan 81 rithl, ini setara dengan 270 liter air. Jika diumpakan sebuah kolam persegi empat, air dua qullah akan terisi penuh dalam kolam berukuran panjang, lebar, dan kedalaman sekitar 1 ¼ hasta.

Efek yang ditimbulkan ketika air tersebut sedikit adalah zatnya akan gampang bercampur dengan najis dan sifat-sifat dari air tersebut akan mudah berubah. Inilah salah satu yang menginspirasi ulama-ulama fikih untuk memberi batasan minimal air untuk digunakan bersuci.

Baca Juga:  Bagaimana Hukumnya Menyatukan Dua Niat Puasa dalam Satu Hari?

Dalam karyanya al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Syekh Wahbah Zuhaili merangkum banyak pendapat ulama mengenai air musta’mal, mulai dari pengertian hingga kegunaannya untuk bersuci. Dari keterangan tersebut diperoleh kesimpulan sebagaimana berikut:

Pertama, menurut madzhab Hanafiyah.

Dalam madzhab Hanafi, air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadas (baik wudhu atau mandi besar) atau air yang digunakan untuk taqarrub (seperti berwudhu untuk tujuan membaca al-Qur’an, atau menyentuh mushaf). Air tersebut suci namun tidak menyucikan, artinya air tersebut tidak dapat digunakan untuk bersuci dari hadas seperti untuk berwudhu atau mandi besar. Meski begitu, air jenis ini masih bisa digunakan untuk membersihkan (kotoran) yang nampak (khabats).

Kedua, menurut  madzhab Malikiyah.

Dalam madzhab Maliki, air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats (seperti untuk berwudhu ataupun mandi besar), atau untuk menghilangkan khabats. Baik air tersebut digunakan untuk mandi wajib atau tidak wajib (tidak wajib seperti mandi Jumat atau salat id) atau air yang digunakan sebagai wudhu setelah wudhu atau air yang digunakan pada basuhan kedua atau ketiga dalam wudhu, itu semua dinamakan air musta’mal.  Tidak dapat digunakan untuk menghilangkan najis atau mencuci wadah. Air tersebut makruh digunakan untuk menghilangkan hadas, artinya makruh digunakan untuk berwudhu dan mandi besar. Mengapa menjadi makruh? Kemakruhannya adalah karena tidak disenangi, atau tidak elok.

Baca Juga:  Uang Kembalian Diganti Permen, Sahkah Jual Belinya?

Ketiga, menurut madzhab Syafi’iyyah.

Dalam madzhab Syafi’I, air musta’mal merupakan air yang sedikit yang telah digunakan untuk melakukan kewajiban bersuci. Qaul jaded menjelaskan bahwa air yang digunakan untuk bersuci yang kedua maupun ketiga kalinya tetap dianggap suci. Air jenis ini suci namun tidak mensucikan.

Selain itu, air musta’mal juga tidak dapat digunakan untuk berwudhu maupun mandi besar, juga tidak dapat digunakan untuk menghilangkan najis. Tapi, apabila air tersebut lebih dari dua qullah, maka ia dianggap menyucikan. Apabila ada niat ightiraf ketika mengambil air yang sedikit, maka air tidak menjadi musta’mal.

Keempat, menurut madzhab Hanabilah (Hambali).

Dalam madzhab Hambali, air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk bersuci, baik dari hadas besar seperti janabah atau hadas kecil seperti wudhu. Termasuk juga air yang digunakan untuk membasuh najis pada basuhan ke tujuh, walaupun sifat air tidak berubah, tetap saja air tersebut musta’mal. Tidak bisa digunakan untuk menghilangkan hadats dan khabats. Apabila air tersebut ada dan lebih dari dua qullah, maka air musta’mal tersebut masih dianggap suci dan bisa mensucikan.

Baca Juga:  Aurat Terbuka Saat Shalat Karena Hembusan Angin, Batalkah Shalatnya?

Dari penjelasan empat madzhab di atas, hanya mazhab Malikiyah saja yang sedikit longgar menyoal air musta’mal. Menurut mereka, air musta’mal masih dapat digunakan untuk menghilangkan khabats atau kotoran yang nampak, dan ia dimakruhkan untuk menghilangkan hadas. Ini berarti dalam kondisi tidak ada air yang suci, air musta’mal masih bisa digunakan untuk berwudhu meskipun makruh.

Demikian penjelasan tentang air musta’mal menurut empat madzhab. Semoga bermanfaat.

Wallahu A’lam.

Ayu Alfiah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *