Berikut Pandangan Para Fuqaha Terkait Memperlihatkan Wajah Wanita

wajah wanita

Pecihitam.org – Berbicara tentang kebolehan membuka atau memperlihatkan wajah wanita masih berada pada status pro dan kontra. Ada yang beranggapan bahwasanya aurat wanita ialah seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan namun sebaliknya ada pula yang malah beranggapan bahwa wajah wanita tidak untuk diperlihatkan atau mesti menggunakan kain penutup wajah (Niqab) ketika hendak keluar dengan alasan alasan tertentu. Dan berikut penjelasan dari para fuqaha terdahulu,

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ibnu Baththal (wafat 449 H) berkata:”Di dalam hadits itu (Hadits al-Khats’amiyah) terdapat perintah untuk menundukkan pandangan karena takut fitnah… Dan hadits ini juga sebagai dalil yang menunjukkan bahwa wanita-wanita mukmin tidak wajib berhijab sebagaimana yang diwajibkan kepada istri-istri Nabi saw., Sebab, kalau yang demikian itu wajib atas semua wanita, niscaya Nabi saw. memerintahkan al-Khats’amiyah untuk menutup seluruh tubuhnya dan beliau tidak akan memalingkan wajah al-Fadhl. Ia berkata, ‘Dalam hadits ini terdapat petunjuk bahwa menutup wajah bagi wanita itu tidak wajib… dan dijelaskan dalam firman Allah, “Katakanlah kepada laki-laki mukmin agar mereka menahan pandangan mereka” menunjukkan bahwa yang wajib ditutup itu selain wajah.” (Fathul Bari’, juz 13, hlm. 245)

Al-Mutawalli (wafat 478 H) berkata,:”… Jika wanita asing itu cantik yang dikhawatirkan dapat menimbulkan fitnah, maka tidak disyariatkan salam, baik mengucapkan maupun menjawabnya. Kalau salah satunya dari keduanya (laki-laki dan wanita asing/bukan mahram) mengucapkannya, maka dimakruhkan bagi yang satunya untuk menjawabnya. Dan jika wanita itu sudah tua yang tidak dikhawatirkan menimbulkan fitnah, maka bolehlah (mengucapkan atau menjawab salam).” (Fathul bari’, juz 13, hlm. 272)

Baca Juga:  Haid dan Nifas, Pengertian serta Perkara yang Diharamkan bagi Mereka

Hingga pada pandangan ini Al-Hafizh Ibnu Hajar mengomentari pendapat al-Mutawaili asy-Syai’i dengan mengatakan, “Adanya perbedaan antara ini dan golongan Malikiyah (yang membedakan antara wanita muda dan wanita tua) ialah perbedaan tentang wanita muda antara yang cantik dan yang tidak, karena kecantikan itulah yang diduga dapat memicu fitnah, berbeda dengan wanita muda secara umum”

Pertanyaannya kemudian ialah, apakah ada cara lain untuk mengetahui keperihalan wanita muda, tua, cantik atau tidaknya jikalau wajah tidak terbuka?

Al-Baghawi berkata,: “Adapun wanita terhadap laki-laki, jika wanita itu asing (bukan mahram) dan merdeka, maka seluruh tubuhnya adalah aurat terhadap laki-laki itu. Ia tidak boleh memandangnya kecuali wajah dan kedua tangannya hingga pangkal telapak tangan, berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla, ‘Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa tampak darinya.’

Dikatakan dalam menafsirkannya, yaitu wajah dan kedua telapak tangan. Dan laki-laki juga wajib menundukkan pandangan dari melihat wajah dan kedua tangannya ketika dikhawatirkan terjadi fitnah, mengingat firman Allah, ‘Katakanlah kepada laki laki yang beriman agar mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka (Syarhus-Sunnah, jus 9, hlm. 23)

Sementara yang termuat di dalam Al-Muwaththa’ karya Imam Malik (wafat tahun 179 H). “Imam Malik ditanya, ‘Bolehkah wanita makan bersama laki-laki yang bukan mahramnya atau bersama bujang nya?’ Lalu Imam Malik menjawab, ‘Tidak apa-apa kalau hal itu dilakukan dengan cara yang dikenal wanita untuk makan bersama laki-laki (yakni apabila menurut cara yang sudah dikenal di antara mereka). Beliau berkata, ‘Dan kadang-kadang wanita makan bersama suaminya dan bersama orang lain yang makan bersama suaminya…’

Baca Juga:  Perkawinan Beda Agama dalam Pandangan Islam

Sehingga dari dialog ini, Abul Walid al-Baji (wafat 179 H), penyusun kitab Al-Muntaqa Syarah Al-Muwaththa’ berkata, bahwa Perkataan beliau, “Dan kadang-kadang wanita makan bersama suaminya dan bersama orang lain yang makan bersama suaminya…” itu memutuskan bahwa laki-laki memandang wajah wanita dan kedua tangannya itu mubah, karena yang demikian itu tampak darinya pada waktu makan bersamanya.

Orang-orang berbeda pendapat mengenai hal itu. Dan yang pokok dalam masalah ini ialah berdasarkan firman Allah, “Dan janganlah menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa tampak darinya.

Abdullah bin Mas’ud berkata, ‘Perhiasan itu ada dua macam, yang lahir yaitu pakaian”. Dan Sa’id bin Jubair meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah ‘kecuali apa yang biasa tampak dari¬nya’, yaitu wajah dan kedua telapak tangan, dan Atha’ juga berpendapat demikian. Dan Ibnu Katsir mengatakan bahwa ini adalah pendapat Imam Malik.” (Abul Walid Al Baji Al Andalusi, Al Muntaqa Syarah Muwaththa’i Al Imam Malik, juz 7, hlm. 252). Wallahu’alam Bisshawab.

Baca Juga:  Bagaimana Istinbath Hukum Saham dalam Islam? Mengingat Belum Terdapat Istilah Saham dalam Fiqih

Sumber Referensi: Kebebasan wanita oleh Abdul Halim Abu Syuqqah

Rosmawati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *