Boleh Mencumbui Istri yang Sedang Haid, Tapi…

Mencumbui Istri yang Sedang Haid

Pecihitam.org – Sebelum kita membahas mengenai kebolehan seorang suami mencumbui istri yang sedang haid, perlu kita pahami bahwa semua ulama fiqih dari kalangan empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) sepakat bahwa perempuan yang sedang mengalami haid dilarang untuk berhubungan intim. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, jilid 18, hal. 323)

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Keharamannya ditetapkan oleh Al-Quran Al-Kariem berikut ini:

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىَ يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran”. Maka dari itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari perempuan di saat haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Jika mereka sudah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri (QS. Al-Baqarah:222)

Keharamannya juga terdapat di dalam hadits, yaitu ketika Rasulullah SAW ditanya mengenai hukum mencumbui istri yang sedang haid maka beliau menjawab:

وَعَنْ أَنَسٍ رضيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ اليَهُودَ كَانت إِذا حَاضَتِ المَرْأَةُ فِيْهِمْ لَمْ يُؤَاكِلُوهَا، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: اصْنَعُوا كُلَّ شَىءٍ إِلاَّ النِّكَاحَ، رَوَاهُ مُسْلِمٌ

“Dari Anas RA bahwa orang yahudi jika para perempuan mereka sedang haid, mereka tidak memberikan makanan pada para perempuan itu. Rasulullah SAW bersabda, “Lakukanlah segala yang kau mau kecuali nikah (hubungan badan).” (HR Muslim).

Adapun maksud batasan tentang larangan berhubungan intim yang disepakati para ulama diatas adalah jika terjadi jimak dalam artian yang sebenarnya, yaitu adanya dukhul (penetrasi).

Mereka pun membolehkan percumbuan yang dilakukan pada istri, pada bagian anggota tubuh selain yang terdapat di antara pusar dan lutut istri.

Baca Juga:  Bisakah Wanita Haid Saat Hamil, Bagaimana Status Hukumnya dalam Fiqih?

Hal ini seperti yang disebutkan dalam hadist riwayat Ummul Mukminin Aisyah RA:

وَعَنْ عَائِشَةَ رضيَ اللهُ عَنْهَا قَالَت: كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُنِي فَأَتَّزِرُ، فَيُبَاشِرُنِي وَأَنَا حَائِضٌ، مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

“Dari Aisyah RA beliau berkata: Rasululullah SAW memerintahkanku untuk menggunakan sarung, lalu beliau mencumbuiku dalam kondisi haid.” (Muttafaq Alaih)

Dalam hadits lain yang juga diriwayatkan dari Aisyah RA:

“Jika salah satu di antara kami (istri Nabi) ada yang haid, dan Rasulullah SAW ingin mencumbuinya, maka beliau Saw menyuruh istrinya yang haid itu untuk memakai kain sarung, kemudian ia mencumbuinya.” (HR. Bukhari).

Hadits lain datang dari Ummul Mukminin Maimunah RA:

“Rasulullah Saw mencumbu istrinya dalam keadaan haid, apabila istrinya itu memakai sarung” (HR. An-Nasa’i)

Batas Mencumbui Istri yang Sedang Haid

Saat para ulama bersepakat membolehkan seorang suami mencumbui istri yang sedang haid dengan batasan bahwa hanya boleh dilakukan pada bagian selain yang ada di antara pusar dan lutut.

Lalu bagaimana hukumnya jika mencumbui bagian antara pusar dan lutut itu, namun tidak sampai terjadi jimak?

Perkara ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan para Ulama, sebagaimana berikut:

1. Madzhab Hanafi

Bagi Ulama kalangan madzhab hanafi, mereka berpendapat bahwa boleh mencumbui anggota tubuh istrinya yang ada di antara lutut dan pusarnya saat sedang haid.

Namun, syaratnya percumbuan itu terjadi harus mempunyai penghalang, seperti sarung, kain, atau sejenisnya. Dan suami pun tidak boleh melihatnya.

Sang suami juga boleh memegang bagian-bagian tersebut, dengan atau tanpa syahwat, selama bagian-bagian itu tertutup dengan kain penghalang. Intinya tidak ada sentuhan kulit secara langsung dan tidak boleh melihat. (Ibnu Abdin, Hasyiyah Ibni Abdin, jilid 1 hal. 194)

Baca Juga:  Keringanan Shalat bagi Orang yang Sakit Parah

2. Madzhab Maliki

Sedangkan para ulama dari kalangan madzhab Maliki mempunyai pandangan yang berbeda. Para Fuqaha’ dalam madzhab Maliki menjelaskan bahwa suami dilarang untuk memegang dan mencumbui anggota tubuh istri yang ada di antara lutut dan pusarnya pada saat isterinya itu sedang mengalami haid, walaupun itu dibatasi dengan kain penghalang.

Meskipun demikian, mereka masih membolehkan untuk melihat bagian-bagian tersebut, meskipun dengan syahwat.

Sebagaimana disebutkan di dalam Kitab Hasyiyah ad-Dasuqi, jilid 1, hal. 183, madzhab ini berpendapat bahwa seorang suami hanya boleh melihat atau memandang bagian-bagian yang ada diantara pusar dan lutut istrinya itu, tanpa boleh mencumbuinya lebih jauh.

3. Madzhab Syafi’i

Bagi madzhab syafi’i, dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, jilid 2, hal. 359 karya Al-Imam an-Nawawi, disebutkan bahwa seorang suami boleh mencumbui seorang istri yang sedang haid di bagian mana saja yang diinginkan. Hanya saja, aktivitas tersebut harus dibatasi dengan kain penghalang, tujuannya agar tidak terjadi sentuhan kulit secara langsung.

Begitupun di dalam kitab Mughni al-Muhtaj, jilid 1 hal. 110 karya Al-Khatib as-Syirbini, menyebutkan bahwa suami boleh melihat dan memandang bagian-bagian itu, dengan atau tanpa syahwat.

Jadi bagi madzhab syafi’i, seorang suami boleh mencumbui istrinya yang sedang haid di bagian-bagian yang ada diantara pusar dan lutut dengan ketentuan: boleh melihatnya dan boleh mencumbu dengan adanya penghalang agar tidak ada sentuhan kulit secara langsung.

4. Madzhab Hambali

Sedikit berbeda dengan tiga madzhab sebelumnya, madzhab ini justru membolehkan suami mencumbui istri yang sedang haid di bagian manapun yang ia inginkan. Syaratnya yaitu selama tidak sampai terjadi jimak yang sesungguhnya, yaitu dukhul (penetrasi).

Baca Juga:  Hukum Zina dalam Islam: Berikut Penjelasan Dalil, Besaran Dosa dan Jenis-Jenisnya

Al-Buhuti menuliskan dalam kitabnya Kasysyaf al-Qinna’, jilid 1, hal. 198, bahwa Seorang suami boleh mencumbui isterinya di bagian-bagian yang ada di antara pusar dan lutut, kecuali organ intim, baik itu dengan melihat ataupun menyentuh, dengan atau tanpa penghalang.

Meskipun demikian, madzhab ini masih tetap menganjurkan para istri yang sedang haid agar menutupi organ intimnya dengan penghalang selama percumbuan.

Al-Mardawi (w. 885 H.), salah seorang ulama dalam madzhab Hambali mengatakan dalam kitabnya Al-Inshaf fi Ma’rifati Ar-Rajih minal Khilaf jilid 1, hal. 350, bahwa jika seorang suami tidak yakin bisa menahan syahwatnya, dan khawatir bisa terjadi jimak jika ia mencumbui bagian tubuh istrinya yang ada di antara pusar dan lutut, maka haram baginya mencumbui isterinya di bagian tersebut. Karena menghindari itu akan membuat dirinya lebih selamat dan tidak terjerumus dalam perbuatan dosa.

Kesimpulannya bahwa semua ulama sepakat engenai keharaman berhubungan intim saat istri sedang haid. Meskipun mereka masih berbeda mengenai bolehnya seorang suami mencumbui bagian-bagian yang ada di antara pusar dan lutut istrinya.

Wallahu A’lam Bishshawab

M Resky S

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *